Ulasan Buku Explore, Enjoy, & Repeat Catatan Perjalanan dari 20 Negara

Ayu Nabila | Gita Fetty Utami
Ulasan Buku Explore, Enjoy, & Repeat Catatan Perjalanan dari 20 Negara
Buku Explore Enjoy & Repeat (DocPribadi/Gita FU)

Membaca catatan perjalanan seorang traveller buat saya mempunyai keasyikan tersendiri. Selain mendapat informasi tentang tempat-tempat yang belum pernah saya datangi, dari pengalaman si traveller  tersebut saya juga mendapat wawasan tersirat lainnya. 

Seperti yang saya temukan pada buku berjudul Explore, Enjoy, & Repeat Catatan Perjalanan dari 20 Negara, yang ditulis oleh Yani Lauwoie, dan diterbitkan oleh Grasindo pada 2019 lalu. Buku setebal 199 halaman, plus halaman bonus berisi foto-foto dan profil penulis ini disuguhkan dengan gaya bahasa renyah dan bikin betah.

Yani Lauwoie adalah seorang penulis, editor, dan penerjemah yang memiliki 15 tahun pengalaman bekerja di majalah dan industri penerbitan online. Ia pernah menjadi Digital Director di majalah Femina. Kemudian pada tahun 2017 ia memutuskan menjadi pekerja lepas, sehingga memiliki lebih banyak waktu untuk travelling.

Penulis mengungkapkan alasannya senang melakukan perjalanan ke berbagai tempat, yakni menemukan perbedaan yang akan memperkaya dirinya. Itulah sebabnya ia membagi puluhan cerita pendeknya ke dalam empat sub judul, yaitu: Culture Shock, Bikin Deg-degan, Inilah Realitanya, dan Lha?!

Pada sub judul Culture Shock penulis mengisahkan aneka pengalamannya saat mengalami gegar budaya di Spanyol, Berlin, Australia, Amsterdam, Irlandia, Denmark, Roma, dan Jepang. Ia dan dua teman seperjalanan pernah dibuat panik kala beradaptasi dengan teknologi penyewaan loker di Berlin, dalam cerita Locker Rent Bikin Panik (hlm. 7-9).  

Ketika mereka menginap di sebuah hostel pada tahun 2013, dan hendak menyewa loker guna menyimpan paspor dan visa asli, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa loker tersebut diatur oleh mesin otomatis, yang instruksinya dalam bahasa Inggris. Karena itu pengalaman pertama maka mereka tidak langsung berhasil melakukan proses sewa. 

“Paniklah saya! Saya berusaha menarik kembali koin itu keluar tapi tidak bisa. Feny dan Mira pun mencoba mengeluarkan koin tersebut. Koin itu benar-benar nyangkut.”  Untungnya, masalah tersebut terselesaikan dengan baik.

Cerita lain berjudul Salon Pencokelat Kulit  (hlm. 20-22) berhasil memberikan makna lebih dalam tentang self-love. Pasalnya kala tengah berada di Bachelor’s Walk Street, Dublin, penulis kerap melewati salon bernama The Tanning Shop. Di kaca salon terpampang poster yang isinya memberikan penawaran diskon, dengan ilustrasi seorang wanita berkulit cokelat memakai bikini kuning. 

Penulis merasa tak asing, karena poster itu serupa dengan poster-poster yang dipasang di salon-salon kecantikan di Indonesia. Bedanya yang satu menawarkan kulit cokelat, sedangkan satu lagi menawarkan kulit putih sebagai hasil akhir.

Michael, pria Irlandia yang menjadi teman penulis merasa tercengang saat diberitahu  konsep kecantikan  di Indonesia. Menurut pendapat Michael, warna kulit asli perempuan Indonesia sudah bagus, tak perlu dipaksakan menjadi putih. 

Masih banyak catatan perjalanan lain yang tak kalah menarik di buku ini. Semua kisah ditulis secara ringkas, langsung pada poinnya. Hal tersebut justru membuat saya merasa terlibat dengan si penulis. Rasanya saya tak sabar ingin dengar (baca) lagi dan lagi, hingga tahu-tahu sudah tamat. 

Meskipun informasi mengenai negara-negara yang disebut di buku ini bisa jadi perlu diperbarui, tidak mengurangi keseruan membacanya. Sobat Yoursay kudu baca sendiri, terutama bagi penyuka genre Traveling. Saya jamin tidak akan bikin menyesal. 

BACA BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak