Kekacauan Mental dalam Film Joker: Folie Deux yang Gila dan Simbiotik

Hernawan | Athar Farha
Kekacauan Mental dalam Film Joker: Folie Deux yang Gila dan Simbiotik
Foto Film Joker: Folie à Deux (IMDb)

Saat mendengar nama "Joker", pasti langsung terlintas ‘karakter penjahat ikonik yang punya tawa mengerikan’—musuhnya Batman. Namun, pada sekuel paling ditunggu tahun ini, “Joker: Folie à Deux”, Sutradara Todd Phillips membawa kita masuk ke dunia lebih gelap dan nyeleneh terkait: Cinta, kegilaan, dan kekacauan mental, yang dikemas dalam bentuk drama musikal. Mengejutkan sekali!

Sinopsis Film Joker: Folie à Deux 

Kamu akan dibawa ke satu titik, yaitu titik hasil kekacauan dua tahun lalu, yang dilakukan Arthur Fleck alias Joker (Joaquin Phoenix) di Gotham City. Arthur harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan dipenjara. (Dibilang penjara, tapi bagian depan bangunan tertulis nama ‘rumah sakit’. Oke deh, kita anggap saja itu Rumah Sakit Arkham Asylum seperti di komik ya. Dengan situasi seperti penjara pada umumnya). 

Penahanan Arthur disertai kekerasan mental dan fisik (biarpun nggak selalu). Nah, suatu ketika Arthur ditemani seorang penjaga (yang sudah cukup akrab dengannya) ke bangsal sebelah. Di sana Arthur bertemu dengan Harley Quinn (Lady Gaga) yang jadi pasien sakit jiwa setelah kehilangan kontrol atas emosi dan identitasnya. 

Harley kagum banget sama Arthur. Siapa nggak tahu kisah tiga pembunuhan, yang membuat Arthur sangat terkenal sampai punya banyak fans di luaran sana. Satu momen, di mana Harley suka menyanyi, di situlah kedekatan mereka jadi musikal banget karena Arthur mulai menyambut dengan nyanyian seperti apa yang disenandungkan Harley. 

Kedekatan Arthur dan Harley, pada akhirnya terikat dalam hubungan rumit dan penuh kekacauan. Kadang saling menggoda dan menghasut. Mereka jadi pasangan dalam keanehan dan kegilaan. Bahkan mereka sampai ‘go public’ di tengah kerumunan pendukung Arthur, hingga mereka dijuluki ‘pasangan dimabuk cinta’ (kira-kira begitu).

Di tengah situasi penuh kegilaan, Arthur pun menghadapi persidangan krusial. Yang mana, persidangan itu berusaha menguliti mental: Apakah pembunuhan itu dilakukan oleh Arthur atau dilakukan oleh kepribadian ganda yang disebut Joker? Tontonlah, Bro!

Dominasi Isu Kesehatan Mental 

Dalam film pertama, “Joker” (2019), Arthur adalah sosok rapuh, terperangkap dalam kondisi hidup keras dan pengabaian dari masyarakat. Dia mengidap pseudobulbar affect (penyakit tawa; dalam sedih, sakit, bahkan pada situasi tertekan pun, dia akan tertawa, dan itu di luar kendalinya). Nggak cuma itu, depresi berat pun menumbuhkan gangguan kepribadian dan depresi berat. Nggak cukup sampai di situ, Arthur juga jadi korban dari sistem sosial. 

Seiring berjalannya waktu, perubahan kondisi mentalnya menjadi semakin jelas ketika Arthur mulai menamai dirinya sebagai Joker; sosok yang melepaskan segala norma. Film pertamanya, dengan tajam menggambarkan betapa rapuhnya kesehatan mentalnya dan bagaimana dia menjadi simbol dari kehancuran sosial yang dihadapi banyak orang di kelas bawah.

Namun, dalam sekuelnya, “Joker: Folie à Deux”, film ini memperkenalkan konsep baru yang lebih gelap, yaitu: Gangguan mental sebagai hubungan simbiotik antara Arthur dan Harley Quinn. 

Sekadar info ya. Istilah Folie à Deux berasal dari bahasa Perancis, artinya: Kegilaan yang Dibagi Dua. Maka jelas di sini, merujuk pada Arthur dan Harley, yang sudah terikat gangguan mental masing-masing. 

Sayangnya, film ini di beberapa scene, penyajian gangguan mental mereka agak berlebihan. Arthur dan Harley, meski mengalami perkembangan karakter, tapi digambarkan dengan nuansa yang agak aneh. Alih-alih menunjukkan kondisi mental mereka secara realistis dan penuh empati, malah dibikin agak aneh. Seperti adegan di persidangan. Situasi itu seharusnya bisa dibuat tegang dan serius, tapi malah ada momen ‘nyanyi’, astaga! Nggak apa-apa musikal, tapi di tempat yang masuk akal dong!

Di sisi lain, kendatipun ada keberanian dalam menggambarkan hubungan simbiotik antara Arthur dan Harley, serta kerapuhan mental mereka, film ini pada akhirnya, bagi banyak penonton meninggalkan ‘rasa kosong di ending’. (Yang jelas bukan aku. Jika mau tahu detailnya, lanjut baca sampai akhir!)

Jadi begini, cinematic dan acting dalam film ini bagiku cakep banget. Setiap frame terasa dipikirkan dengan detail, sampai bisa menciptakan atmosfer yang kelabu tapi juga berwarna. Aktor Joaquin Phoenix berhasil menggambarkan bagaimana kondisi mentalnya semakin terpuruk. Dia totalitas! 

Lihat saja betapa kurus tubuhnya, itu hasil diet demi memerankan karakter Arthur. Nggak cuma diet, tapi emosi dalam pendalaman karakternya sangat terasa. Bahkan saat dia harus bernyanyi, emosi yang diperlihatkan wajahnya sangat pas. Termasuk Lady Gaga, terlepas karakternya nggak seperti Harley Quinn dalam komik, tapi itulah yang tecermin dari kebutuhan cerita yang diperlukan. 

Kalau kamu mau nonton, tontonlah! Tapi ingat, ini film musikal. Jadi, jangan berharap akan ada adegan bombastis atau ketegangan yang nggak henti-hentinya. Jika kamu bukan penggemar musikal, film ini mungkin nggak cocok untukmu. Tapi, jika kamu dapat menerima pendekatan berbeda dari film sebelumnya, Film Joker: Folie à Deux pastinya ngasih pengalaman nonton yang unik. 

Dengan segala pertimbangan, terutama pada momen ending yang mengubah persepsi penonton selama ini, maka skor untuk Film “Joker: Folie à Deux” adalah: 7,5/10. Selamat nonton ya. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak