Review Film Thailand The Paradise of Thorns, Kisah Perebutan Harta Warisan

Hayuning Ratri Hapsari | Alexander Joy
Review Film Thailand The Paradise of Thorns, Kisah Perebutan Harta Warisan
The Paradise of Thorns (IMDb)

The Paradise of Thorns adalah film yang bercerita tentang Thongkam (Jeff Satur), yang kehilangan kebahagiaan ketika pasangannya, Sek (Toey Pongsakorn Mettarikanon), meninggal dalam kecelakaan. Tragedi ini memicu konflik keluarga yang memperebutkan warisan berupa kebun durian dan rumah.

Konflik ini diwarnai dengan unsur sosial khas Thailand dan disajikan dengan dramatis.

Awalnya, Thongkam bersimpati pada ibu Sek, Saeng (Srida Puapimol), yang hanya memiliki Sek sebagai putra satu-satunya dan tergantung pada kursi roda sejak jatuh dari tebing. Thongkam bahkan rutin mengantar Saeng ke rumah sakit dan memberinya uang bulanan.

Namun, kebaikan Thongkam dibalas dengan pengkhianatan. Saeng, bersama anak angkatnya Mo (Engfa Waraha), mengklaim kebun dan rumah Sek sebagai miliknya, meskipun Thongkam yang selama ini mengurusnya.

Konflik memuncak ketika Mo membawa adik laki-lakinya, Jingna (Harit Buayoi), untuk menguasai rumah dan kebun Thongkam.

Thongkam yang merasa hukum tidak berpihak padanya, mulai menyusun rencana untuk balas dendam.

Film ini sukses menarik perhatian penonton di ajang Jakarta World Cinema dan Jakarta Film Week, serta meraih popularitas di Thailand.

Disutradarai oleh Naruebet Kuno alias Boss Kuno, film ini mengikuti jejak sukses How To Make Millions Before Grandma Dies, produksi GDH 559.

The Paradise of Thorns relevan dengan isu legalisasi pernikahan sesama jenis di Thailand dan menampilkan kisah unik tentang kebun durian dan konflik warisan.

Meskipun unsur LGBTQ dalam film ini cukup frontal dan berisiko untuk pasar Indonesia, film ini berhasil menonjolkan nuansa suspense yang didukung oleh skoring mencekam dan plot yang kuat.

Karakter-karakter dalam film ini tidak hitam putih. Meskipun Saeng dan Mo adalah pihak antagonis, setiap karakter memiliki latar belakang dan motif yang mendalam, membuat penonton bisa bersimpati.

Perkembangan karakter sepanjang film juga menarik, seperti Saeng yang berubah dari seorang ibu yang menderita menjadi sosok yang tamak.

Penampilan para aktor berhasil menghidupkan karakter-karakter kompleks ini. Srida Puapimol tampil luwes sebagai ibu mertua yang berubah menjadi penindas, sementara Engfa Waraha memerankan Mo yang licik dengan sangat baik.

Jeff Satur sebagai Thongkam juga mencuri perhatian dengan fesyen yang unik dan sorot mata yang penuh makna.

Kebun durian yang dominan dalam film ini ditampilkan dengan cara yang variatif dan dramatis, menggambarkan betapa besarnya peran kebun tersebut dalam hidup Thongkam.

Isu LGBTQ dan legalitas pernikahan sesama jenis di film ini bersanding dengan tradisi patriarki dan unsur budaya yang kental, membuat cerita semakin kompleks ketika rahasia demi rahasia terkuak.

Seperti durian yang lezat ketika matang, nikmati proses menonton The Paradise of Thorns dengan perlahan-lahan hingga konfliknya memuncak.

Namun, seperti halnya durian, film ini mungkin bukan untuk semu orang.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak