Apa yang kamu rasakan ketika menyadari bahwa dirimu sedang bertumbuh? Tentu merasa sedikit tidak nyaman dengan banyaknya hal yang perlu adaptasi, bukan?
Hal itulah yang dibahas dalam buku 'Growing Pains' karya Tatyana Soebianto. Buku ini menceritakan tentang kisah seorang perempuan yang bertumbuh dan menjalani perubahan yang amat besar dalam hidupnya. Yakni seorang single mom yang harus berjuang menghadapi duka dan kenyataan untuk menjadi orang tua tunggal.
Dengan mengangkat judul Growing Pains, Bu Nana –begitu kerap ia disapa– mengangkat sebuah analogi tentang proses bertumbuh yang tidak terlepas dari rasa sakit.
Misalnya seorang bayi yang tumbuh gigi biasanya akan merasakan sakit di bagian gusi, dan tak jarang merasakan demam. Ketika kita melatih otot, atau sedang menjalankan program diet, tubuh pun harus siap menahan nyeri di sekujur tubuh. Pada intinya, rasa sakit hanyalah bagian dari proses bertumbuh tersebut.
Jika kita ingin melangkah ke fase kehidupan yang lebih baik, maka kita harus siap dengan konsekuensi menerima rasa sakit dari setiap prosesnya.
"Segala nyeri dan ngilu akan tetap terasa selama tubuh belum berhenti tumbuh. Tapi itu semua toh proses." (Halaman 105)
Sebagaimana fase yang dihadapi oleh Tatyana sebagai seorang ibu. Menjadi single mom atau orang tua tunggal tentu bukan hal yang mudah. Si ibu ini harus berjuang untuk serba mandiri, membesarkan anak seorang diri, hingga melawan stigma negatif masyarakat tentang status sebagai seorang janda.
Selama lebih dari 20 tahun, ibu berjuang bersama anak semata wayangnya, Adi, untuk menghadapi banyak omongan orang-orang yang rasanya kurang empati.
Yakni mereka yang tanpa rasa bersalah cukup kepo dengan keberadaan sang suami, nyeletuk dengan pertanyaan tentang kenapa tidak menikah lagi, atau memandang mereka berdua dengan penuh kesedihan. Padahal ibu dan Adi adalah dua pribadi yang telah berdamai dengan seluruh kesedihan tersebut.
Tak terasa, membaca curhat dari ibu cukup bikin mewek. Ceritanya menyentuh dan heartwarming. Saya juga amat suka dengan cara penyampaian ibu yang sangat indah, puitis, tapi sesekali juga pandai ngebanyol dengan jokes-nya yang receh.
Dari buku ini, pembaca bisa belajar tentang bagaimana sosok ibu yang merupakan seorang perempuan yang amat mandiri. Ia menjadi ibu sekaligus ayah. Mengasuh anak dan juga bekerja mencari nafkah. Menjalani peran ganda yang dobel capeknya. Tapi menurut ibu, meski dua kali capek, cinta dan kasih sayang yang ia dapatkan juga jadi dua kali banyaknya.
Saya salut dengan pembawaan ibu yang tidak cengeng atau merutuk keadaan dengan kesedihan dan duka yang ia alami.
Ditinggalkan suami saat sedang hamil, tanpa kabar apapun tentu adalah kasus yang akan membuat perempuan manapun akan terpukul. Tidak ada kepastian tentang keberadaan suaminya. Seolah hilang ditelan bumi saat sedang melanjutkan studi S2 di Australia.
Ibu berduka, tapi ia tidak berlama-lama dalam sedihnya. Ia cukup rasional untuk memandang bahwa masih ada hari esok yang menunggunya di depan sana.
Ia sadar, bahwa anaknya, Adi, membutuhkan ibu yang bisa diandalkan. Maka ia menjadi sosok yang seperti itu. Lalu Adi, tumbuh menjadi seorang pemuda –dalam sudut pandang ibu– yang baik budi pekertinya, cerdas, dan cukup bisa diandalkan.
Hal itu cukup membuat ibu bangga dan merasa cukup. Ia tidak lagi berpikir untuk mencari jenis kebahagiaan lain dari sebuah pernikahan yang rasanya sudah tidak ia butuhkan.
Secara umum, buku ini berisi banyak pesan-pesan yang layak direnungkan tentang perjuangan seorang ibu dan perempuan pada umumnya. Lewat keindahan bahasa yang disampaikan oleh Bu Nana, pesan-pesan tersebut menjelma menjadi bacaan yang begitu mengharukan.
Bagi kamu yang tertarik menyimak perjuangan Tatyana Soebianto dalam menjalani hidup sebagai seorang single-mom, buku ini bisa menjadi bacaan yang menarik untuk disimak!