Review Film Harka: Hidup Memang Nggak Seadil Itu

Ayu Nabila | Athar Farha
Review Film Harka: Hidup Memang Nggak Seadil Itu
Poster Film Harka (Katalog KlikFilm)

Jika kita bicara tentang sinema yang lahir dari bara amarah dan luka sosial, Film Harka adalah salah satunya. Film ini nggak hanya berkisah, tapi menggedor kesadaran kita sebagai penonton.

Sejak adegan pertama, aku langsung merasa seolah-olah diajak menyusuri jalan-jalan berdebu Tunisia, melihat dunia dari pemuda yang nggak pernah benar-benar punya pilihan.

Disutradarai Lotfy Nathan, ini adalah film fiksi panjang pertamanya setelah sebelumnya bikin film dokumenter: 12 O'Clock Boys (2013). 

Dalam film ini Lotfy Nathan mengangkat kisah yang terinspirasi dari tragedi nyata Mohamed Bouazizi (pedagang kaki lima Tunisia yang membakar dirinya hidup-hidup sebagai protes atas korupsi dan ketidakadilan).

Tindakannya memicu Revolusi Tunisia dan kemudian gelombang Arab Spring pada 2011.

Sekilas tentang Film Harka

Film ini mengikuti sosok Ali (diperankan Adam Bessa), pemuda Tunisia yang bertahan hidup dengan menjual bensin ilegal di pinggir jalan. Setiap harinya dia harus menyuap polisi dan menghindari razia sambil bermimpi akan nasibnya yang suatu hari bisa kabur ke Eropa lewat jalur laut, untuk mencari kehidupan yang lebih manusiawi.

Namun mimpi itu dengan cepat runtuh. Ayahnya meninggal dunia, meninggalkan Ali dengan dua adik perempuan: Alyssa (Salima Maatoug) dan Sarra (Ikbal Harbi), yang masih bersekolah. 

Kakaknya, Skander (Khaled Brahem), yang sebelumnya mengurus keluarga, malah memutuskan pergi meninggalkan mereka untuk bekerja sebagai pelayan di daerah wisata. Dan lebih buruknya lagi, rumah mereka terancam disita akibat utang sang ayah.

Miris banget kisahnya, ya? Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisahnya? Saat ini Sobat Yoursay bisa menontonnya di KlikFilm!

Review Film Harka

Sebagai penonton, aku nggak bisa nggak merasakan panasnya matahari Tunisia, mencium bau bensin yang menyengat, dan menyaksikan bagaimana hidup bisa dengan mudah jadi jebakan. Film Harka menyajikan potret sosial yang sangat jujur dan menyakitkan. Setiap adegannya tampak sederhana, tapi menyimpan beban emosi yang besar. Sungguh!

Adam Bessa, yang sebelumnya tampil dalam Film Extraction (2020) dan Film Mosul (2019), tampil luar biasa di sini. Dia memainkan Ali dengan emosi yang tertahan, penuh amarah yang nggak pernah benar-benar meledak, tapi terasa membakar perlahan dari dalam. Ekspresi wajahnya, tatapan matanya, semuanya begitu manusiawi dan dekat.

Film ini juga terasa sangat organik. Lotfy Nathan menggunakan pendekatan naturalistik. Misalnya, kamera handheld, departemen aktor non-profesional, dan dialog yang minim dramatisasi. Rasanya tuh ini kayak dokumenter ketimbang drama fiksi. Semuanya terasa nyata, dan oleh karenanya jadi lebih menghantam.

Nah, yang paling menghantam hatiku, momen saat Ali mengunjungi Skander di kawasan wisata. Dia berdiri di tengah keramaian para turis asing yang berlibur menikmati laut, matahari, dan kemewahan, sementara dirinya hanya dipandang sebagai gangguan. Bagi para pelancong itu, laut adalah tempat bersantai. Namun bagi Ali, laut adalah penghalang menuju hidup yang layak.

pada akhirnya, aku bisa simpulkan, ini adalah potret dari jutaan pemuda di Timur Tengah dan Afrika Utara yang merasa nggak punya masa depan di tanah kelahirannya. Ali hanyalah salah satu dari sekian banyak yang bermimpi menyeberangi laut, bukan karena ambisi, tapi karena keputusasaan.

Ketika kita hidup di dunia yang terus dibentuk sama narasi migrasi, diskriminasi, dan ketimpangan, Film Harka jadi semacam seruan. Bukan ajakan untuk bertindak heroik, tapi sebatas untuk melihat dan memahami bahwa di luar zona nyaman kita, ada realita yang menyakitkan.

Kalau kamu suka film dengan tema sosial yang tajam, performa aktor yang kuat, dan gaya bercerita yang jujur, Film Harka bisa masuk daftar tontonanmu. Selamat nonton, ya!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak