Review Film Maryam: Teror dan Cinta Gaib yang Mengikat Jiwa!

Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Review Film Maryam: Teror dan Cinta Gaib yang Mengikat Jiwa!
Poster film Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat (instagram.com/film.maryam)

Di tengah banjir film horor Indonesia yang sering kali mengandalkan jumpscare dan formula klise, Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat muncul sebagai angin segar yang mencekam sekaligus mendalam.

Dirilis pada hari ini, 18 September 2025 oleh VMS Studio, film garapan sutradara Azhar Kinoi Lubis ini bukan sekadar kisah hantu, melainkan eksplorasi gelap tentang cinta yang salah alamat.

Cinta dari dunia gaib yang berubah menjadi belenggu abadi. Diadaptasi dari podcast viral Lentera Malam episode "Belenggu Jin Kafir", film ini mengangkat pengalaman nyata seorang wanita bernama Maryam yang selama 26 tahun dihantui sosok jin Ifrit, makhluk supranatural dari kasta tertinggi iblis.

Dengan durasi 92 menit dan klasifikasi usia 17+, film ini tayang di bioskop seluruh Indonesia, menjanjikan pengalaman horor yang tak hanya bikin bulu kuduk merinding, tapi juga meninggalkan luka emosional yang tak mudah pudar.

Cerita dimulai dengan adegan pembuka yang langsung mencengkeram, visual hitam-putih ala film noir yang kontras dengan warna-warni modern, menggambarkan masa kecil Maryam di sebuah sekolah.

Surat-surat misterius muncul berulang kali, tak peduli dibakar atau dibuang, membawa bisikan gaib yang hanya terdengar olehnya.

Claresta Taufan, dalam debut layar lebarnya sebagai Maryam, menghidupkan karakter ini dengan intensitas yang luar biasa. Matanya yang penuh ketakutan, gerak tubuh yang gemetar, dan monolog batin yang tersirat membuat aku seakan merasakan isolasi Maryam sejak detik pertama.

Sejak lahir, Maryam hidup dalam bayang-bayang jin yang obsesif, sosok yang mengikatnya melalui janji kelam yang dibuat tanpa sadar. Sebuah ikatan yang bukan hanya fisik, tapi merasuk hingga ke jiwa.

Saat dewasa, teror itu semakin brutal: setiap pria yang mendekatinya berakhir tragis, pekerjaannya terganggu karena rekan kerja mengira ia "berteman" dengan setan, dan malam-malamnya dipenuhi bisikan posesif yang membuatnya mempertanyakan realitas diri sendiri.

Review Film Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat

Salah satu adegan di film Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat (instagram.com/film.maryam)
Salah satu adegan di film Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat (instagram.com/film.maryam)

Azhar Kinoi Lubis, yang sebelumnya sukses dengan film Di Ambang Kematian (2023) dan Labinak Mereka Ada di Sini (2025) membuktikan kepekaannya dalam meramu horor psikologis.

Untuk penulis naskahnya sendiri ditulis oleh Lele Laila dan Jamaluddin Daris menghasilkan naskah yang kaya riset dari sejarah jin era Nabi Sulaiman hingga konsultasi dengan akademisi Mesir sehingga elemen supranatural terasa autentik, bukan sekadar gimmick.

Film ini tak bergantung pada CGI berlebihan; malah, Lubis memanfaatkan tata suara yang imersif mulai dari bisikan rendah, derit pintu samar, dan detak jantung yang bergema untuk membangun ketegangan.

Visual hitam-putih di flashback bukan hanya estetika, tapi simbol kekelaman jiwa Maryam, membuat adegan sekolah terasa seperti mimpi buruk abadi.

Saat transisi ke warna, teror justru semakin nyata, mengingatkanku pada batas tipis antara trauma manusiawi dan gangguan gaib. Lokasi syuting di desa-desa terpencil menambah rasa claustrophobia, seolah-olah aku sebagai penonton ikut terperangkap dalam belenggu itu.

Pemeran pendukung turut mengangkat level film ini. Wafda Saifan Lubis sebagai sahabat Maryam yang setia membawa nuansa empati, sementara Debo Andryos dan Shaqueena Medina Lukman menambah lapisan misteri sebagai figur yang terlibat dalam upaya pembebasan.

Rukman Rosadi sebagai Kyai Saleh, sang paranormal, memberikan sentuhan spiritual yang bijak bukan hanya sekadar pahlawan instan, tapi sosok yang memaksa Maryam menghadapi trauma batinnya.

Maryam Supraba melengkapi ensemble dengan peran ibu yang penuh penyesalan, menggambarkan bagaimana kutukan gaib merembet ke keluarga. Claresta Taufan, bagaimanapun, adalah bintangnya.

Persiapannya yang matang termasuk ritual perlindungan spiritual terbayang dalam setiap frame; ia tak hanya berakting, tapi benar-benar "menjadi" Maryam, membuat aku bertanya-tanya apakah ini fiksi atau kenyataan.

Overall, Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat adalah horor yang inovatif, memadukan teror supranatural dengan psikologis mendalam. Ini bukan film yang membuatmu jerit-jerit lalu dilupakan; malah, ia meninggalkan pertanyaan: bagaimana jika cinta terbesar justru yang paling menghancurkan?

Dibandingkan horor Indonesia lain seperti Pengantin Iblis, film ini lebih emosional, kurang bergantung pada gore, dan lebih fokus pada ikatan jiwa yang tak terlihat.

Kekurangannya? Beberapa plot twist terasa prediktabel bagi penggemar genre ini, dan durasi singkat membuat resolusi terasa agak tergesa.

Namun, itu tak mengurangi daya pukulnya. Di tengah tren horor yang semakin matang di Indonesia, film ini layak jadi benchmark baru. Bukti bahwa kisah nyata bisa jadi senjata paling ampuh untuk mengguncang layar lebar.

Bagi pencinta horor, ini wajib tonton sih! Dari segi rating aku beri: 8.5/10. See you in next review, ya Sobat Yoursay!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak