Dalam gelapnya malam yang sunyi, sebuah rest area terpencil di pinggir jalan tol menjadi saksi bisu dari mimpi buruk yang mencekam. Itulah premis utama dari Rest Area, film horor Indonesia terbaru yang berhasil menyita perhatian penonton bioskop.
Disutradarai oleh Aditya Testarossa dalam debut penyutradaraannya yang menjanjikan, film ini tayang perdana di seluruh bioskop Indonesia pada 2 Oktober 2025.
Bagi para pencinta genre horor, khususnya yang menyukai elemen teen slasher dengan sentuhan supranatural, Rest Area menawarkan pengalaman yang memadukan ketegangan psikologis, teror visual, dan kritik sosial yang tajam.
Diproduksi oleh Mahakarya Pictures di bawah naungan produser Dendi Reynando, film ini bukan sekadar jumpscare, melainkan cerminan dosa masa lalu yang datang menagih.
Sinopsis Rest Area berpusat pada lima sahabat muda dari kalangan crazy rich mereka yang terbiasa dengan kemewahan dan pesta mewah tanpa batas. Pada suatu malam, kelompok ini memutuskan untuk melakukan road trip spontan menuju pesta eksklusif di luar kota.
Perjalanan yang seharusnya menyenangkan berubah drastis ketika kelelahan menyerang, memaksa mereka berhenti di sebuah rest area yang tampak sepi dan terbengkalai.
Bangunan tua dengan lampu neon yang berkedip-kedip, toilet kumuh, dan kabut tebal yang menyelimuti area itu seolah menyambut mereka dengan senyuman jahat. Yang awalnya hanya rencana singgah untuk minum kopi dan merokok, berubah menjadi jebakan maut ketika sosok misterius mulai mengintai dari kegelapan.
Hantu utama dalam film ini adalah "Hantu Kresek", makhluk gaib dengan wajah ditutup plastik kresek hitam yang robek-robek, melambangkan pembuangan sampah bukan hanya fisik, tapi juga moral. Hantu ini bukan antagonis acak; ia adalah manifestasi dari rahasia gelap kelima sahabat tersebut.
Dosa masa lalu mereka sebuah insiden tragis yang melibatkan pengabaian dan kekerasan terhadap seseorang dari kalangan bawah yang kembali menghantui. Saat teror berlanjut, rahasia demi rahasia terkuak: pengkhianatan, kecanduan, dan rasa bersalah yang selama ini mereka kubur dalam gaya hidup glamor.
Aditya Testarossa, yang juga menulis naskahnya, dengan cerdik mengintegrasikan elemen horor supranatural dengan thriller psikologis, di mana korban bukan hanya bertarung melawan hantu, tapi juga melawan diri sendiri.
Visual efek suara yang mencekam, seperti derit pintu rest area dan bisikan angin malam, semakin memperkuat atmosfer claustrophobic di lokasi syuting Ngawi, Jawa Timur.
Review Film Rest Area

Pemeran utama Rest Area didominasi oleh wajah-wajah segar dari generasi Z yang sudah akrab di layar kaca. Lutesha, yang dikenal dari peran-perannya di series remaja, memerankan tokoh utama perempuan bernama Mia seorang influencer ambisius yang menjadi pusat konflik emosional.
Ia mengaku proses pendalaman karakter yang dia perankan membuatnya merasakan siksaan nyata, terutama saat adegan konfrontasi dengan hantu.
Ajil Ditto, aktor pendatang baru yang sedang naik daun, berperan sebagai Raka, sahabat setia yang menyimpan rahasia terbesar.
Chicco Kurniawan melengkapi trio utama sebagai Dion, si playboy cuek yang pertama kali dihantui. Sementara itu, Julian Jacob dan Lania Fira memerankan pasangan sahabat yang penuh dinamika, mereka menambahkan lapisan romansa gelap di tengah teror.
Afrian Arisandy juga turut andil dalam peran pendukung, memperkaya ensemble cast yang semuanya berusia di bawah 25 tahun.
Kalau boleh jujur sih, akting para pemeran adalah salah satu kekuatan pada film ini, mereka berhasil menyampaikan nuansa "tengil" karakter crazy rich tanpa terlihat karikatural, meski chemistry antar mereka kadang terasa dipaksakan sih.
Proses produksi Rest Area dimulai pada 2024, dengan syuting utama di lokasi rest area asli yang dimodifikasi untuk menciptakan ilusi terkutuk.
Aditya Testarossa, mantan asisten sutradara di film-film indie, membawa pendekatan segar dengan menggabungkan mitos urban Indonesia seperti Hantu Kresek yang terinspirasi dari cerita rakyat tentang arwah korban pembuangan sampah ilegal dengan isu kontemporer seperti privilege kelas atas dan dampak media sosial.
Produser Dendi Reynando menekankan bahwa film ini ingin "melihat mereka tersiksa", merujuk pada karakter kaya yang biasanya lolos dari konsekuensi. Durasi film sekitar 95 menit, dengan rating usia 17+ karena konten kekerasan dan bahasa kasar.
Trailer yang dirilis sebulan sebelumnya sudah mencapai jutaan views di YouTube, membangun hype di kalangan penggemar horor lokal.
Rest Area memiliki visual teror yang kuat dan plot twist akhir yang satisfying, tapi sayangnya pacing di paruh pertama agak lambat.
Sebagai teen slasher yang mengangkat isu sosial, aku sangat menyesalkan potensi besar cast yang tak tergali secara maksimal.
Salah satu adegan klimaks di toilet rest area, yang kusebut paling bikin deg-degan sih sejak Pengabdi Setan. Finally, film ini berhasil membuktikan bahwa horor Indonesia masih punya ruang untuk beriovasi, meski belum mencapai level masterpiece.
Rest Area bukan hanya film horor; ia adalah pengingat bahwa kemewahan tak melindungi dari bayang-bayang masa lalu.
Buat kamu yang merencanakan nonton di bioskop seperti XXI atau CGV, jangan lewatkan kesempatan ini tapi ingat, setelahnya, rest area di jalan tol mungkin tak lagi terlihat biasa.
Dengan tiket mulai Rp35.000 - Rp50.000, film ini layak jadi pilihan akhir pekan yang mendebarkan. Apakah kelima sahabat itu selamat? Tonton sendiri untuk tahu jawabannya.