Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Meliana Aryuni
Ibu dan anak (pexels.com)

Pandemi covid masih saja berlanjut sampai sekarang. Sepertinya virus ini senang sekali bercokol di dunia. Padahal berbagai usaha dikerahkan untuk mencoba menekan menyebarannya. Namun, kenyataannya PPKM diperpanjang lagi. Hal ini pun terjadi di desa saya.

Desa saya terletak di antara perbatasan provinsi Lampung Barat. Meskipun tempat tinggal saya disebut desa, dampak covid pun kami rasakan. Apalagi sekarang, kecamatan saya dikategorikan sebagai zona merah. Pengajian TPA yang biasa saya jalankan, terpaksa dihentikan. Pengajian ibu-ibu yang diadakan setiap Jumat siang pun ditiadakan.

Sekolah yang tadinya mulai dibuka pun harus mengikuti instruksi Bupati. Jadilah desa ini seperti kota. Masyarakat banyak yang takut untuk berpergian. Ibu-ibu yang tadinya senang daring tidak lagi dijalankan, harus berjibaku kembali dengan kegiatan onlinenya. Termasuk saya, yang memiliki dua anak sekolah dasar.

Melihat dan menghadapi kenyataan itu, saya pun menjadi semangat untuk menuliskan kisah pahlawan terkini, yaitu ibu. Mengapa saya katakan ibu sebagai pahlawan terkini versi saya. Ini dikarenakan para ibu yang banyak mendampingi anaknya dalam belajar daring.

Memang ada beberapa ayah yang mendampingi anaknya belajar selama daring ini. Namun, dari kebanyakan yang saya tahu, ibu yang sering berada di sisi anak, sedangkan ayah mencari nafkah di luar.

Daring bagi seorang ibu bukanlah pekerjaan ringan loh. Ditambah lagi bila ibu itu memiliki lebih dari satu anak yang melaksanakan daring. Kerepotan sang ibu bertambah. Bukan hanya mengurusi rumah dan anak, dia pun harus menjadi pengajar bagi anak-anaknya.

Wajar saja jika emosi ibu sering menyertai pembelajaran daring dengan anaknya. Mau tidak mau, suka atau tidak, sang ibu harus berusaha menegakkan tubuhnya untuk melakukan banyak hal, juga menggunakan kedua tangan dan kakinya. Kadang mulut ikut-ikutan repot karena daring.

Daring adalah perjuangan yang harus dilakukan setiap hari oleh anak dan para ibu. Para ibu harus pandai mengolah waktu dan menyempatkan diri menjalani kehidupan dengan nyaman. Jangan salahkan para ibu jika rumah terlihat tidak rapi karena sibuk mengurusi daring anak-anaknya.

Bagi seorang ibu, yang terpenting adalah anaknya. Entah dia terlambat makan, yang penting anaknya sudah selesai makan. Selama daring di rumah, saya yakin banyak ibu yang mengalami keterlambatan makan atau kurang mengurus diri sendiri demi menghadapi tugas-tugas online si anak.

Maka, adalah penting menghargai seorang ibu pada masa sekarang ini. Lihatlah perjuangan yang telah mereka lakukan. Mulai dari bangun pagi, para ibu sudah harus menyiapkan sarapan, makan siang, membereskan rumah. Di sela-sela kegiatan itu, mereka akan mendengar teriakan untuk meminta bantuan dari anaknya. Dengan begitu, mereka harus berhenti mengerjakan tugas harian, ke tugas sekolah anak-anak.

Menurut saya patut sekali kata pahlawan itu disandingkan untuk sang ibu. Pekerjaan mulia yang tidak ada habisnya itu membuat para ibu harus kuat. Para ibu akan menolak penyakit dengan sendirinya, bergerak dan terus bergerak sampai dia tidak merasakan bahwa tubuhnya butuh istirahat.

Tak usahlah mencari pahlawan hebat di luar karena ada ibu yang patut kita banggakan. Mereka menjaga para anggota keluarga lebih dari diri mereka sendiri. Maka, mereka patut dihargai dan kita bisa melakukannya. Sebagai seorang ibu, penghargaan yang patut diberikan kepada para pahlawan covid di rumah adalah
1. Dengarkan keluhan mereka. Kadang mereka mengeluh bukan karena tidak sanggup menghadapi kesibukan yang dialami. Mereka tidak ingin pikiran mereka terbebani dengan sesuatu yang tidak disukai.
2. Bantulah pekerjaan yang bisa kamu bantu. Saya yakin, seorang ibu sebenarnya bisa melakukan banyak pekerjaan rumah dan itu terbukti. Namun, dengan membantu pekerjaan yang kamu bisa, sang ibu akan merasa senang menerimanya.
3. Biarkan sesekali para ibu menikmati kesukaannya. Beri ruang untuk mereka mengkreasikan hobi mereka. Bahkan kamu bisa menduku hobi itu.
4. Manjakan dengan pujian yang tidak basi. Pujian sederhana, yang sekadar membuat ibu tersenyum mendengarnya.
5. Jika kamu suaminya, sesekali ambil alih tugas sebagai guru untuk anakmu. Dengan demikian, kamu akan merasakan betapa berharganya seorang istri bagi kehidupan keluargamu.

Sahabat, tugas seorang ibu itu tidaklah mudah. Apalagi tugas-tugas itu dikerjakannya sendiri tanpa ada yang membantu. Ditambah tugas dari sekolah anak-anak yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi. Semuanya itu tidak akan menjadi beban sang ibu jika ayah bisa kerja sama.

Meliana Aryuni