Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Muhammad Ilyas Samando
Konvoi Persija Jakarta diiringi ratusan ribu Jakmania (Suara.com/Fakhri Hermansyah)

Jakmania, sebutan untuk suporter satu-satunya klub Ibukota yang berlaga di Liga 1 yakni Persija Jakarta. Jelas, sebagai klub yang mewakili warga Jakarta, Persija menjadi kebanggaan dan hiburan warga ibu kota dalam kancah olahraga sepak bola.

Salah satu pengalaman saya ketika nonton persija di layar kaca ialah ketika Persija Jakarta berlaga dalam laga persahabatan melawan RANS Nusantara, klub yang baru saja promosi ke Liga 1. Laga tersebut menjadi laga terakhir pasukan Thomas Doll sebelum mengarungi Liga 1 tahun 2022.

Pertandingan ini sekaligus ajang Grand Launching tim beserta seragam tim yang akan dipakai, dilaksanakan di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang. Bagaimana dengan saya? Jelas hanya dapat menonton pertandingan Persija melalui siaran televisi.

Sebelum saya menonton Persija, saya disuruh oleh orang tua saya untuk membeli gado-gado untuk makan. Berangkatlah saya membeli gado-gado dengan tv yang masih menyala beserta tayangan iklannya.

Sesampainya di rumah, saya mengambil nasi beserta gado-gado dan makan bersama orang tua saya dan adik saya, sambil menonton Persija.

“Ah, Persija kemarin main di Piala Presiden gak dapat poin sama sekali, masa Persija klub Ibukota jelek gitu mainnya," imbuh ayah saya

“Namanya pramusim, ya biarin aja nanti liat di Liga 1 mainnya bagus, kan kemarin juga Cuma pelapis yang main," saya berseloroh.

Saya tau bahwa, biarpun ayah saya bilang begitu, bukan berarti dia tidak suka Persija. Justru sebaliknya, dialah salah satu pendukung persija. Saya pertama kali diajak nonton Persija oleh ayah saya di Stadion Lebak Bulus. Kala itu Persija harus ditahan imbang 1-1 melawan PSDS Deli Serdang.

Terakhir kami menonton Persija saat Persija melawan Mitra Kukar di tahun 2018 yang mengantarkan Persija menjadi juara Liga 1 kala itu. Ayah saya jelas senang dan bahagia ketika keluar dai stadion karena Persija mengangkat trofi Liga 1.

Menikmati gado-gado sambil menonton Persija membuat saya berpikir kembali, bagaimana bisa ayah saya yang tidak mempunyai darah asli sebagai warga Jakarta senang menonton Persija dan ikut senang ketika Persija memenangkan pertandingan?

Latar belakang ayah saya merupakan asli dari Sumatera, Ibu saya dari Jakarta dan lahirlah saya beserta kedua adik saya. Kami sekeluarga kompak menonton dan mendukung Persija ketika berlaga. Tentunya kami sering menonton lewat televisi dibandingkan ke stadion.

Saya juga kembali berpikir bahwa beberapa teman saya yang orang tuanya bukan asli Jakarta pun ikut mendukung Persija.

Ada pula tukang bakso yang suka lewat ke rumah saya, sebut saja Mas Bro, dia juga senang menonton Persija dan mendukung Persija. Dia mengikuti perkembangan Persija dan kadang kami mengobrol sambil berseloroh soal pemain baru Persija.

Berpikir tentang latar belakang orang-orang yang tidak terikat darah dengan Jakarta namun mendukung Persija membuat saya mengingat kembali waktu dosen saya mengajar tentang konsep salad bowl, namun dosen saya lebih suka menggunakan kata gado-gado ketika menjelaskan konsep tersebut.

The Jakmania dan Gado-Gado

Saat itu kelompok saya disuruh untuk menjelaskan mengenai konsep Salad Bowl. Saya disuruh oleh teman saya untuk maju ke depan dan menjelaskan konsep tersebut. Tentunya saat itu saya gugup dan takut salah dalam menjelaskan. Untungnya dosen saya mengerti maksud penjelasan saya dan menambahkan maksud dari penjelasan saya kepada teman-teman kelas lainnya.

“Salad Bowl kalo kita mah nyebutnya gado-gado aja ya, gado-gado ini makanan yang di dalemnya ada berbagai macam sayuran, kangkung, timun, toge, kol, kacang panjang dijadiin satu jadilah gado-gado,” ucap dosen saya

Selanjutnya ia menjelaskan “Gado-gado ini biarpun dicampur, kita masih bisa lihat di dalemnya jika kita pisahkan satu-satu ketauan tuh mana kangkungnya, mana togenya, mana kolnya, sehingga kita bisa ngeliat bentuknya mana kol mana toge tapi jika disatuin ya jadi gado-gado”

“Maksudnya apa? Jadi orang-orang yang terintegrasi dalam satu budaya. Namun, kita bisa liat kalo orang-orang punya identitasnya masing-masing. Dia orang Jakarta, tapi kita bisa liat kalau dia aslinya orang Jawa atau orang Sunda, tapi mereka sama-sama orang Jakarta”

Penjelasan dosen saya langsung saya tangkap bahwa orang-orang di Jakarta memanglah beridentitas sebagai warga Jakarta, bekerja dan menetap di Jakarta hingga mereka terikat menjadi warga Jakarta. Namun di sisi lain mereka tetaplah mempunyai identitasnya sebagai seorang dengan latar belakang suku yang berbeda bahkan masih menggunakan bahasa daerahnya masing-masing.

Konsep Salad Bowl ini merupakan konsep yang menggambarkan kehidupan di kota-kota besar Amerika dengan berbagai macam latar belakang manusia dengan budaya yang berbeda, tapi disatukan sebagai orang Amerika. Ya dalam hal ini Amerika diibaratkan sebagai wadahnya dan orang-orang yang ada didalamnya sebagai saladnya.

Hal ini tentunya menjadi ciri khas bagi pendukung Persija Jakarta. Jika melihat beberapa klub lainnya seperti Persib Bandung, klub tersebut memakai nama Bandung dan didukung oleh kalangan masyarakat dari Provinsi Jawa Barat yang kebanyakan suporternya merupakan Suku Sunda. Atau daerah lainnya misal Persebaya dan Arema misalnya mereka mempunyai basis suporter untuk orang asli Surabaya dan Arema dengan bahasa mereka.

Jakmania seperti gado-gado, bukan untuk Suku Betawi, bukan untuk orang asli Jakarta. Semua bebas mendukung Persija Jakarta, mereka yang berbeda Suku ataupun Bahasa tetapi mempunyai keterikatan sebagai sebagai seorang yang hidup dalam kerasnya Jakarta.

Dalam hal ini gado-gado bukan saja sekadar makanan khas Jakarta tetapi gado-gado juga bisa dilihat sebagai betapa beragamnya masyarakat dengan latar belakang yang berbeda namun tetap dinaungi oleh sebuah rumah, yakni Jakarta.

Ya, gado-gado saja yang bermacam-macam isiannya jika diolah dengan baik maka dapat menghasilkan cita rasa yang begitu enak, begitu pula dengan masyarakat Jakarta, jika mampu bersinergi dan berkolaborasi dengan baik pastilah Jakarta menjadi lebih baik pula, khususnya Jakmania agar terus berbenah menjadi suporter yang bukan hanya besar pendukungnya, melainkan besar hatinya dalam menerima perbedaan.

Muhammad Ilyas Samando