Kehidupan di sekolah yang aman dan nyaman adalah syarat siswa bisa belajar dengan optimal agar potensinya berkembang. Akan tetapi, melihat maraknya kasus kekerasan seperti perundungan di kalangan siswa belakangan, regulasi untuk mencegah dan mengatasi kekerasan harus segera dikeluarkan.
Data-data menunjukkan kasus kekerasan di kalangan siswa dalam beberapa tahun ini begitu mengkhawatirkan. Data KPPA, 21.241 anak menjadi korban kekerasan di Indonesia pada 2022. Survei Asesmen Nasional Tahun 2023 mencatat 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen berpotensi mengalami perundungan.
Diperlukan regulasi yang jelas dan komprehensif untuk mencegah dan menangani kekerasan di sekolah. Peluncuran Merdeka Belajar Episode 25: Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) sebagaimana tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan menjadi harapan baru agar penanganan kekerasan lebih komprehensif.
Sasaran peraturan PPKSP adalah mengatasi dan mencegah kasus kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleran. Dalam hal pencegahan, ditetapkan hal-hal yang harus dilakukan oleh sekolah, Pemda, dan Kemdikbud. Sekolah wajib membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Pemda wajib membentuk Satuan Tugas (Satgas).
Anggota TPPK dibentuk dari perwakilan dari pendidik dan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali. Adapun Satgas terdiri atas unsur perwakilan dinas yang menyelenggarakan fungsi pendidikan, perwakilan dinas yang menyelenggarakan fungsi bidang perlindungan anak, dan perwakilan dinas yang menyelenggarakan fungsi bidang sosial dan organisasi atau bidang profesi yang terkait dengan anak.
Terkait penanganan kasus kekerasan, poin pentingnya adalah tentang bagaimana melakukan penanganan kekerasan yang berpihak pada korban agar mendukung pemulihan. Maka, di sini sangat penting agar petugas TPPK maupun Satgas memiliki rasa empati yang tinggi, sehingga rasa itu yang mendorong untuk bertindak dengan perspektif korban.
Ketika orang melihat kejadian perundungan seringkali tidak berani melapor karena takut menjadi korban berikutnya. Maka perlindungan pada pelapor juga harus dipastikan. Perlindungan terhadap orang tua, pendamping peserta didik maupun peserta didik yang melapor ini tertuang dalam Bab VI tentang Hak Korban, Pelapor, Saksi, dan Peserta Didik sebagai Terlapor dalam Penanganan Kekerasan.
Salah satu poin dari peraturan ini adalah pemberian definisi yang jelas untuk bisa membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, serta diskriminasi dan intoleransi. Hal ini tentu diharapkan bisa membuat semua pihak lebih peduli dan peka terhadap adanya bentuk-bentuk kekerasan yang mungkin selama ini terjadi namun belum disadari sebagai kekerasan.
Peran aktif orang tua
Berbicara upaya mencegah dan menangani kekerasan di sekolah, tidak boleh dilupakan peran orang tua yang diharapkan bisa bersinergi dengan sekolah dalam melakukan pencegahan. Dalam impementasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 ini, orang tua bisa berperan aktif dengan cara bergabung menjadi anggota TPPPK sebagai perwakilan dari orang tua di sekolah anak masing-masing.
Kepedulian orang tua dalam mencegah kekerasan di sekolah bisa dilakukan dengan mendorong dan memastikan bahwa sekolah anaknya sudah membentuk TPPK dan sudah terbantuk satgas di pemerintah daerah.
Di lingkungan keluarga, orang tua harus konsisten memberi pengetahuan terkait kekerasan agar mencegah anak menjadi pelaku. Selain itu, penting memberi panduan pada anak tentang apa yang harus dilakukan ketika menjadi korban kekerasan maupun saat melihat temannya menjadi korban.
Sekolah yang aman dan nyaman tanpa kekerasan harus dibangun dan diupayakan bersama. Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 kita harap menjadi awal gerakan bersama baik itu peserta didik, pendidik, pemerintah daerah, orang tua, dan seluruh masyarakat dalam mencegah terjadinya kekerasan di dunia pendidikan.
Baca Juga
-
Refleksi Hardiknas 2025: Literasi, Integritas, dan Digitalisasi
-
The Nutcracker and The Mouse King: Dongeng Klasik Jerman yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Membentuk 'Habit' Anak Indonesia Hebat
-
17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah
-
Ulasan Buku Karya Rebecca Hagelin: Tips Melindungi Anak dari Konten Negatif
Artikel Terkait
-
Aksi Bunuh Diri dan Kekerasan Seksual Marak Terjadi di Jogja, Kampus Diminta Aktifkan Satgas
-
Brakkk! Trio Bocah Ingusan Tabrak Truk Tronton di Klaten Gara-gara Boncengan Bertiga
-
Hanya Masuk Big Four di Ajang America's Got Talent, Putri Ariani Tetap Bersyukur: Ini Jadi Permulaan
-
Dituding Salahi Aturan, Warga Demo Tolak Pembangunan Sekolah Kristen di Parepare
-
Belajar Dari Kasus Dini Sera - Ronald Tannur, Ini 6 Cara Keluar Dari Hubungan Toxic
Kolom
-
Daster Bukan Simbol Kemalasan: Membaca Ulang Makna Pakaian Perempuan
-
Ekosistem Raja Ampat Rusak Demi Nikel, Masihkah Perlu Transisi Energi?
-
Mainan Anak dan Stereotip Gender: Antara Mobil-mobilan dan Boneka
-
Qurban di Zaman Digital: Tantangan dan Harapan Generasi Muda
-
Makna Kurban dalam Kehidupan Modern: Antara Ibadah dan Kepedulian Sosial
Terkini
-
Jennie BLACKPINK Tembus Daftar Album Terbaik Rolling Stone 2025
-
6 Drama China yang Dibintangi Pan Meiye, Beragam Peran
-
Novel Peniru dan Pembunuhan Tanpa Jasad: Uji Moral dan Permainan Psikologis
-
4 Ide OOTD Stylish ala Shin Soo Hyun untuk Gaya Nyaman Saat City Trip!
-
Tom Felton Perankan Draco Malfoy Lagi Lewat Harry Potter versi Broadway