Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Tika Maya Sari
Ilustrasi gotong royong (Pixabay/CJMM)

Sebagai penikmat tembang-tembang campursari dan genre uyon-uyon sebagaimana lullaby di siang hari, saya kerap terpukau dengan keindahan diksi-diksinya. Baik dengan adanya sisipan pantun Jawa, wangsalan atau slang sehari-hari dalam Bahasa Jawa, hingga peribahasa dan frasa-frasa cantik. Semisal saja kalimat holopis kuntul baris.

Jujur saja, saya enggak ngerti apa maknanya. Kalau kuntul sih saya tahunya adalah bangsa burung bangau, dan itu pun baru saya tahu namanya ketika melihat segerombolan burung di area persawahan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Sebab, di daerah saya enggak ada sih.

Holopis kuntul baris saya temui dalam dua langgam campursari lawas, yaitu Gugur Gunung karya Tjokro Warsito, dan Kuncung karya Didi Kempot.

Gugur Gunung sendiri menggambarkan situasi gotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan tujuan bijak membangun negara. Pemilihan diksi legowo yang bermakna sukarela pun turut menambah citarasa adat ketimuran, dan identitas masyarakat yang senantiasa hidup. Iramanya yang mendayu-dayu, ditambah dengan energi kesederhanaan yang kuat, seakan menegaskan kedigdayaan gotong royong yang kuat.

Sementara Kuncung menggambarkan kehidupan masa kecil sang maestro campursari, yakni Didik Prasetyo alias Didi Kempot kecil. Kehidupan di pedesaan yang sederhana, bahkan boleh dikata agak kekurangan, tetapi dibalut akan semangat dan gotong royong antar warganya. Hal inilah yang menimbulkan rasa damai, dan selalu berkesan dalam hati. Tentunya, beragam kisah yang bisa disampaikan dari generasi ke generasi yah tentunya.

Mengutip dari laman resmi UGM, holopis kuntul baris menggambarkan sekumpulan burung kuntul yang terbang dan membentuk formasi pola runcing. Hal ini menciptakan filosofi simbol usaha bersama untuk menyelesaikan masalah. Kasarannya ya gotong royong itu sendiri.

Sebagaimana praktiknya yang terus berjalan di masyarakat kita. Filosofi gotong royong ini seakan menjadi identitas masyarakat Indonesia baik sejak dulu maupun hingga kini. Wujudnya pun macam-macam, entah gotong royong kerja baik, bersih desa, membangun rumah, hingga tetek bengek pesta hajatan yang disebut rewang. Yah, macam-macamlah istilah ya.

Namun, bukan hanya sekadar mengeluarkan tenaga, dana, dan kebersamaan yang kuat, gotong royong juga senantiasa dibumbui dengan drama dan informasi. Oleh sebab itulah, dengan berpartisipasi dalam gotong royong, kita kerap mendapatkan informasi gratis seputar banyak hal.

Semisal saja, dalam kegiatan gotong royong yang melibatkan segenap masyarakat, ada berbagai profesi yang ikut andil. Entah pegawai pabrik, petani, blantik atau penjual ternak, sopir, bahkan mungkin aparatur negara. Kita akan mendengar opini mereka, bahkan mungkin informasi mengenai profesi mereka. Semisal tatacara menanam padi, harga jual cabai terkini, harga jual ternak terbaru, ruas jalan yang baru diresmikan, sampai mungkin kisah horor pak polisi kala jaga malam. Apapun itu.

Makanya, gotong royong ini bukan hanya sekadar absensi dan setor wajah saja, melainkan sebagai ajang bertukar pendapat dan informasi juga. So, menurutmu gimana?

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tika Maya Sari