Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ahmad Dyandra Rama Putra Bagaskara
Ilustrasi tambang minyak laut Rusia (Pexels/Jan-Rune Smenes Reite)

Negara-negara G7, Uni Eropa, dan Australia resmi membatasi harga minyak laut Rusia. Kebijakan tersebut resmi diberlakukan pada Senin (5/12/2022). 

Pada Jumat (2/12/2022) negara-negara G7, Uni Eropa, dan Australia juga telah lebih dulu menyetujui batas harga minyak Rusia sebesar 60 dolar Amerika atau sekitar Rp 923.523 per barel. Itu berarti, Rusia tidak boleh menjual minyaknya melebihi batas harga yang telah ditetapkan. 

Menyadur Al Jazeera, hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menekan perekonomian Rusia agar dapat mengurangi biaya operasi militernya kepada Ukraina. Pasalnya, pembatasan harga minyak tersebut akan membuat Rusia lebih sulit untuk menjual minyaknya dengan harga yang tinggi. 

Selain itu, sebagian besar pendapatan Rusia juga diperoleh dari hasil ekspor minyak ke seluruh dunia, terutama ke Eropa. Itu berarti, pembatasan harga minyak tersebut akan memberi dampak buruk bagi perekonomian Rusia. Akibatnya, Rusia juga akan kesulitan memperoleh dana untuk membiayai perang. Oleh karena itu, negara-negara G7, Uni Eropa, dan Australia berharap kebijakan tersebut dapat menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina.

1. Volodymyr Zelenskyy kurang puas

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy (Instagram/@zelenskiy_official)

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan bahwa upaya pembatasan harga minyak Rusia merupakan upaya yang sia-sia. Ia menilai bahwa jumlah batas harga yang telah ditetapkan terlalu besar. Pasalnya, dengan batasan harga minyak yang telah ditetapkan, Rusia masih akan memperoleh banyak dana dari hasil penjualan minyaknya sebesar 100 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp1,5 triliun per tahun. 

BACA JUGA: Berapa sih Mas Kawin dari Anak Presiden? Intip Jumlah Mas Kawin Kaesang Pengarep yang Dispill Pihak KUA

Zelenskyy menganggap jumlah tersebut masih cukup untuk mendanai operasi militer Rusia kepada negaranya. Padahal, Polandia beserta negara-negara Baltik telah mengusulkan batasan harga minyak sebesar 30 dolar Amerika atau sekitar Rp 463.632 per barel. Sayangnya, usulan tersebut tidak disetujui.

2. Rusia tidak gentar

Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak (Twitter/@MinenergoGov)

Meskipun pembatasan harga minyak telah diberlakukan, Rusia tetap enggan menjual minyaknya berdasarkan batas harga yang telah ditetapkan. Bahkan, Rusia juga dikabarkan tak akan segan-segan untuk mengurangi produksi minyaknya kepada dunia. Hal tersebut tentunya merupakan sebuah bahaya. Pasalnya, saat ini, Rusia merupakan negara pengekspor minyak terbesar ke-2 di dunia setelah Arab Saudi. 

Selain itu, Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengatakan bahwa pembatasan harga minyak yang telah dilakukan G7, Uni Eropa, dan Australia merupakan tindakan yang melanggar aturan perdagangan bebas (free trade). Novak juga mengatakan bahwa pembatasan harga minyak  hanya akan membuat situasi pasar minyak global makin tidak stabil.

Lebih lanjut, Novak mengatakan bahwa Rusia tidak akan menjual minyaknya kepada negara-negara yang tidak mau bekerja sama. Itu berarti, Rusia berencana untuk tidak akan menjual minyaknya kepada negara-negara G7, Uni Eropa, dan Australia. Namun, Rusia akan tetap menjual produk minyaknya kepada negara yang mau bekerja sama dengan mereka. “Kami akan tetap menjual minyak bumi kami hanya kepada negara-negara yang akan bekerja sama dengan kami,” ucap Novak melansir Reuters.

Video yang mungkin kamu lewatkan.

Ahmad Dyandra Rama Putra Bagaskara