Tertutup ruang di masa silam, mengingat kembali ziarah akal budi, air raksa tumpah sekujur tubuh lunglai, lemas, tak awet sama sekali. Cerita tentang Rahyuwana, Gandewa dan Rama Patih, lenyap seketika bersama deru lenyap kemudian.
Di setiap sudut kulihat ada ikatan, ikatan tentang sebuah kelahiran, yang lahir menggantikan yang mati, yang mati tumbuh dalam sanubari, ingatan-ingatan dan kenangan merajai, derita menumpuk di antara tarian-tarian kebahagiaan, mereka bergumul bersama, berdua, beriringan.
Setiap kali melewati ruang kedap suara begitu pelan tawanya, ditahan raut masamnya, ditahan keluh kesahnya, menangis di antara semak-semak yang tumbuh di depan pintu, yang hijau meraya tangkainya, dan kering keriput daunnya.
Pergumulan tetaplah pergumulan, tidak akan tergantikan oleh ruang-ruang sepi, ia mengikat satu sama lain, menyeret senyap dalam kepedihan menuju ruang cerita yang riuh dengan canda – tawa, disambut telapak tangan yang selalu berjumpa, dan saling mengikat di antara mereka.
Rumah pinggil kali, 2021
Baca Juga
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
3 Alasan Kenapa Kamu Harus Ikut Andil dalam Gerakan Jaga Hutan
-
Ulasan Novel Selamat Tinggal: Ketika Hukum Tak Lagi Gagah dalam Kebenaran
-
Premier League: Altay Bayidir Blunder, Ini Kata Pelatih Manchester United
-
4 Rekomendasi Serum yang Ampuh Redakan Jerawat dan Lawan Penuaan
-
Siap Jajal Persijap Jepara, Marc Klok Ungkap Target Utama Persib Bandung