Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku "Sesuatu di Kota Kemustahilan" (Dokumen pribadi/Sam Edy)

Menjaga hubungan baik dengan sesama merupakan hal yang mestinya selalu kita upayakan. Jangan sampai hanya gara-gara masalah sepele, hubungan kita dengan orang lain yang sebelumnya terjalin dengan baik, mendadak retak dan tak lagi saling bertegur sapa.

Mungkin di antara kita pernah ada yang mengalami hal demikian. Misalnya, pernah berkonflik dengan teman, lalu setelahnya hubungan menjadi tak lagi seakrab dulu, bahkan salah satunya memilih untuk menjauh.

Menurut saya, hal terpenting yang seyogianya direnungi adalah: ketika suatu hari kita berkonflik dengan seseorang, berusahalah untuk segera menyelesaikan masalah (konflik) tersebut, selesaikan secara baik-baik. Memang sih, ada saja orang yang sepertinya enggan diajak berbaikan ketika sedang berkonflik dengan orang lain. 

Kalau saya pribadi sih, berusaha untuk berbaikan dengan siapa saja. Terserah bagaimana tanggapan orang tersebut nantinya. Seumpama dia tetap tak mau berdamai, itu bukan urusan kita, yang penting kita sudah beriktikad untuk berdamai dan tak bermusuhan dengannya.

Menjaga hubungan baik dengan semua orang memang bukan perkara mudah, butuh perjuangan untuk menahan diri dari melukai sesama. Misalnya, menahan diri tidak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan.

Ada sebuah kisah menarik yang saya peroleh dalam buku kumpulan cerpen berjudul Sesuatu di Kota Kemustahilan karya Rosi Ochiemuh. Salah satu cerpen yang menarik disimak berjudul Perihal Pedas. Berkisah tentang curahan hati seorang karyawan perempuan yang memiliki bos arogan, suka bicara dengan kalimat menyakitkan, marah-marah, dan enggan mendengarkan penjelasan karyawannya. Misalnya, saat dia telat tiba di kantor, si bos langsung marah-marah dan tak mau mendengar penjelasan atau alasan keterlambatannya itu.

Berikut ini saya kutip sebagian paragrafnya:

“Kamu pikir bisa seenaknya pergi ke kantor? Kamu pikir saya akan dengarkan semua curhatan kamu di jalan raya, ha? Lihat dong kerjaan jam delapan pagi sudah menumpuk. Jika kamu tunda karena menjelaskan hal tak berguna itu, habis waktunya. Saya bertanya dan tak perlu penjelasan!”

Bagi karyawan perempuan itu, kata-kata si bos memang terasa pedas dan menyakitkan. Bahkan mungkin terasa lebih pedas dari semua jenis makana kesukaannya. Baginya, hanya satu rasa pedas yang tidak bisa dilawan dengan segenap hati, yakni yang dikeluarkan dari lidah atasan kerjanya alias di bos yang arogan tersebut.

Kisah si bos yang arogan dan gemar bicara kasar kepada karyawannya tersebut semoga menjadi bahan renungan bagi para pembaca, agar selalu berusaha menjaga pergaulan dengan sesama tanpa saling menyakiti. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat.

Sam Edy Yuswanto