Awalnya aku tidak berharap akan menemukan sesuatu yang lebih dari novel ini. Karena kebanyakan cerita bergenre fiksi remaja memang tidak jauh dari persekolahan dan segala kisah cinta mereka. Novel karya Irena Tjiunata ini juga menceritakan tentang seorang siswi kelas akselerasi yang berpacaran dengan teman sekelasnya bernama Surya.
Luna adalah anak dari seorang pengusaha peleburan besi yang terancam bangkrut karena banyak karyawan yang jatuh sakit oleh panasnya tempat mereka bekerja. Para pekerja mogok dan menuntut asuransi kesehatan untuk semua karyawan.
Di sekolah, Luna selalu diperlakukan semena-mena oleh Surya. Bahkan Luna diancam agar dengan sengaja menjawab salah soal ulangan agar nilai Surya lebih tinggi darinya. Luna yang takut pada Surya menuruti semua itu. Sampai pada akhirnya perusahaan orang tua Luna semakin jatuh dan terpaksa berutang pada keluarga Surya yang sudah lama mereka kenal dan menjadi rekan bisnis.
BACA JUGA: Ulasan Novel Catastrophe: Permainan Takdir yang Tidak Bisa Dilawan
Cerita ini bergulir dan sedikit demi sedikit membuka jawaban dari beberapa adegan yang menimbulkan pertanyaan di awal. Untuk secara keseluruhan, cerita ini bukan sesuatu yang wah, mengingat novel ini juga terbitan lama. Ide cerita dan nama tokohnya juga mungkin terlalu pasaran untuk cerita masa sekarang.
Aku suka pesan yang ingin disampaikan penulis lewat novel ini, bahwa semua anak punya kecerdasan berbeda-beda. Ada yang cerdas di bidang akademik dan ada yang cerdas di bidang seni. Seperti bermain alat musik, bernyanyi, atau melukis. Dalam novel ini beberapa kecerdasan berbeda dirangkum sehingga menambah pemahaman baru untuk pembaca.
Namun, aku sedikit bosan ketika membaca cerita ini di awal sampai pertengahan. Aku baru bisa menikmati cerita mendekati akhir. Ada beberapa hal yang membuatku merasa kurang, yakni konflik cerita yang terlalu melebar dan adegan-adegan yang menurutku tidak terlalu penting. Seperti pakaian seksi Jo saat acara ulang tahun Kiki dan adegan Angkasa dan Luna pergi menemui Jo yang ternyata dilecehkan ayah Kiki.
Aku paham, mungkin penulis ingin memberi edukasi, tapi kurang tepat kalau dijejalkan semua di novel ini. Edukasi tentang kecerdasan anak yang beragam dan bagaimana anak harus memilih sesuatu sesuai minat mereka, menurutku sudah cukup. Konflik ini seharusnya bisa dipertajam sehingga lebih kena ke pembaca.
Tertarik membacanya?
Baca Juga
-
Tuai Hujatan Karena Menang MCI, Pantaskah Belinda Diperlakukan Demikian?
-
Ulasan Novel Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Kental dengan Nilai Sejarah dan Pengabdian
-
Ulasan Novel Rooftop Buddies, Pengidap Kanker yang Nyaris Bunuh Diri
-
Berkaca pada Kasus Bunuh Diri di Pekalongan, Dampak Buruk Gadget bagi Anak
-
Ulasan Novel Mata di Tanah Melus, Petualangan Ekstrem di Negeri Timur
Artikel Terkait
-
3 Manfaat Menggunakan Prolog pada Novel yang Kita Tulis
-
Meskipun Bagus, Ini 4 Hal yang Membuat Novel Kita Kurang Diminati Pembaca
-
4 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Menerbitkan Novel, Sudah Tahu?
-
5 Tips agar Tokoh yang Dibuat Menjadikan Novel Kita Berkualitas
-
5 Cara Mengedit Naskah Novel yang Baik, Penulis Wajib Tahu!
Ulasan
-
Novel Semesta Terakhir untuk Kita: Ketika Ego dan Persahabatan Bertarung
-
Years Gone By: Ketika Cinta Tumbuh dari Kepura-puraan
-
Ulasan Buku My Olive Tree: Menguak Makna Pohon Zaitun bagi Rakyat Palestina
-
Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!
-
Ulasan Novel Terusir: Diskriminasi Wanita dari Kacamata Budaya dan Sosial
Terkini
-
Evaluasi Tanpa Jeda: Sikap Nekat Pemerintah soal MBG
-
Sinopsis Silent Honor, Drama China Genre Politik yang Dibintangi Yu He Wei
-
Review Samsung Galaxy S25 FE: Flagship Samsung Paling Worth It di Kelasnya
-
Drama Pasca Cerai: Arhan Galau Maksimal, Zize Liburan Cuek Bebek di Jepang
-
Indra Sjafri Kembali! Mampukah Pertahankan Emas SEA Games di Kandang Thailand yang Penuh Dendam?