Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Sam Edy
Ilustrasi Buku 'Kembang Selir'. (Dok. Pribadi/samedy)

Membangun sebuah rumah tangga memang tidak mudah. Butuh kesabaran tingkat tinggi, terlebih ketika belum memiliki rumah sendiri dan masih tinggal serumah dengan mertua. 

Tinggal satu atap dengan mertua, tentu banyak tantangan dan ujiannya. Seorang menantu harus berusaha menata dan menjaga hati, juga menjaga lisan, agar jangan sampai mengucapkan kata-kata atau bersikap yang dapat melukai hati sang mertua.

Bicara tentang kehidupan rumah tangga, memang idealnya setelah menikah kita tinggal di rumah sendiri, atau bila belum mampu membeli rumah, minimal mengontrak sebuah rumah. Meski rumah sederhana tak menjadi masalah. Terpenting kita memiliki kebebasan melakukan hal-hal yang tidak membuat kita merasa sungkan atau tidak berkenan di hati mertua.

BACA JUGA: Ulasan Buku Terapi Malas Dosis Tinggi, Berhenti Menjadi Manusia Pemalas

Ada sebuah cerita pendek menarik yang bisa disimak dalam bukuKembang Selir’ karya Muna Masyari. Cerita pendek berjudul ‘Burung Tua’ mengisahkan peliknya hubungan antara menantu dan mertua yang harus hidup seatap.

Dikisahkan, seorang istri harus berusaha berlapang dada tinggal serumah dengan ibu mertua yang memiliki karakter yang berseberangan. Inilah yang kemudian memicu konflik di antara mereka.

Salah satu konflik yang muncul misalnya ketika ibu mertua sedang punya hajat, menggelar acara selamatan dengan memasak Tajin Sappar (berupa tajin merah-putih berisi bulatan-bulatan kenyal). Sebuah tradisi di sebuah daerah dalam menyambut bulan Safar dengan tujuan menolak sial atau nahas. Berikut petikan ceritanya:

Selama Bulan Safar itu, setiap harinya, ada saja yang datang mengantarkan sepiring-dua piring Tajin Sappar ke rumah ini. Lain waktu, ibumu ikut membantu di rumah tetangga yang sedang memasak tajin serupa. 

Tahun berikutnya, di bulan yang sama, tradisi itu terus dilestarikan sebagaimana lomba panjat pinang di hari kemerdekaan. Bahkan tahun ini, ibumu masih antusias menyambut Bulan Safar dengan perencanaan memasak tajin yang diyakini sebagai penolak bala dan penangkis nahas.

BACA JUGA: Review Novel 'Fighting, Son Seng Nim!', Lika-liku Seputar Kehidupan Guru

Sebenarnya ada alasan tertentu, mengapa sang istri tak menyukai acara masak-memasak di rumah tersebut. Yakni, tanaman hiasnya akan rusak karena kedatangan para tetangga dan anak-anak kecil yang biasanya gemar merusak tanaman. Ia cemas rumahnya ramai dengan orang-orang yang akan merusak tanaman hiasnya yang sudah susah payah ia rawat dengan baik.

Tak ayal, perdebatan sengit pun terjadi antara pasutri tersebut. Usulan istri agar tidak perlu memasak Tajin Sappar dan memesan saja pada tukang bubur sebanyak yang dikehendaki tak disetujui sang suami. 

Kisah menantu yang harus memiliki keluasan hati hidup seatap dengan suami dan mertua dalam cerpen ‘Burung Tua’ tersebut meninggalkan pesan berharga bagi pembaca, misalnya tentang pentingnya toleransi terhadap perbedaan dan juga perihal keterbukaan dalam segala hal dengan pasangan. 

Masih banyak cerpen menarik lain karya Muna Masyari yang diterbitkan oleh Diva Press (Yogyakarta, 2023) ini. Misalnya cerpen ‘Kandung Kembar’ yang masih bertutur tentang kehidupan rumah tangga yang begitu pelik. Salah satu konflik yang dimunculkan misalnya perihal buah hati yang tak kunjung hadir dalam sebuah pernikahan yang telah berusia delapan tahun. Selamat membaca dan menemukan pesan-pesan berharga dalam buku ini.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy