Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Sam Edy
Ilustrasi buku 'Hampir Fotografi'. (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Banyak orang menyukai fotografi. Terlebih para kaum muda di era serba digital seperti sekarang ini. Saya juga termasuk salah satu orang yang sangat menyukai dunia fotografi, sejak masih muda dulu dan sejak belum ada ponsel pintar dan jaringan internet.

Bagi para penyuka fotografi, penting untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan tentang cara menciptakan foto-foto yang pas, menarik, dan bernilai seni tinggi. Maka, membaca buku-buku tentang dunia fotografi menjadi salah satu cara untuk meningkatkan wawasan kita tentang cara menggunakan kamera dengan baik dan efisien.

Buku ‘Hampir Fotografi’ karya Jerry Aurum ini misalnya, menarik dibaca dan dapat menjadi salah satu panduan yang akan meningkatkan pemahaman kita tentang seputar dunia fotografi beserta segala pernak-perniknya. 

BACA JUGA: Review Buku "Kepemimpinan Pendidikan Islam Perspektif Aqaid Lima Puluh"

Menurut Jerry, foto, sebagaimana lukisan atau seni dua dimensi lainnya, adalah bagian dari karya seni rupa yang telah mendunia. Namun karena tujuan memotret berbeda-beda, seni dan aturan memajangnya juga jadi ikut berbeda-beda.

Dalam buku terbitan Gramedia ini, Jerry Aurum buka-bukaan tentang fotografi dalam bahasanya sendiri: apa adanya, ringan, lucu, berilmu, dan sangat personal. Dilengkapi dengan lebih dari 70 foto terbaiknya, yang sebagian belum pernah dipublikasikan. Fotografer paling berpengaruh di negeri ini berbicara tentang aturan fotografi dan bagaimana cara melanggarnya, pendekatan terhadap subyek foto, tekad berkarier, fotografi jalanan, dan lain sebagainya.

Menurut Jerry, dunia fotografi mungkin perlu berterima kasih pada socmed. Social media telah menempatkan fotografi sebagai kendaraan penting dalam berteman di alam maya. Saya sepakat sih, dengan pendapat Jerry.

Kita bisa melihat media sosial seperti Instagram yang sepertinya lebih banyak dijadikan sebagai ajang untuk memamerkan hasil foto-foto terbaik dari para penyuka fotografi. Mulai dari foto-foto mereka saat berada di berbagai tempat wisata, hingga foto-foto saat berada di restoran, hotel, dan seterusnya.

BACA JUGA: Ulasan Buku 'Cashflow Quadrant', Panduan Mencapai Kebebasan Keuangan

Hal yang tak boleh diabaikan selanjutnya adalah ketika hendak memajang sebuah foto, di dinding misalnya, ternyata ada tata caranya. Sebuah foto yang bagus bisa menjadi hilang nilai keindahannya bila kita keliru memilih bingkai atau salah dalam menempatkannya.

Bingkai yang salah bisa pula menghancurkan foto. Bayangkan foto hitam putih dengan komposisi grafis yang kuat dipadu dengan bingkai besar emas berukir a la Yunani. Atau gampangnya, bayangkan makan steak dengan sumpit, atau makan nasi goreng campur eskrim di atasnya (hlm. 99).

Menurut saya, buku berisi kumpulan esai seputar fotografi ini cukup asyik dibaca dan dinikmati, karena gaya bahasa yang digunakan oleh penulis begitu ringan, santai, juga sesekali dibumbui banyolan yang bisa bikin pembaca tersenyum saat membacanya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy