Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sam Edy
Buku 'Ulat yang Penyabar' (siplahtelkom.com)

“Tak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan serupa, tapi balaslah kejahatan dengan kebaikan.” Itulah di antara pesan berharga yang dapat kita petik dalam buku berjudul ‘Ulat yang Penyabar’ karya Gita Rani Kusumawardhana. 

Buku yang diterbitkan oleh Loka Aksara (Tangerang, 2019) ini berisi dua buah cerita fabel, yakni “Ulat yang Penyabar” dan “Kura-kura yang Tamak”. Dalam buku ini hewan-hewan dapat berbicara layaknya manusia. Pemilihan dunia hewan dimaksudkan agar anak-anak lebih mencintai dunia fauna, di samping mengambil teladan kebaikan dari perilaku tokoh cerita. Penulis buku ini berharap, semoga cerita ini bermanfaat bagi pembaca.

“Ulat yang Penyabar”bercerita tentang seekor ulat kecil yang kehadirannya tidak disukai oleh para penghuni pohon. Hanya satu hewan yang peduli padanya yakni seekor lebah, yang berusaha merawatnya mulai dari berupa telur kecil hingga akhirnya menetas menjadi seekor ulat yang buruk rupa (berwarna cokelat kehitaman).

Karena fisiknya yang buruk itulah, para penghuni pohon seperti belalang, laba-laba, semut dan kumbang kerap menghinanya. Namun, ulat berusaha bersabar atas perlakuan buruk mereka, bahkan di akhir cerita ulat yang akhirnya berubah menjadi seekor kupu-kupu yang sangat cantik itu mau menolong para penghuni pohon yang tengah bingung mencari sumber makanan yang baru. Hal ini karena tempat lama yang menjadi sumber makanan selama ini telah mengalami kekeringan akibat kemarau panjang.

BACA JUGA: Menguak Kisah Masa Belajar Para Ulama Nusantara dalam Buku 'Sang Guru'

Tentu saja, kebaikan si ulat yang telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang sangat indah itu membuat para penghuni pohon tersebut merasa bersalah dan akhirnya meminta maaf padanya. 

Seekor kumbang bahkan mempertanyakan alasan pada ulat, mengapa ia mau membantunya, padahal sebelumnya ia dan teman-temannya pernah berbuat jahat padanya. “Kami pernah berbuat jahat padamu, tapi mengapa kamu mau mebantu kami?” kata kumbang. 

Kupu-kupu lantas menjawab, “Aku tidak pendendam. Lebah mengajariku hal itu. Lebah juga mengajari aku supaya tidak membeda-bedakan sesama makhluk. Selama aku masih mampu, aku harus membantu yang membutuhkan, karena kita tidak akan tahu kapan kita membutuhkan bantuan makhluk lain. Aku tidak akan meminta pamrih atas bantuanku. Lebah telah menanamkan sikap ini sejak dulu”.

Kisah tentang kebaikan ulat kepada para hewan yang telah menghinanya semoga dapat kita jadikan pelajaran berharga. Bahwa membalas kejahatan dengan kebaikan itu lebih mulia daripada membalas kejahatan dengan kejahatan serupa.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy