Asrama Hagers, salah satu novel dengan POV (Point of View) pertama yang membuat saya jatuh cinta. Padahal, saya tidak menyukai genre horor. Namun Keza Felice sebagai penulia berhasil membuat saya terpikat bahkan sejak membaca blurb.
Asrama Hagers bercerita tentang Aletta, gadis yang hidup di asrama yang dulunya menjadi pembuangan janin PS (Pekerja Seks) yang alami KTD (Kehamilan Tidak Direncanakan) saat bekerja. Sebab tidak ingin tanah lapang itu tidak berguna dan menjadi tempat dosa seperti ini, Inggarwati menyulapnya menjadi asrama untuk para siswa menuntut ilmu.
Membaca Asrama Hagers membuat saya seperti melihat ke diri sendiri. Sama seperti Aletta, beberapa kali saya juga sering merasa begitu berbeda dengan anak-anak lain. Namun bedanya, Aletta tidak sama seperti teman-temannya karena ada makhluk yang terus mengintainya. Sementara saya tidak memiliki kemampuan mistis atau diikuti oleh makhluk astral seperti itu.
Menulis dengan POV 1 tidak mudah. Namun Keza berhasil menyusun kata demi kata hingga menjadi kalimat dan paragraf yang begitu mengalir. Sudut pandang penceritaan seperti ini membuat cerita ini begitu nyata dan mengalir. Hingga tanpa sadar, ada kejutan-kejutan baru di bab berikutnya. Seperti misalnya, meninggalnya Inggarwati sang pemilik asrama dan beberapa orang di sekitar Aletta.
BACA JUGA: Roblox: Game Multiplayer yang Cocok Dimainkan Anak-anak dan Dewasa
Sehingga novel terbitan Alinea Publishing di tahun 2020 ini berhasil menjadi novel horor favorit pertama saya. Karena seperti diketahui, menulis dengan POV 1 sangat rawan bocor POV dan cenderung lebih sulit untuk menggambarkan momen yang dialami tokoh lain dalam cerita.
Sehingga menurut saya, Keza berhasil mengeksekusi ide anti mainstream ini dengan sangat baik. Namun ada beberapa bab yang menurut saya terlalu panjang. Sehingga membuat lelah saat membacanya. Mungkin akan lebih baik bila satu bab panjang tersebut dibagi menjadi dua bab.
Namun ketegangan saat membaca terkadang membuat saya lupa kalau novel ini memang cukup panjang. Asrama Hagers juga membuat saya nostalgia saat menjadi kehidupan asrama semasa kuliah dulu. Mungkin beberapa asrama memang identik dengan kesan horor karena dulunya bekas kuburan, rumah sakit, atau tempat pembuangan mayat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Tak Hanya Sesama Teman, Saat Guru dan Dosen Juga Jadi Pelaku Bully
-
Kisah Relawan Kebersihan di Pesisir Pantai Lombok
-
Viral Tumbler KAI: Bahaya Curhat di Medsos Bagi Karier Diri dan Orang Lain
-
Ricuh Suporter Bola hingga War Kpopers, Saat Hobi Tak Lagi Terasa Nyaman
-
Budaya Titip Absen: PR Besar Guru Bagi Pendidikan Bangsa
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel The Mint Heart: Romansa Gemas Reporter dengan Fotografer Cuek
-
Review Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas: Potret Realistis Kehidupan Mahasiswa Indonesia
-
Ulasan The Price of Confession: Duet Gelap Kim Go Eun dan Jeon Do Yeon
-
4 Tempat Padel di Bandung yang Instagramable, Nyaman, dan Cocok Buat Pemula
-
Di Balik Tahta Sulaiman: Menyusuri Batin Bilqis di Novel Waheeda El Humayra
Terkini
-
Timnas Indonesia, SEA Games 2025 dan Kegagalan yang Hanya Berjarak 1 Gol Saja
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
Dude Harlino Luruskan Isu Miring Rumah Tangganya dengan Alyssa Soebandono
-
Dinner with Strangers: Jawaban atas Tingginya Tingkat Kesepian di Yogyakarta
-
Mudah Marah ke Orang Tua tapi Ramah ke Orang Lain? Begini Kata Psikolog