Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Akramunnisa Amir
Sampul Buku Hello Overthinking (ipusnas)

"Mengapa tadi dia bersikap cuek, ya? Kok, chat ku cuma di-read? Apakah aku lebih baik menemuinya langsung atau menunggu sampai besok saja? Jangan-jangan dia memang marah karena sikapku tempo hari yang lalu."

Lihatlah, bagaimana pertanyaan-pertanyaan akibat perasaan overthinking di atas mampu mengantarkan kita pada berbagai kemungkinan menggelisahkan, yang sebenarnya belum pasti. 

Ketika kita mengalami sesuatu yang buruk, terkadang pikiran akan bercabang-cabang membentuk banyak asumsi yang kita pikir adalah kebenaran. Namun ternyata, hal tersebut tidak lebih dari sebuah dugaan yang disebabkan karena kita terlalu banyak berpikir. 

Hal inilah yang kemudian dibahas dalam buku berjudul 'Hello, Overthinking', Berdamai dengan Pikiran-Pikiran yang Terlalu Rajin Bertandang. Buku ini ditulis oleh Muhajjah Saratini, seorang penulis sekaligus editor yang telah menerbitkan beberapa buku, baik fiksi maupun non-fiksi. 

Berbicara tentang overthinking, hal ini memang bukanlah sebuah penyakit psikologis. Semua orang pernah mengalami overthinking dalam taraf tertentu. Overthinking juga tidak selalu buruk selama bisa mengantarkan kita pada aksi yang lebih baik.  

Namun, yang menjadi masalah adalah ketika overthinking membawa kita pada kecemasan dan kecenderungan berpikir terus menerus yang tidak produktif.  

Melalui buku ini, penulis memaparkan tentang bagaimana cara kerja otak, dari mana asal overthinking, hingga cara mengatasi overthinking tersebut. 

Sebenarnya, tiap orang pasti akan berhadapan dengan berbagai masalah yang mendorongnya untuk berpikir. Semakin besar masalah yang kita hadapi, maka semakin besar pelajaran yang akan kita terima. Hal inilah yang mesti disadari oleh kita yang sering overthinking. Jadi ya, terima saja masalah apapun yang akan ditawarkan oleh kehidupan. 

Bayangkan orang yang tidak pernah menjumpai masalah dalam hidupnya. Segala hal yang ia idamkan tercapai dengan instan, hidupnya berlimpah materi dan dipenuhi kemudahan. Betapa membosankannya hidup seperti itu karena tidak lagi membuat orang tersebut memiliki tujuan yang ingin dicapai. 

"Masalah hadir untuk meningkatkan kinerja otak saat mencari solusi. Hal yang perlu dilakukan adalah menghadapinya, bukan hanya memikirkannya". (halaman 52) 

Adapun hal yang harus kita lakukan saat overthinking adalah fokus pada fakta yang terjadi, bukan malah sibuk dengan opini yang kita bangun sendiri. Selanjutnya adalah melakukan tindakan. Sebab, berpikir artinya kita belum melakukan apa-apa. Terlalu banyak berpikir hanya akan menghambat kita untuk bertindak. 

Secara umum, buku ini banyak berbicara mengenai sudut pandang orang-orang yang pernah mengalami overthinking. Penulis yang memang bukan seorang praktisi kesehatan mental ini sudah mampu membawa narasi yang sesuai porsinya. Alih-alih membahasnya sebagai seorang "ahli", penulis mengemas buku ini ibaratnya teman ngobrol yang memahami sudut pandang orang-orang yang kerap overthinking.  

Hanya saja, saya beberapa kali mendapati typo pada penulisan, serta kalimat-kalimat yang rasanya agak sulit dipahami.  

Namun terlepas dari hal tersebut, buku ini cukup menarik untuk disimak. Bagi kamu yang suka overthinking dan ingin berdamai dengan pikiran-pikiran yang sering bertandang, buku ini bisa menjadi bacaan pilihan!

Akramunnisa Amir