Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Gita Fetty Utami
Buku Semua Bisa Bahagia (dokpri/Gita Fetty Utami)

Kita semua mencari bahagia, betul tidak? Pertanyaan berikutnya, kebahagiaan macam apa yang saya, kamu, dia, mereka, cari? Sebab ada yang mencari bahagia lewat harta, lewat pasangan sukses, lewat keturunan yang hebat, lewat nyanyian atau makanan lezat, dan masih banyak lagi jalan yang diyakini dapat mengantar kepada bahagia.

Sayangnya, kesemua yang disebut di atas adalah semu. Rasa bahagia yang diperoleh lewat jalan-jalan itu bukan yang paling hakiki. Selalu ada ketidakbahagiaan yang mengikuti. Misalkan, ada keluarga yang dikaruniai keharmonisan, kerukunan antar anggotanya. Tetapi mereka hidup dalam keterbatasan karena tak berharta. Betapa paradoksnya.

Oleh sebab itu  Mahdi Elmosawi, penulis asal Mesir,  merumuskan cara meraih bahagia dari para pemikir dan orang bijak sepanjang zaman, serta diperkuat dengan pengalaman penulis mengarungi pahit getir kehidupan.  Hasilnya adalah buku setebal 235 halaman ini, yang merupakan terjemahan dari buku asli  berjudul Asrar al-Hayah ath-Thayyibah, atau dalam versi bahasa Inggris: The Secrets of the Good Life.  Penerbit Qaf menerjemah dan menerbitkan buku ini pada Januari 2020.

Dalam hidup ini, seringkali kita jumpai orang-orang yang bersikap kaku, dan tidak toleran kepada sesamanya. Sikap kaku menuntut orang lain menerapkan standar yang sama dengan dirinya. Mulut begitu gampang mencela apabila melihat perbedaan pandangan pada sesama.  Sikap ini diilustraskan oleh Mahdi sebagai ‘Jendela Berdebu’ (hlm.15-18).

Pada fragmen pertama, Mahdi mencontohkan sepasang suami istri yang tengah menyantap sarapan di ruang tamu. Dari jendela kaca mereka bisa melihat aktivitas tetangga baru yang sedang menjemur pakaian. Lalu sang istri mengomentari pakaian yang dijemur tetangganya itu tidak bersih.

Komentar miring sang istri berulang menjadi kebiasaan setiap pagi. Wanita itu akan mengintip jemuran tetangga, lalu berkimentar buruk di depan suaminya. Hingga pada suatu pagi, setelah bangun tidur ia kembali mengintip melalui jendela kaca.  Kali ini jemuran tetangganya sangat bersih. Ia keheranan dan melaporkannya kepada sang suami.

Suaminya menanggapi, “Hari ini aku bangun pagi-pagi, lalu mengelap jendela rumah kita yang sudah sangat kotor. Ternyata, itu sebabnya kamu lihat jemuran tetangga selalu kotor.”

Begitu menohok, bukan? Melalui ilustrasi ini pembaca mendapat insight tentang sikap  mawas diri, dan pentingnya berusaha menumbuhkan sikap toleran dalam diri kita. Sebab, hidup akan menjadi terasa mudah hanya jika kita memiliki bahan bakar kasih sayang, yang merupakan hasil dari sikap toleran, dan pemaaf.

Pada fragmen ‘Kisah Seorang Nelayan’ (hlm. 118-120) dikisahkan seorang miliuner New York berlibur ke Costarica, untuk menikmati keindahan pantai di sana. Saat jam makan tiba, ia menyantap ikan yang dibeli dari seorang nelayan. Ia terpukau oleh rasanya yang lezat. Keesokan harinya sang miliuner mendatangi si nelayan. Terungkaplah rahasia si nelayan yang memiliki tempat khusus guna menyimpan ikan hasil tangkapannya. Selain itu si nelayan tak pernah menangkap ikan secara berlebihan, hanya secukupnya saja.

Lalu miliuner itu memberi nasihat bisnis agar si nelayan berburu ikan sebanyak-banyaknya agar untung besar. Setelah si nelayan kaya raya maka ia bisa membeli apapun yang diinginkan, dan tak perlu bekerja lagi di sisa hayat. Kemudian nelayan itu bisa menghabiskan waktunya bersama keluarga, bermain bersama anak-anak kampung, menyanyi dan menari bersama teman-temannya.

“Tetapi aku sedang melakukan semua itu sekarang!” jawab nelayan itu singkat dengan wajah polos.

Fragmen tersebut menjadi pengingat bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan cara menumbuhkan perasaan sukses dalam diri. Sebab sukses tidak berkaitan dengan dukungan kekayaan dan modal material. Kita bisa merasakan sukses meskipun kondisi ekonomi benar-benar terpuruk. Sebagaimana halnya banyak orang kaya masih merasa miskin meskipun dilimpahi harta.

Setiap kutipan, kalimat motivasi, maupun kisah-kisah yang disusun oleh Mahdi akan mengantarkan pembaca pada kesadaran batiniah. Bahwasannya menjadi bahagia adalah pilihan kita sendiri. Bukan tergantung pada orang di sekitar, maupun perangkat yang kita miliki sekarang. Pada akhirnya memang benar, semua bisa bahagia.

Selamat membaca dan meresapi nasihat kehidupan, kawan-kawan.

Gita Fetty Utami