5 Tanda Kamu Mengalami Post Power Syndrome, Sering Dialami Mahasiswa!

Ayu Nabila | Dea Nabila Putri
5 Tanda Kamu Mengalami Post Power Syndrome, Sering Dialami Mahasiswa!
Ilustrasi seseorang mengalami gejala post power syndrome (shutterstock)

Menjadi seorang mahasiswa adalah masa keemasan bagi banyak orang untuk mengembangkan diri. Banyak mahasiswa yang berlomba-lomba untuk dipilih menjadi pemimpin di suatu organisasi yang diikuti untuk belajar memimpin teman-teman organisasi demi pengalaman. Tak jarang pemilihan dalam suatu periode kepemimpinan dihiasi dengan berbagai macam aksi seperti debat, penyampaian visi misi, dan birokrasi lain sebagai bentuk latihan dalam kepemimpinan di masa depan.

Biasanya, orang yang terpilih untuk menjadi pemimpin di suatu acara atau organisasi akan sangat dielukan oleh teman-temannya dan diberi amanah untuk bisa memimpin, mengatur, serta mengayomi rekan-rekannya. Namun, banyak mahasiswa yang tidak menyadari bahwa masa kepemimpinan yang sedang mereka jalani akan ada akhirnya. Hal tersebut juga sering membuat mahasiswa yang dulunya pernah menjadi pemimpin mengalami post power syndrome atau sindrom yang terjadi pascakekuasaan. Lalu, apa sebenarnya post power syndrome tersebut?

Alodokter.com menyadur, post power syndrome ini terjadi akibat ketidaksiapan mental dari seseorang yang memasuki masa demisioner organisasi atau pensiun di dalam dunia kerja. Kondisi ini membuat mereka yang mengalaminya merasa kehilangan jati diri karena kebiasaan mereka yang memiliki kekuasaan kini sudah hilang.

Tak hanya terjadi di mahasiswa, post power syndrome ini sering terjadi oleh lanisa yang memasuki masa pensiun kerja dan menganggap bahwa kepemimpinan adalah bentuk aktualisasi diri. Hal tersebut banyak membuat orang-orang merasa tidak dicintai lagi karena kehilangan rasa hormat dan pujian dari orang lain. Apa saja gejala yang dialami oleh orang-orang yang mengalami post power syndrome? Simak ke-5nya!

1. Tidak mau mendengarkan nasihat atau saran orang lain

Orang yang terbiasa menjadi penasihat atau pemimpin akan lebih sulit menerima nasihat atau saran dari orang lain karena masih merasa dirinya tidak memerlukan saran karena selama ini dirinya yang selalu diminta untuk memberikan saran. Menyandur dari sehatq.com, hal ini juga memengaruhi psikologis mereka karena menganggap orang lain tidak menghargai mereka lagi.

2. Mudah depresi dan ketakutan

Ketakutan ini dimaksudkan dengan kehilangan jati diri sebagai seorang pemimpin. Banyak orang-orang yang mengalami sindrom ini menjadi minder dan menarik diri dari khalayak ramai hanya karena menganggap dirinya sudah tidak diperlukan lagi. Selain itu, hal ini menyebabkan mereka mudah depresi karena merasa dirinya digantikan oleh orang lain dan tidak bisa memimpin lagi.

3. Mudah tersinggung

Menyandur dari atlantic-press.com, rasa intoleran seseorang akibat post power syndrome ini akan terus meningkat jika tidak ditangani dengan baik. Mereka akan sangat mudah tersinggung dengan perkataan orang lain bahkan bisa memancing emosi mereka untuk melakukan hal-hal impulsif seperti marah besar bahkan melempar barang ke orang yang mereka anggap menyinggung mereka.

4. Perubahan fisik

Selain ketiga gejala tadi, perubahan fisik kemungkinan besar bisa terjadi akibat post power syndrome ini. Rambut yang cepat beruban, kondisi fisik yang melemah, serta penyakit-penyakit ringan seperti flu dan batuk sering dialami oleh orang yang mengalami sindrom ini.

5. Kurang bersemangat dalam berkegiatan

Kita sering sekali melihat banyak orang tua atau lansia yang menghabiskan masa pensiun dengan berolahraga, jalan-jalan, atau sekadar melakukan hobi yang mungkin tertahan selama masa kerja mereka. Namun bagi orang yang mengalami sindrom ini, hal tersebut tidak membuat mereka bersemangat karena masih dirundungi rasa sedih, kecewa, marah dari waktu pascakekuasaan mereka. Tak hanya itu, mereka bahkan kehilangan motivasi untuk hidup karena kekuasaan yang tidak mereka miliki lagi.

Itulah pengertian singkat dan lima tanda jika seseorang mengalami post power syndrome. Melihat sindrom yang mungkin terjadi di banyak kalangan ini, hendaknya kita bisa memahami dan mengetahui gejala-gejala yang terjadi di sekitar kita dan lebih perhatian terhadap lingkungan sekitar, sehingga sindrom seperti ini bisa dicegah dan dikurangi. Kesehatan mental harus tetap dijaga agar kehidupan nantinya bisa dijalani dengan semangat dan pantang menyerah.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak