Cinta Pertama

Munirah | Funcrev
Cinta Pertama
Ilustrasi sosok Az-Zahra. (unsplash/Irfan Zharauri)

"Ayo semuanya, bangun, bangun, bangun," teriak Ustaz Rahmat sembari memukul-mukul ember kosong.

Sudah menjadi rutinitas sehari-hari, suara berisik itu terus menggangu mimpi indah dini hari. Mata yang masih sayup harus tetap terbuka demi terhindar dari hukuman yang lebih berat.

Dinginnya air wudhu pukul dua pagi benar-benar terasa langsung menembus ke tulang. Hembusan angin pagi, membuat tubuh menjadi bergetar menggigil.

"Cepat-cepat, langsung ke masjid gak ada yang tiduran lagi!," Ustaz Rahmat kembali berteriak berkeliling asrama.

"Lima menit lagi harus sudah di masjid, saya tunggu di depan, telat satu menit aja siap-siap di lapangan," gertak Ustaz Rahmat.

"Eh, ada yang liat peci-ku nggak?," tanya Dimas kepada teman-teman di asrama.

"Eh, ayo cepat, kena hukuman lagi lho," ajak seorang temannya.

"Peci-ku hilang, sial, udah telat lagi," gerutu Dimas.

"Sorry, ya aku duluan, capek dihukum terus," teriak seorang temannya.

"Sial, kena hukum lagi pasti ini, dimana sih itu peci" gumam Dimas sambil mengobrak-abrik isi lemari.

Tak kunjung ditemukan, dengan sedikit rasa takut, Dimas memberanikan diri untuk tetap berangkat ke masjid. Dari kejauhan sudah tampak jelas bahwa Ia akan menerima hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.

Wajah Ustaz Rahmat merah, kumis tipisnya bergetar tertiup napas cepat. Ketika sudah benar-benar marah, Ustaz Rahmat justru lebih sedikit mengeluarkan kata-kata. 

"Maaf ustaz, saya telat, peci saya hilang," ucap Dimas lirih.

"Hanya karena tidak ada peci kamu sampai rela meninggalkan salat berjemaah bersama bapak pengasuh?," ungkap Ustaz Rahmat pelan.

"Tapi ustaz," sangkal Dimas.

"Tidak perlu menyalahkan keadaan, semua tergantung prioritas kamu, sekarang cepat tunaikan kewajiban kamu, jangan sampai terlambat subuh, seperti biasa sepulang sekolah temui saya di ruang konseling." jelas Ustaz Rahmat.

Ruang konseling adalah ruangan paling ditakuti seluruh santri. Setiap yang diperintahkan untuk mengunjunginya sudah pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Ruang ini sudah bagaikan pengadilan di Pondok Pesantren Al-Falah.

"Maaf ustaz," ucap Dimas sembari berlari mencari celah saf yang masih kosong. 

***

Tepat seperti yang diperintahkan Ustaz Rahmat, sepulang sekolah Dimas langsung menuju ke ruang konseling. Ternyata Ia tidak sendiri di ujung ruangan ada santri putri yang juga tengah menunggu hukuman apa yang akan mereka terima.

Tidak hanya santri putra, santri putri yang melanggar aturan juga akan disidang di dalam ruangan mengerikan itu.

"Silahkan duduk Dimas," ucap Ustaz Rahmat.

Hati Dimas benar-benar sudah tidak karuan, Ia sudah rela untuk dihukum apapun, tapi tidak dengan dipulangkan. Dimas hanya berharap semoga hukumannya bukan dipulangkan, karena hal itu akan menjadi aib bagi dirinya dan keluarga besarnya.

"Sudah tahu kan apa tujuan saya mengumpulkan kalian di ruangan ini?," tanya Ustaz Rahmat.

"Iya, ustaz," jawab Dimas.

Seperti sedang tidak berada di ujung tanduk, Dimas justru melempar senyum malu kepadanya. Meskipun tidak terbalas Dimas justru ingin lebih lama berada di ruang konseling.

Sembari mendengarkan Ustaz Rahmat memberikan nasihat, mata Dimas sedikit mencuri pandang ke arah perempuan di pojok ruangan itu.

"Dimas dan Az-Zahra, keduanya sama-sama masih di MA (Madrasah Aliyah), namun pelanggarannya sudah banyak sekali yang dilakukan, pagi ini kalian berdua melakukan pelanggaran yang sama, yaitu telat salat berjemaah. Sampai bingung saya harus gimana lagi." kata Ustaz Rahmat membacakan kesalahan kami. Ustaz Rahmat adalah kepala bagian pendidikan formal, beliau yang meng-handle semua urusan di sekolah.

Seketika rasa takut Dimas berubah menjadi takjub dan berbunga-bunga saat mengetahui bahwa mereka ternyata masih satu angkatan, walaupun sekolah putra dan putri dipisah rasanya Dimas justru sedikit berbunga melihat wajah perempuan itu.

Memiliki pelanggaran yang sama bukannya membuat Dimas malu justru hatinya semakin berbunga. Aneh, Dimas belum pernah merasakan hati segembira ini, padahal Ia sedang berada di ujung tanduk keputusan hukuman.

"Sebenarnya kami dari pihak sekolah sudah mengajukan kalian untuk dikeluarkan," kata Ustaz Rahmat pelan.

"Tapi ustaz," Dimas menyela.

"Dengarkan dulu, Dimas. Kami selaku pihak sekolah sudah mengajukan kalian ke bapak pengasuh untuk dipulangkan, untung saja bapak pengasuh menolak usulan tersebut, dan sebagai gantinya agar kalian bisa terus tepat waktu pada aturan, kalian justru diberikan kesempatan emas oleh bapak pengasuh." sambung Ustaz Rahmat.

"Maksudnya ustaz?," tanya Dimas.

"Jadi agar kalian tidak mengulangi lagi banyak kesalahan kalian, bapak pengasuh meminta kalian untuk membantu keluarga bapak di ndalem (rumah bapak pengasuh), asrama kalian akan dipindahkan ke asrama sebelah ndalem. Dimas di Asrama Maliki, Az-Zahra di Fatimah. Ini perintah langsung dari bapak pengasuh, kalian akan membantu keperluan keluarga bapak di ndalem, kalian siap kan?," jawab Ustaz Rahmat.

"Siap, ustaz," jawab Dimas sambil tersenyum-senyum.

Perempuan itu hanya mengangguk-angguk kecil, suaranya belum terdengar sampai hukuman di berikan. Bukan hukuman Dimas justru merasa ini anugerah, karena sesekali Ia bisa melihat lagi perempuan itu, setidaknya ada kesempatan melihatnya di lain waktu.

Hal terpenting bagi Dimas, Ia tidak dipulangkan, justru dirinya akan semakin dekat dengan bapak pengasuh di ndalem.

"Ya sudah kalian kemasi barang kalian, Az-Zahra tunggu disini dulu, nanti diantar Ibu Latifah. Dimas ikut saya!," ucap Ustaz Rahmat.

Meskipun belum melihat senyumannya, rasanya hati Dimas benar-benar melayang hari itu. Setelah sampai di asrama lamanya, Ia menceritakan tentang keputusan bapak pengasuh kepada banyak teman-temannya yang justru merasa iri.

***

Beberapa pekan telah berlalu, meskipun belum pernah saling mengobrol, tapi pernah satu waktu Dimas melihatnya tersenyum saat Az-Zahra sedang bermain bersama putri bungsu bapak pengasuh.

Saat itu Dimas benar-benar merasa menjadi orang paling beruntung di dunia. Sibuknya pekerjaan di rumah bapak pengasuh sama sekali tidak terasa, jika dapat melihat Az-Zahra dari kejauhan. Sejak saat itu Az-Zahra benar-benar menjadi cinta pertamanya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak