Lembayung cintaku, menyingsing di ufuk tepian cakrawala: mengalunkan senja, mengiringi langit jingga.
Langit jinggaku, kalut terbenam menyambut malam: merenggang sinar binar, mengundang bayang-bayang.
Asma rinduku, yang mengapung bersama angin dibelai wajah mega: tersirat gelap, dalam dukanya kelam.
Mantra sunyiku, mengaung jauh dan menggema di dasar sukma: nyanyian bahaya, menguntit air mata.
Tibalah masanya, dimana diri rela dikulum sunyi: dihentak dan dibentak oleh sepi.
Sedang rembulan hanya terpana, melihat kepulan asap berjelaga: rona menyala, riskan menyapa.
Ialah daku menatap penuh tanda tanya: dikelilingi oleh resah dan keringat basah.
Ku tatap dengan nanap sekelilingku: terbius bisikan arwah, kerinduan yang gentayangan menghantui alam pikiran.
Dikaulah cintaku, lembayung angan dan harapan.
Buaian kasih tembang merdu pun tak cukup mampu melawan gejolak dalam kalbu.
Dikaulah cintaku, lembayung senjaku membenamkan hasrat-hasrat terpuji; sedang rindu berkawan sepi, durja menjadi wajah ini.
Untaian kata-kata yang bekerja sebagai pelipur hati nan lara, bersatu padu menyambut keheningan.
Sedang rajutan diksi-diksi pun tak pernah bersembunyi berkutat mengobati patah hati.
Lembayung cintaku, menghampiri pada puisi.
Ku baca dan ku raba huruf-huruf sara pesona, dan ku hayati maknanya.
Dikaulah cintaku, lembayung membenamkan surya penantian. Berganti malam bersama kerinduan yang temaram.
Biar, biarlah,
Malam hanya menjadi milikku yang kelam.
Dan biarkanlah lembayung menghantar cintaku, menuju keabadian cinta.
Biar dan biarkanlah,
Dingin menyergapku dengan kelu.
Asal jangan cintaku,
Dipeluk dengan semu.
Aku orang tak berdaya, kecuali tanpa belai tangan cinta.
Namun apa boleh dikata,
Cinta berjalan satu arah: tanpa tujuan dan bertepuk sebelah tangan;
Menepuk jantung dan sunyiku,
Membuatku kalap disekap oleh harap.
Betapa banyak luka bisa ku obati,
Namun sepi yang tak kunjung mati,
Bagaimana bisa ku lalui?
Hanyalah wajahmu yang datang kembali bersama fajar yang ku nanti,
Sebelum kau beranjak pergi dibuat sepi.
Lembayung cintaku, penghantar mimpiku: ku relakan sekaligus ku dambakan kepergian kau yang menyayat kerinduan.
Ku hantarkan dikau menuju kesunyian, dimana tak ada lagi pelukan selain keabadian.
Lembayung cintaku, ku tunggu kau esok hari; dalam guratan sunyi, sebelum kicau burung mulai bernyanyi...
Bogor, 2 September 2021.