Dalam perjalanan karier seorang pembalap MotoGP, pasang surut performa adalah hal yang tak terelakkan. Pembalap yang kini tengah menghadapi masa-masa sulit, pada suatu waktu pasti pernah berada di puncak kejayaan. Tak heran MotoGP disebut balapan kelas para raja.
Hal ini juga berlaku bagi Maverick Vinales, sosok yang sudah cukup lama menghiasi lintasan MotoGP dan dikenal sebagai pembalap dengan pengalaman lintas tim dan pabrikan.
Sejak menembus kelas utama pada 2015, Vinales telah menorehkan jejak karier yang baik. Ia pernah menjadi bagian dari empat tim berbeda. mulai dari Suzuki, Yamaha, Aprilia, hingga KTM Tech3 yang saat ini ia bela.
Perjalanan panjang tersebut tidak sekadar menambah jam terbang, tetapi juga mengukir rekor yang belum pernah dicapai pembalap lain, yakni meraih kemenangan bersama tiga pabrikan berbeda, yakni Suzuki, Yamaha, dan Aprilia.
Kini, tantangan baru menantinya di KTM. Tentu saja Vinales datang dengan ambisi besar, yakni ingin melengkapi catatan prestasinya dengan kemenangan bersama pabrikan keempat.
Namun, mewujudkan hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meskipun penampilannya di beberapa seri terlihat meyakinkan, hasil yang diraih belum cukup konsisten untuk mengantarkannya ke podium dalam setiap seri, apalagi berbicara soal kemenangan. Persaingan yang semakin ketat dan perbedaan karakter motor menjadi faktor yang membuat setiap seri terasa seperti tantangan tersendiri.
Vinales memahami bahwa perubahan performa adalah konsekuensi yang harus dia alami dari berpindah pabrikan. Setiap motor memiliki keunggulan dan kelemahan, setiap tim memiliki gaya kerja yang berbeda, apalagi motornya.
Penyesuaian tidak bisa terjadi dalam sekejap mata, apalagi di tengah kompetisi di mana setiap pembalap berjuang keras untuk meraih poin yang ada. Alih-alih mengeluh, Vinales tetap memilih untuk memotivasi dirinya agar terus bekerja keras menemukan performa terbaik bersama motor barunya.
"Terkadang saya harus mengingatkan diri sendiri bahwa saya mengalahkan Rossi, Jorge Lorenzo, dan Dani Pedrosa. 'Maverick kamu telah bertarung dengan beberapa hiu besar. Sekarang giliranmu'," ujar Vinales, dilansir dari laman Crash.
Baginya, adaptasi bukan hanya soal teknik mengendalikan motor, tetapi juga soal mental dan strategi. Ia harus mempelajari karakteristik motor dalam berbagai kondisi lintasan, memahami cara kerja tim, serta mencari setelan yang paling nyaman untuk gaya balapnya.
Proses ini memerlukan kesabaran, dan Vinales tahu betul bahwa hanya dengan kerja sama yang solid bersama tim, target besar itu bisa dicapai.
"Saya tidak sedang membicarakan masa-masa sulit. Jelas bahwa setiap periode dalam karir pasti memiliki sisi positif dan negatifnya. Sudah lama sekali saya tidak bisa bertarung di puncak secara konsisten, tapi dulu saya bisa melakukannya. Ada banyak alasan di balik ini. Mulai dari paketnya, hingga daya saing lawan," katanya.
Salah satu cara yang ia gunakan untuk menjaga semangat adalah dengan mengingat kembali pencapaian-pencapaian yang sudah ia raih.
Mengulang memori saat berdiri di podium, merayakan kemenangan bersama tim, dan pastinya mendengar dukungan dari penonton yang bisa menjadi sumber energi positif. Ia percaya bahwa selama ia masih memiliki keyakinan, peluang untuk kembali ke puncak selalu ada.
"Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan diri saya sendiri tentang siapa yang selama ini saya lawan, untuk memotivasi diri saya sendiri dan untuk terus percaya pada apa yang saya lakukan," tambahnya.
Musim ini mungkin belum memberikan hasil yang diharapkan, tetapi Vinales tetap menatap masa depan dengan optimisme. Ia tahu setiap seri adalah kesempatan baru dan langkah menuju momen yang ia tunggu-tunggu, yakni performa terbaik bersama KTM.