Timnas Putri Indonesia harus menerima kenyataan pahit tersingkir dari Kejuaraan Wanita AFF 2025 usai menelan kekalahan telak 0-7 dari Vietnam. Melansir kitagaruda.id, laga kedua Grup A ini berlangsung di Stadion Lach Tray, Haiphong pada Sabtu (9/08/2025).
Sejak peluit awal, tim tuan rumah mencoba tampil dominan. Dua gol di babak pertama dicetak oleh Nguyen Thi Bich Thuy pada menit ke-25 dan Hoang Thi Loan tiga menit belselang.
Memasuki babak kedua, gawang Indonesia kembali kebobolan lima kali. Pham Hai Yen mencetak dua gol pada menit ke-69 dan 85, diikuti oleh Ngan Thi Van Su (71’), Tran Thi Thu Thao (81’), serta Nguyen Thi Tuyet Dung (90’).
Hasil ini menjadi kekalahan kedua beruntun Indonesia di turnamen, setelah sebelumnya juga takluk dengan skor yang sama 0-7 dari Thailand. Catatan itu membuat skuad Garuda Pertiwi belum meraih satu poin pun di Grup A.
Dengan total kebobolan 14 gol dan tanpa mampu membalas satu pun, posisi Indonesia terperosok di dasar klasemen. Peluang melaju ke semifinal pun resmi tertutup.
Permainan defensif yang diterapkan pelatih Joko Susilo ternyata tak mampu membendung agresivitas Vietnam. Kiper Laita Roati berkali-kali dipaksa memungut bola dari gawangnya, menandai betapa beratnya beban yang dihadapi lini pertahanan.
Bahkan dalam dua laga yang sudah dijalani, Timnas Putri Indonesia seakan menjadi lumbung gol bagi lawan. Lawan pun seolah mudah menemukan celah untuk mencetak gol dalam jumlah besar.
Kondisi tersebut menggambarkan kesenjangan kualitas yang masih lebar antara Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain yang sudah memiliki sistem pembinaan dan kompetisi yang lebih mapan.
Urgensi Liga Putri Indonesia untuk Ajang Internasional
Minimnya kompetisi resmi di dalam negeri menjadi sorotan utama atas performa buruk ini. Liga Putri Indonesia, yang seharusnya menjadi wadah pembinaan, sudah vakum sejak 2019.
Absennya liga membuat para pemain kekurangan jam terbang dan pengalaman bertanding. Pelatih Timnas Putri, Satoru Mochizuki, menegaskan bahwa para pemain masih perlu belajar memainkan bola secara simpel dan mempercepat tempo permainan. Ini merupakan sesuatu yang hanya bisa diasah melalui kompetisi rutin.
PSSI mengakui adanya kekosongan tersebut dan menargetkan Liga 1 Putri baru akan kembali bergulir pada 2027. Alasan utamanya, jumlah dan kualitas pemain di level usia muda hingga senior dinilai belum cukup untuk menggelar kompetisi berkualitas.
Namun, wacana menuai respons dari para pemain Timnas Putri yang menginginkan liga segera dihidupkan. Tanpa liga, mereka kesulitan meningkatkan teknik, pemahaman taktik, dan daya saing di level internasional.
Negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand telah menikmati hasil positif dari pembinaan berkelanjutan lewat liga domestik. Sementara itu, Indonesia tertinggal cukup jauh dalam hal kualitas permainan.
Tanpa liga yang kompetitif, peluang untuk memperbaiki catatan di turnamen internasional seperti ASEAN Women’s Championship atau Kualifikasi Piala Asia Wanita akan semakin tipis.
Pembinaan yang konsisten di tingkat liga akan menciptakan regenerasi pemain yang lebih matang, sehingga kejadian kebobolan belasan gol seperti di AFF 2025 dapat diminimalisir.
Hasil di AFF Wanita 2025 ini seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak bahwa sepak bola putri butuh perhatian serius. Liga yang teratur dan berkualitas bukan hanya opsi, melainkan kebutuhan mendesak.
Tak dapat dipungkiri bahwa kekalahan telak Timnas Putri Indonesia di AFF Wanita 2025 bukan hanya soal kelemahan taktik atau strategi, tetapi cerminan dari ekosistem sepak bola putri yang belum sehat. Menghidupkan kembali Liga Putri Indonesia menjadi langkah mutlak jika ingin melihat Garuda Pertiwi terbang lebih tinggi di panggung internasional.