Gemuruh dan dentuman music karaoke menggema menggetarkan ruangan. Suara gelas dan botol-botol bir saling berdentingan dan beradu menambah semarak suasana. Duduk di sebelah, seorang wanita berparas menawan, berpoles cantik merona, tubuh molek gemulai dibungkus gaun ketat seolah ingin menonjolkan seluruh lekuk tubuh menggoda. Senyum cerah berbinar merekah di bibir, diiringi sapaan hangat dan halus kian menggoda dan menggetarkan naluri pria. Malam semakin merayap, namun gelora cinta sesaat semakin membara. Tenggelam dalam alunan music hingar bingar dan gemerlap nuansa.
Inilah sebuah kisah klasik yang terjadi di pub karaoke di sudut kota, sebuah area mereguk dahaga akan kesenganan fana. Wanita yang dimaksud adalah seorang Lady Companion (LC) atau yang sering dikenal dengan Pemandu Karaoke, yang memang bertugas untuk menemani, memandu, dan mempersiapkan kegiatan karaoke bagi sang tamu.
Bagi sebuah bisnis karaoke malam, LC atau pemandu lagu ini adalah komoditas sengaja dijual di balik keindahan ragawi dan riasan lipstick wanita cantik untuk menarik pundi pundi keuntungan dari lelaki yang berdatangan silih berganti. Sementara karaoke yang biasanya dipatok 1 hingga 2 jam hanyalah tabir untuk pemandu karaoke dan tamu mendapatkan kecocokan yang berlanjut dengan hubungan terlarang di atas ranjang.
Dalam kesehariannya, sang pemandu karaoke ini memang harus tampil penuh riak bahagia, penuh laku ceria, dan guratan penuh pesona. Namun siapa sangka, di balik itu semua banyak sekali jeratan kisah kelam yang menyiksa.
Sebagian dari mereka akhirnya terjerembab dalam bisnis sensualitas karena memang tak punya pilihan. Kebutuhan utama untuk terus beratahan hidup, terdesaknya ekonomi , jeratan kemsikinan, hingga kurangnya keterampilan dan kamampuan dalam bidang tertentu ikut mendorong prositisi berkembang subur.
Sebagian lagi berasal dari rumah tangga yang hancur karena ditinggal suami, atau memilih bercerai karena menghadapi perangai pasangan yang tak mau mengambil tanggung jawab memberi nafkah.
Sebenarnya bekerja menjadi pemandu karaoke bukannya tanpa resiko. Banyak sekali kasus seperti tamu yang perangainya kasar, suka kekerasan, hingga berperilaku seks menyimpang. Terlebih jika dalam kondisi mabuk saat menenggak minuman keras ketika menikmati karaoke. Belum lagi ancaman terkena penyakit seks menular hingga HIV/AIDS menghantui. Sehingga pemandu karaoke ini seakan berlari di tengah hutan belantara asing penuh bahaya tak terduga.
Jika dikaji lebih jauh, wilayah prostitusi cenderung bergeser dari bentuk konvensional dan pinggiran ke tempat yang terkesan lebih nyaman, ekslusif, dan terhormat. Ini akibat dari pergeseran dan perubahan jaman, peradaban, dan modernisasi sebuah kota. Maka hal ini perlu kejelian pemerintah untuk mengamati perubahan perilaku tersebut.
Juga adanya pemberdayaan perempuan oleh pengelola THM. Pemberdayaan ini lebih kepada pengembangan potensi dan bakat bagi kalangan pemandu karaoke ini agar bisa bekerja sesuai keahlian mereka. Sementara untuk pengawasan, peran dinas sosial dan aparat berwenang lainnya sangat besar untuk melakukan penertiban. Jangan sampai razia dan penertiban hanya berlangsung setengah setengah dan sekadarnya.