Ironi Minyak Goreng di Negeri Kaya Sawit

Hernawan | Supriyadi supriyadi
Ironi Minyak Goreng di Negeri Kaya Sawit
Ilustrasi minyak goreng. (Pixabay/DominicSchraudolf)

Sungguh tak habis pikir negeri ini mengalami kelangkaan minyak goreng. Negeri yang kaya akan tanaman sawit sebagai bahan baku minyak goreng, hari-hari ini rakyatnya dibuat menjerit dengan adanya kelangkaan. Kelangkaan muncul setelah harga minyak goreng melejit hampir tak terkendali, hingga membuat kantong makin tipis, apalagi di tengah situasi pandemi yang belum ada tanda-tanda mereda ini. 

Memang benar, untuk meringankan beban masyarakat dan mengendalikan gejolak harga minyak goreng, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan, yakni penyesuaian harga. Harga minyak goreng dipatok menjadi Rp 14.000 per liter baik itu di pasar tradisional maupun di pasar modern.

Namun begitu, setelah kebijakan itu diberlakukan, terjadilah panic bullying di mana banyak masyarakat yang kemudian berbondong-bondong memborong minyak goreng baik di pasar tradisional maupun di ritel-ritel. Alhasil, minyak goreng menjadi langka di pasaran bahkan hingga hari ini.

Menengok beberapa status teman-teman di media sosial akibat kelangkaan minyak goreng ini membuat kita prihatin. Ada yang menulis bahwa semua jenis lauk-pauk dimasaknya harus direbus, bukan digoreng. Sebab, minyak goreng tidak ditemukan di pasaran. Ada juga yang membuat status seperti sindirian pada pemerintah yang berbunyi “Covid varian alpha yang langka masker and hand sanitizer, covid varian delta yang langka oksigen, kok malah varian omicron yang langka minyak goreng?”

Tentu beberapa status di atas hanyalah sindiran kepada pemerintah. Agar pemerintah menyelesaikan gejolak harga minyak goreng yang melambung tinggi secara permanen. Memang patut kita hargai langkah pemerintah untuk membuat satu harga minyak goreng berada pada angka Rp 14.000 per liternya. Namun, hal tersebut harus diiringi dengan kebijakan lain, semisal mengurangi ekspor kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan pokok minyak goreng di dalam negeri, ataupun membatasi penjual minyak ke perusahaan. Perlu solusi konkrit jangka panjang agar harga minyak terjangkau di masyarakat dan menghindari adanya kelangkaan minyak goreng. 

Persoalan melambungnya harga minyak goreng dan diiringi kelangkaan di pasaran, harus segera dipecahkan jalan keluarnya. Mengingat minyak goreng adalah kebutuhan pokok yang digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Harga minyak yang tinggi dan kelangkaannya bisa memicu gejolak sosial jadi makin susah diatasi. 

Hal yang perlu lagi mendapatkan perhatian adalah jangan sampai ada yang mencoba mengambil keuntungan untuk kepentingan diri sendiri, apalagi saat situasi masyarakat yang terjepit. Jangan sampai ada penimbunan minyak goreng yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, sehingga membuat rakyat susah.

Untuk itu, pemerintah harus sigap dan melakukan operasi pasar secara terus-menerus agar tidak ada oknum-oknum yang mengambil kesempatan dalam kesimpitan. Jika aparat menemukan ada oknum-oknum yang melakukan penimbunan minyak goreng, sudah selayaknya para oknum tersebut ditindak dengan tegas dan dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Semoga persoalan mahalnya dan kelangkaan minyak goreng ini segera menemukan solusinya. Sehingga, rakyat tidak dibuat kalang kabut untuk memenuhi kebutuhan akan minyak goreng yang merupakan bagian dari sembilan bahan pokok ini. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak