Bicara soal keberagaman tentu bisa amat banyak, keberagaman dapat dijumpai di suatu tempat, seperti keberagaman budaya, bahasa, suku, dan keberagaman pemikiran. Terkait dengan itu, saya tak bisa mengelak bahwa saya banyak menjumpainya saat bergabung di organisasi GMNI.
GMNI atau yang dikenal dengan organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia tentu jarang alpa untuk menghiasi kampus yang ada di Indonesia ini. GMNI kerap disebut organisasi cipayung yang berbasis secara nasional dan tidak berada dalam struktural kampus.
Sedikit gambaran bahwa GMNI adalah organisasi berwatak nasionalis, menghimpun semua golongan mahasiswa, dan ideologi yang dianut organisasi ini pun marhaenisme ajaran Bung Karno. Sejak lahirnya organisasi ini pada tanggal 23 Maret 1954, memang didasari untuk setia merawat ajaran Bung Karno.
Tahun 2016 saya mulai bergabung di GMNI Cabang Majene. Awalnya saya tak tahu banyak tentang GMNI, dan waktu itu juga pemikiran masih konservatif soal beda keyakinan dan perbedaan beda kulit.
Mungkin wajarlah karena saya memang berasal dari kampung yang masih kuat dengan dogma perbedaan agama, dan waktu di sekolah pun teman hanya sebatas orang-orang satu daerah dan satu agama.
Sehingga saat masuk di GMNI pemikiran konservatif itu mulai terkikis, pemikiran saya pun mulai terbuka untuk tidak membatasi bergaul dengan yang beda suku dan agama. Bahkan, makin lama saya merasa bahwa pertemanan pun makin kuat dengan adanya keberagaman.
Melalui GMNI saya belajar arti keberagaman yang mampu terbalut dalam persaudaraan, bukan hanya soal agama dan budaya yang berbeda, bahkan pemikiran sekalipun.
Selama bergabung di GMNI ada banyak beragam pemikiran, ada yang kadang membawa kebiasaan budayanya, ada yang pemikirannya selalu bahas cabul-cabul, ada yang terlalu serius, ada yang suka sekali guyonan, dan ada pula yang terlalu keras mendidik anggota GMNI.
Namun, dibalik keberagaman itu saya banyak belajar arti perbedaan yang mampu terhimpun menjadi satu dalam satu wadah. Melalui berbagai keberagaman itu, ada potensi masing-masing dan peranan penting di dalam organisasi. Sehingga saat ada kegiatan organisasi terlihat jelas semua punya bidang untuk menyukseskan kegiatan.
Dari situ pula, saya sadar dibalik banyaknya keberagaman justru sebagai kekuatan besar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan menyelesaikan berbagai permasalahan.
Selama berada di GMNI, saya banyak berteman yang berasal dari Enrekang, Mamuju Tengah, Mamuju Utara, Mamasa, Polewali Mandar, dan Majene, bahkan di luar Sulawesi Barat sekalipun. Romantisasi terus terbalut dan selalu kami ingat saat berada di kampung.
Sehingga ketika waktu libur kuliah tiba, momen-momen keberagaman dan perbedaan yang pernah dilakukan di GMNI Cabang Majene membuat kami rindu untuk bisa bertemu. Mendorong kami agar bisa kembali terhimpun dan belajar bersama di bawah naungan organisasi GMNI, bahwa segala keberagaman di dalamnya menyatu dalam bingkai persaudaraan.