Memanfaatkan Lingkungan Sekolah sebagai Media Pembelajaran

Hernawan | Thomas Utomo
Memanfaatkan Lingkungan Sekolah sebagai Media Pembelajaran
Kegiatan sekolah (Dokumentasi pribadi/ Thomas Utomo)

Kamis kemarin, 20 Oktober 2022, kelas yang saya ampu, yakni Kelas VI A SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga, tengah membahas materi reklame di muatan pelajaran Bahasa Indonesia. Waktu itu, udara cerah. Langit terang, tanpa awan gemawan yang gelap mengancam. Maka saya putuskan tidak akan berlama-lama di dalam kelas.

Dengan media gambar dan foto, disertai diskusi, materi dasar seputar reklami, tuntas dibelajarkan. Guna memperdalam pemahaman siswa, saya mengajak mereka untuk keluar kelas. Kami akan berkeliling mencari macam-macam reklame yang bertebaran di mana-mana, kemudian menentukan jenis dan sifatnya.

Sebelum keluar kelas, siswa saya bagi dalam kelompok-kelompok melalui permainan. Mereka tertawa-tawa senang. Ini penting, sebelum berangkat menjelajah untuk mencari reklame, siswa harus dibuat gembira terlebih dahulu.

Lalu kami berjalan bersama,keluar pagar sekolah, melihat-lihat jalanan ramai, lalu mencatat reklame yang ditemukan, entah berjenis baliho, spanduk, brosur, leaflet, poster, dan sebagainya. Sifat reklame yang kami temukan pun beragam, ada yang komersial, ada pula non komersial.

Masing-masing mencatat kemudian mendiskusikan dengan rekan sekelompok mengenai unsur-unsurnya. 

Sebetulnya, cuma lima spot atau titik yang kami datangi, dengan jarak yang lumayan berjauhan. Tapi, pembelajaran di luar tembok kelas ini ternyata direspons positif oleh siswa. Mereka antusias mencari, merembukkan, menentukan, berdiskusi, kadang berdebat dengan teman sekelompok, lalu menulis di buku masing-masing.

Adalah pemandangan indah yang menyejukkan mata dan batin saya. Betapa hal sederhana saja, bisa berarti amat menyenangkan bagi siswa. Guna mengabadikan ekspresi kebahagiaan dan momen cukup penting tersebut, saya berulang kali menjepretkan kamera ponsel.

Kemudian, kami kembali ke kelas. Kami diskusikan temuan masing-masing kelompok. Untuk reklame yang sama, bisa terjadi perbedaan pendapat.

Masing-masing kelompok saya arahkan untuk berargumen, mempertahankan pendapat masing-masing.

Ini adalah keseruan berikut, yakni kekayaan rohani yang hanya dapat diperoleh dengan menjadi guru.Demikianlah sekelumit pengalaman relatif sederhana dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas kelas yang saya ampu.

Repetisi momen-momen seperti ini, saya rasakan sendiri, lambat laun tidak hanya memperdalam pemahaman siswa akan materi pembelajaran, tapi juga merekatkan hubungan guru dengan siswa dalam situasi akrab lagi harmonis. Sungguh, dunia bernama gembira!

Video yang mungkin Anda suka:

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak