Lulus Cepat Bukan Berarti Pintar, Lulus Lambat Bukan Berarti Bodoh

Hernawan | Mohammad Maulana Iqbal
Lulus Cepat Bukan Berarti Pintar, Lulus Lambat Bukan Berarti Bodoh
Kelulusan (Pexels/Emily Ranquist)

Sungguh menjengkelkan ketika terdapat wacana publik, propaganda masyarakat, kontruksi tetangga, yang beranggapan bahwa ketika terdapat seorang mahasiswa yang bisa lulus cepat, 3,5 tahun misalnya, atau kurang dari itu, disebut sebagai insan yang cerdas. Sedangkan berkebalikan dengannya, ketika terdapat mahasiswa yang lulusnya lambat, justru akan dianggap bodoh, terbelakang, tidak pintar, atau apapun itu yang seolah-olah IQ-nya jongkok. 

Aneh menurut saya, pasalnya kelulusan akademik kampus di Indonesia khususnya, itu tolok ukurnya bukan pintar, IQ tinggi, atau semacamnya. Tidak sedikit teman-teman saya yang pinter banget, tapi lulusnya lambat, dan mereka yang biasa-biasa saja justru lulusnya cepat, atau sekurang-kurangnya tepat waktu.

Kalau ngelihat angka drop out di Statistika Pendidikan Tinggi tahun 2017-2021, terjadi kembang kempis yang jumlahnya hingga ratusan ribu mahasiswa di Indonesia di DO. Di tahun 2017, terdapat 195.176 mahasiswa Indonesia di DO atau sekitar 2,8% dari total mahasiswa Indonesia saat itu. Mulai meningkat di tahun 2018, dengan total mahasiswa di DO sejumlah 245.810 atau 3% dari total mahasiswa Indonesia.

Terus entah kenapa, tiba-tiba membludak di tahun 2019 yang terdapat 698.261 (8%) mahasiswa Indonesia di DO. Bisa jadi karena gempuran Covid-19 kala itu. Dan, mulai menurun perlahan tapi masih di angka ratusan yakni 602.208 (7%) di tahun 2020. Di Tahun itu pula kebijakan beberapa kampus tentang penghapusan skripsi diganti artikel ilmiah yang meringankan mahasiswa. Di tahun 2021, memang menurun lagi, tapi masih ratusan ribu mahasiswa, tepatnya 480.449 mahasiswa di DO, yang mana ini tidak lebih baik dibandingkan tahun 2017.

Namun, yang perlu dikecamkan dari data di atas merupakan angka DO, yang berarti mahasiswa yang udah kelas kakap dan maknanya jumlah mahasiswa yang lulus telat lebih banyak daripada itu. Entah itu yang telat satu semester, satu tahun, dua hingga tiga tahun lainnya. Namun, mereka semua bukanlah orang bodoh, sekali lagi, bukan orang bodoh, apalagi IQ jongkok.

Kalau boleh dikatakan sedikit sombong, saya sebenarnya memiliki sebuah teori, yang asumsi dasarnya bahwa untuk lulus kuliah cepat, atau sekurang-kurangnya tepat waktu, kamu tidak perlu menjadi orang pintar banget, standar saja kalian bisa lulus, bahkan IPK tinggi. Karena birokrasi pendidikan perguruan tinggi kita tidak melihat kepintaran, melainkan melihat apa yang saya sebut sebagai “Trias Academicus”, antara ketekunan, komitmen dan karakter dosen.  

Ketekunan Belajar

Kalian tidak perlu menunggu pintar, apalagi menunggu ilmu laduni dan wangsit ilahi, kalian hanya perlu tekun bimbingan, setiap minggu bimbingan, bahkan seminggu dua kali, maka dari upaya itu akan memberi peluang kalian untuk lulus cepat atau sekurang-kurangnya tepat waktu. Ini adalah hal paling mendasar di dunia pendidikan Indonesia yang tidak menuntut pintar, yang penting tekun.

Ketika semakin sering bimbingan, skripsi kalian akan lebih banyak mendapat koreksian, masukan, revisian dan akan semakin memperbaiki kualitas tulisan. Itu idealisnya. Kalau praktisnya, dosen juga akan menilai ketekunan seseorang yang lambat laut ia juga akan meng-acc skripsi kalian. Dosen juga males lama-lama bareng mahasiswanya juga.

Jadi, perihal mereka yang lulus lambat itu bukan berarti mereka bodoh, tapi mereka tidak tekun aja. Hanya sesimpel itu.

Komitmen Mahasiswa

Selain ketekunan, seorang mahasiswa juga perlu komitmen, dalam artian dia tidak boleh ada kesibukan lain selain ngerjain skripsi. Istirahat dulu dari organisasi yang sok sibuk itu. Cuti dulu dari dunia kerja. Fokus ngerjain skripsi. Kalau kata temen saya, jadi mahasiswa itu khususnya ketika mahasiswa akhir harus kere, melarat, tidak usah sibuk kerja nyari duit. Karena itu sangat berpotensi melambat kelulusan.

Sebaik-baiknya orang ngatur jadwal, manajemennya tinggi, percayalah, pasti skripsinya akan lambat kalau sibuk dengan dunia lain. Oleh karena itu, mereka-mereka yang lambat lulusnya itu bukan bodoh sebenarnya, mereka terlalu sibuk aja, sibuk bekerja, sibuk berorganisasi, sibuk menjadi pemateri, sibuk berdiskusi sana sini. Sibuk deh pokoknya, hingga skripsinya jadi nomor dua.

Karakter dosen

Nah, kalau sudah tekun, sudah tidak punya kesibukan lain, atau intinya dalam diri mahasiswa sudah oke, tapi kok masih lulusnya lambat, maka itu karena faktor eksternal, yakni dosennya. Meskipun mahasiswanya tekun, berkomitmen tinggi, tidak punya kesibukan lain selain ngerjain skripsi, bahkan pintar sekalipun, kalau dosennya perfeksionis, otoriter, karepe dewe, ortodoks dalam artian hanya memiliki satu perspektif saja, tidak terbuka pikirannya, maka dapat dipastikan mahasiswa itu akan lulus telat.

Tidak sedikit teman-teman saya mengalami hal serupa, bahwa mereka tidak males bimbingan, mereka juga udah lepas dari kesibukan lain, tapi gara-gara dosennya killer, terlalu kritis, sesuka hatinya, ya akhirnya mereka tetap lulus terlambat.

Intinya dosen yang baik hati, mempermudah mahasiswa, maka bimbingannya pasti cepat lulus. Berkebalikan dengan itu, ketika dosennya terlalu perfeksionis, menjelimetkan sesuatu yang udah jelimet, dapat dipastikan bimbingannya banyak yang lulus terlambat. Padahal, dosen pembimbing dengan model apapun, ketika ujian sidang skripsi mahasiswa juga pasti dapat kritikan dengan dosen lain. Lantas mengapa harus benar-benar sempurna? Toh, model apapun juga bakal dapat kritikan ketika sidang,

Jadi, stop untuk menstigma bodoh pada mahasiswa yang lulus terlambat, dan tidak perlu berlebihan juga untuk mereka yang lulus cepat. Karena persoalan kelulusan itu bukan persoalan pintar atau bodoh, melainkan persoalan ketekunan, komitmen dan karakter dosen pembimbingnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak