Film horor telah menjadi bagian penting dari budaya populer selama puluhan tahun. Dari "Psycho" hingga "The Conjuring," genre ini telah memikat penonton dengan berbagai cara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak jumlah film horor yang mengandalkan ‘horor jumpscare’, ketimbang membangun ketegangan ‘horor slowburn’.
Istilah "horor slowburn" mengacu pada jenis film horor yang membangun ketegangan dan atmosfer secara perlahan dan bertahap sepanjang cerita, daripada mengandalkan jumpscare atau kejutan singkat, yang isinya cuma ngaget-ngagetin. Dalam horor slowburn, ketegangan dibangun melalui pengembangan karakter, alur cerita kompleks, dan suasana mencekam. Hal demikian memungkinkan penonton untuk terlibat secara emosional dalam kisah yang diceritakan. Ini adalah kontras dengan horor biasa yang sering kali mengandalkan efek suara mengagetkan dan penampakan tiba-tiba untuk menciptakan ketegangan dalam waktu singkat.
Jumpscare, yang seringkali didorong oleh efek suara mengagetkan dan penampakan tiba-tiba, telah menjadi andalan bagi banyak pembuat film horor. Mereka dapat memberikan kejutan cepat dan meningkatkan denyut nadi penonton, tapi seringkali nggak bertahan lama dalam ingatan penonton. Nggak seperti slowburn, yang secara perlahan membangun ketegangan dan atmosfer mencekam sepanjang film, jumpscare cenderung memberikan kepuasan instan tanpa meninggalkan kesan mendalam.
Namun, apa yang membuat horor slowburn semakin diminati oleh penonton? Jawabannya mungkin terletak pada pengalaman lebih mendalam dan memuaskan secara emosional. Dengan membangun karakter dan suasana dengan hati-hati, horor slowburn mampu membuat penonton terlibat secara emosional dalam kisah yang diceritakan. Mereka nggak hanya memberikan kejutan, tetapi juga membangun ketegangan menarik dan membuat penonton terus berpikir bahkan setelah film berakhir.
Selain itu, horor slowburn seringkali menawarkan interpretasi yang lebih dalam dan kompleks tentang ketakutan dan psikologi manusia. Tema-tema seperti ketakutan akan kesepian, kehilangan, atau bahkan ketidakmampuan untuk membedakan antara realitas dan imajinasi, cocok banget dibuat slowburn. Dengan demikian, penonton nggak hanya mendapatkan sensasi ketegangan, tetapi juga dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan lebih dalam tentang sifat kemanusiaan.
Nggak dapat dipungkiri bahwa film horor dengan jumpscares masih memiliki tempat dalam industri film, terutama karena dapat menarik penonton yang mencari sensasi ketakutan dan sebuah adrenalin. Namun, popularitas horor slowburn sepertinya lagi meningkat, menunjukkan bahwa ada permintaan yang kuat untuk pengalaman lebih substansial dan memuaskan di balik ketakutan yang nggak asal kejut doang.
Sebagai contoh, film seperti "Hereditary" (2018) dan "The Babadook" (2014), telah menjadi fenomena budaya dengan menggabungkan elemen-elemen horor dengan narasi yang kompleks dan karakter yang mendalam. Keduanya menunjukkan bahwa film horor nggak hanya tentang membuat penonton melompat dari kursi, tetapi juga tentang membuat mereka terus memikirkan apa yang mereka saksikan bahkan setelah lampu kembali menyala. Selain itu, Indonesia juga punya Film Sewu Dino (2023), bahkan dua film horor terbaru yang tayang sejak 11 April 2024, Film Badarawuhi di Desa Penari & Film Siksa Kubur, keduanya mengusung juga horor slowburn, terlepas ada lapisan elemen-elemen lainnya, terbukti laku banget karena memberikan kepuasan secara emosional.
Tentu, selain kepuasan emosional dan tema yang lebih dalam, horor slowburn juga seringkali menawarkan pengalaman lebih imersif bagi penonton. Dengan membangun suasana tegang dan atmosfer mencekam secara perlahan, film-film ini dapat membawa penonton ke dalam alam semesta yang gelap dan mengganggu.
Selain itu, horor slowburn seringkali memberikan kesempatan bagi pembuat film untuk mengeksplorasi teknik sinematik yang lebih kompleks dan inovatif. Mereka dapat menggunakan pengambilan gambar yang artistik, pencahayaan dramatis, dan setting menakutkan untuk menambahkan lapisan-lapisan ke dalam kisah mereka. Ini nggak hanya meningkatkan pengalaman visual penonton, tetapi juga dapat meningkatkan daya tarik estetika film secara keseluruhan.
Terlepas dari kepopuleran dan kesuksesan horor slowburn, ada juga argumen yang menyatakan bahwa jumpscare masih memiliki peran penting dalam genre ini. Yang mana, jumpscare dapat berfungsi sebagai alat membangun ketegangan dalam momen-momen kunci, atau bahkan sebagai pengantar untuk menarik penonton ke dalam cerita sebelum memulai perjalanan horor yang lebih lambat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keseimbangan antara kedua jenis pendekatan jumpscare dan slowburn, mungkin merupakan kunci keberhasilan bagi film horor masa depan.
Dengan demikian, melalui kombinasi dari ketegangan yang dibangun secara perlahan, karakter yang kompleks, tema mendalam, dan eksplorasi sinematik yang inovatif, horor slowburn terus memperoleh popularitas di antara penonton yang mencari pengalaman horor lebih memuaskan dan memorable. Sementara jumpscare mungkin memberikan sensasi singkat, horor slowburn menawarkan pengalaman lebih berkesan dan memuaskan secara lebih luas.
Namun, satu hal yang pasti, baik itu melalui jumpscare mengagetkan atau perjalanan slowburn yang gelap, kisah-kisah horor tetap menjadi sumber nggak terbantahkan dari kepuasan dan ketegangan yang nggak terlupakan bagi para pecinta film horor. Dan aku termasuk penonton yang menikmati keduanya.