Kurikulum Merdeka, Pendidikan Karakter, dan Perundungan

Hernawan | al mahfud
Kurikulum Merdeka, Pendidikan Karakter, dan Perundungan
ilustrasi anak-anak sekolah (pexels/norma mortenson)

Salah satu masalah mendesak dunia pendidikan kita hari ini adalah krisis karakter dan moral. Kasus-kasus perundungan (bullying), kekerasan, hingga tawuran antarpelajar memberi alarm keras bagi dunia pendidikan kita mengenai pentingnya pendidikan karakter

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), pada tahun 2022 ada total 21.241 anak menjadi korban kekerasan di Indonesia. Kemudian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang tahun 2023. 

Survei Asesmen Nasional Tahun 2023 menunjukkan 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen berpotensi mengalami perundungan.

Data tersebut gamblang membuka mata kita betapa penting pendidikan karakter. Maraknya kasus perundungan dan kekerasan di kalangan pelajar menunjukkan adanya krisis nilai-nilai empati, toleransi, serta kepedulian pada sesama. Jelas, pendidikan hari ini harus mampu membangun fondasi moral dan karakter. 

Kurikulum Merdeka

Pertanyaan selanjutnya adalah, sejauh mana Kurikulum Merdeka mampu menjawab permasalahan terkait pendidikan karakter tersebut? Jika ditelisik, Kurikulum Merdeka memang lebih menekankan pada pengembangan karakter.

Tiga hal yang menjadi prinsip dalam Kurikulum Merdeka adalah: pertama pengembangan karakter yang menekankan pada kompetensi spiritual, moral, sosial, dan emosional murid. Pengembangan karakter ini dilakukan baik dengan pengalokasian waktu khusus atau secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. 

Kemudian prinsip kedua Kurikulum Merdeka adalah fleksibel, di mana pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi murid, karakteristik satuan pendidikan, dan konteks lingkungan sosial budaya setempat. 

Prinsip ketiga adalah fokus pada muatan esensial, di mana pengembangan kompetensi dan karakter murid menjadi poin yang dikedepankan dengan cara memberikan waktu yang lebih memadai untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih mendalam dan lebih bermakna (Siaran Pers Kemdikbud Nomor: 97/sipers/A6/III/2024).

Inovasi dalam Kurikulum Merdeka terkait pendidikan karakter adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Kemendikbudristek No.56/M/2022, menyebutkan bahwa Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan kegiatan kokurikuler berbasis projek yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). 

Prinsip P5 adalah holistik, konstekstual, berpusat pada peserta didik, dan eksploratif. P5 sebagai bagian integral dari Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) berupaya mewujudkan Pelajar Pancasila yang beriman, berkebhinekaan global, mampu bergotong royong, mandiri, berpikiran kritis, dan kreatif. Termasuk terkandung di dalamnya tentang membangun nilai empati dan kepedulian yang sangat dibutuhkan untuk membentengi anak dari bullying dan kekerasan.

Praktik baik

Proyek P5 terbukti mampu memberi dampak positif dalam menciptakan lingungan yang bebas dari kekerasan dan perundungan. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan Budi Hartatik dalam Prosiding PIBSI XLVUPGRIS 2023 berjudul "Mengatasi Perundungan melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di MTsN 4 Sleman" menunjukkan hal tersebut. 

Hasil penelitian tersebut menyebutkan, ada perubahan perilaku perilaku peserta didik yang menggambarkan peningkatan empati, keberanian, dan integritas. Anak menjadi lebih aktif memerangi perundungan dan membangun komitmen untuk menciptakan lingkungan sekolah bebas perundungan. Partisipasi aktif peserta didik dalam P5 pun meningkat, menciptakan dampak positif pada lingkungan sekolah, termasuk penurunan kasus perundungan.

Kita tentu berharap akan terus bermunculan praktik-praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka yang terbukti berdampak positif dalam upaya menangani masalah-masalah dunia pendidikan saat ini, salah satunya mengenai perundungan dan kekerasan. 

Dalam mengatasi kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi di dunia pendidikan, Kemdikbudristek juga telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode 25: Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. PPKPS menghadirkan penanganan kekerasan secara lebih komprehensif, dari penegasan definisi yang jelas mengenai bentuk-bentuk kekerasan, langkah pencegahan, penanganan, hingga pembentukan TPPK dan Satgas.***

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak