Guru sebagai pendidik seharusnya memberikan contoh yang baik kepada siswa dalam berperilaku dan beretika. Kalangan orang Jawa menyebutkan bahwa guru memiliki kepanjangan dari "digugu lan ditiru" yang artinya dipercaya dan dicontoh atau orang yang seharusnya diikuti nasihatnya.
Setiap guru tentu memiliki cara mengajar masing-masing yang membuat siswa termotivasi dan merasa senang selama pembelajaran. Biasanya, siswa lebih sering mengingat guru yang menyenangkan dan menyebalkan.
Kemarahan seorang guru adalah hal yang wajar apabila siswa melakukan kesalahan. Bahkan, guru sebagai pendidik wajib memarahi atau menegurnya agar menjadi pengingat bagi siswa yang khilaf.
Namun, perlu diingat bahwa sebagai seorang guru itu menjadi tiruan bagi siswa setelah orang tuanya, tentu bukan berarti hal yang mudah menjadi seorang panutan atau suri teladan.
Seorang guru harus mampu memposisikan dirinya menjadi pendidik yang profesional dan berkualitas untuk memberikan contoh kepada siswanya.
Saya pernah menemukan guru yang sering kali marah ketika melakukan kegiatan belajar mengajar, tak hanya sekali dan dua kali guru tersebut memarahi siswa hingga ketakutan dan mengeluarkan keringat dingin ketika melakukan kesalahan kecil yang masih bisa dimaafkan atau bahkan kesalahpahaman saja.
Jika kita membandingkan dengan guru di zaman dahulu, memang sangatlah galak tingkah lakunya dan sampai melakukan permainan fisik sehingga membuat seluruh siswa yang diajarkan merasa takut kepada guru tersebut.
Saat ini, kita tak perlu membandingkan guru di zaman dahulu dengan yang sekarang. Pendidik yang selalu galak dan marah selama kegiatan belajar mengajar membuat siswa menjadi defensif dengan penjelasan guru.
Hal ini dapat membahayakan proses pembelajaran, sebab siswa menjadi takut untuk menanyakan sesuatu kepada guru ketika mengalami permasalahan dalam proses belajar dan materi yang diajarkan sulit untuk diserap oleh siswa akibat ketegangan yang terjadi di kelas.
Pendidik tempramental bisa terjadi melalui faktor sudah berumur tua tetapi belum menikah. Peristiwa tersebut terjadi karena perawan tua cenderung emosional, sebab adanya tekanan yang dialami secara internal atau eksternal.
Selain itu, stres dalam mengajar pun termasuk penyebab faktor pendidik menjadi tempramental. Faktor seperti ini dapat terjadi bila pengajar merasa kekurangan gaji atau tunjangan yang diperoleh, lelah dalam mengajar, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, pendidik tempramental masih dapat terjadi daripada dua faktor tersebut. Sebagai seorang siswa, jangan sampai membolos atau tidak ingin masuk sekolah karena adanya jadwal guru tersebut yang mengajar.
Oleh karena itu, saya berharap bahwa pendidik tempramental seperti ini bisa menyadari bahwa perilaku yang dilakukan kepada siswa tidaklah layak. Bahkan, pembelajaran seperti itu membuat ketegangan yang tak berakhir pada diri siswa.