Refleksi Kebijakan Pendidikan di Era Jokowi: Transformasi atau Kontroversi?

Hernawan | Ernik Budi Rahayu
Refleksi Kebijakan Pendidikan di Era Jokowi: Transformasi atau Kontroversi?
Ilustrasi Pendidikan (pexels.com/Pixabay)

Kepada Yth. Bapak Presiden Joko Widodo,

Di tempat.

Salam hormat,

Pada momentum ini, izinkan salah satu rakyat Bapak ini menyampaikan sedikit pesan perihal kepemimpinan Bapak sebagai Presiden selama 10 tahun ini. Pertama-tama, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi atas kontribusi serta dedikasi Bapak dalam memimpin Indonesia selama sepuluh tahun terakhir ini. Secara khusus, saya ingin membahas bidang yang paling penting yakni, pendidikan. Dalam bidang pendidikan ini, saya percaya bahwa Bapak telah membawa berbagai kebijakan dan perubahan yang signifikan, yang sangat berdampak bagi jutaan siswa, guru, dan orang tua di seluruh negeri.

Meskipun begitu, dalam surat ini saya tetap ingin menyampaikan pandangan saya terkait beberapa kebijakan Bapak di sektor pendidikan. Saya menyampaikan pandangan ini dengan maksud untuk merefleksikan kebijakan Bapak di bidang pendidikan selama 10 tahun kepemimpinan. Saya juga ingin menyampaikan transformasi yang telah terjadi, sekaligus mengemukakan beberapa kontroversi yang muncul dari kebijakan tersebut. Pandangan tersebut akan saya sampaikan dalam beberapa poin dibawah ini.

1. Kebijakan Merdeka Belajar

Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Menteri Dikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan bahwa Merdeka Belajar merupakan konsep pengembangan pendidikan di mana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change). Para pemangku kepentingan tersebut meliputi keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat.

Pada kebijakan ini, tentunya saya akan mengapresiasi langkah Bapak. Kebijakan ini telah memberikan kebebasan lebih kepada sekolah, guru, dan siswa untuk menentukan metode pembelajaran yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Salah satu implementasinya adalah dengan menghapus Ujian Nasional (UN) dan penggantian dengan Asesmen Nasional, karena pendidikan sekarang berfokus pada ujian, melainkan pada pengembangan aspek kompetensi kritis, numerasi, dan literasi siswa.

Dibalik transformasi ini, saya melihat beberapa tantangan yang menimbulkan kotroversi yang harus dihadapi.  Secara krusial nyatanya terjadi tidak meratanya kesiapan yang berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya, di daerah perkotaan kebijakan ini berjalan lebih lancar karena didukung infrastruktur dan sumber daya yang memadai. Namun, di daerah terpencil, banyak sekolah dan tenaga pendidik yang belum siap menghadapi kebijakan ini.

2. Kebijakan Sistem Zonasi Sekolah: Pemerataan Akses yang Menimbulkan Kontroversi

Pada poin ini saya ingin membahas sistem zonasi sekolah. Penerapan sistem zonasi tidak hanya bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan, namun juga mendorong partisipasi aktif sekolah dan wali murid dalam perencanaan Pendidikan. Tentu hal baik, tujuan dibuatnya sistem ini adalah pemmerintah ingin mengupayakan pemerataan akses pendidikan dan sebenarnya program ini adalah sebuah langkah baik.

Meskipun bertujuan baik untuk transformasi pendidikan. Namun, pada penerapannya kebijakan zonasi menghadapi berbagai kontroversi. Kontroversi tersebut terjadi karena kurangnya kesiapan pemangku kepentingan yang terimbas, orang tua yang merasa kecewa karena anak mereka tidak bisa sekolah di tempat yang diinginkan walaupun secara nilai mencukupi, kesenjangan fasilitas sekolah juga menjadi kontroversi yang menimbulkan banyak dari siswa ataupun orang tua yang akhirnya merasa walaupun ada sistem zonasi kualitas pendidikan tetap tidak merata.

3. Beasiswa Tidak Merata

Selanjutnya saya ingin membahas tentang program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan beasiswa yang Bapak hadirkan untuk mendukung pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sekali lagi, saya sangat mengapresiasi program ini karena dengan adanya program ini banyak membantu anak-anak yang kurang mampu.

Saya melihat bahwa program ini adalah program yang baik dan berguna bagi anak-anak yang mendapatkannya. Namun, pada akhirnya terdapat sebuah kontroversi yang hadir dengan adanya program ini. Kontroversi terjadi karena distribusi yang tidak merata terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran (hal ini terbukti dari temuan kasus beberapa anak yang terbukti mampu namun mendapatkan bantuan), beasiswa kerap kali dipergunakan bukan untuk kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam masalah ini perlu adanya peningkatan dalam aspek transparasi dan akesibilitas agar beasiswa dapat sesuai dengan tujuan dan sasaran.

Itulah beberapa poin dari pandangan saya terhadap kebijakan pendidikan yang telah Bapak terapkan selama 10 tahun ini. Tak ingin menutup fakta saya sadar bahwa dalam 10 tahun ini Bapak selaku Presiden ingin membawa transformasi dalam pendidikan Indonesia. Saya apresiasi hal tersebut, meskipun dalam pandangan saya masih banyak hal yang perlu diselesaikan agar pendidikan di Indonesia bisa merata dalam hal kualitas. Hal ini saya ucapkan karena pada faktanya memang masih banyak yang harus dibenahi dari pendidikan di Indonesia ini.

Bagi, pemerintahan kedepan yang akan dipimpin oleh Bapak Prabowo Subianto saya sangat berharap agar ada evaluasi besar-besaran terhadap pendidikan di Indonesia. Evaluasi bisa dengan melanjutkan kebijakan dan memperbaikinnya maupun menghadirkann kebijakan-kebijakan baru untuk kualitas yang lebih baik, terlebih perhatian juga harus diberikan kepada kepada daerah tertingal serta kelompok-kelompok yang paling rentan.

Saya menulis dan menutup surat ini dengan harapan besar agar pendidikan Indonesia bisa berkualitas, merata dan lebih baik dari sebelumnya.  

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak