Tuai pro dan kontra masyarakat, belakangan beredar postingan di media sosial yang menyoroti argumen Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Indonesia, Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengenai alumni penerima beasiswa LPDP yang tidak harus pulang mengingat Indonesia belum memiliki cukup ruang bagi mereka untuk berkarya dan menyalurkan inovasinya.
"Maksudnya kita membiayai orang agar hebat dan kompeten untuk mengabdi ke negara lain, begitukah?"
"Menarik. Kenapa baru sadar tidak bisa menyiapkan wadahnya setelah berjalan satu dekade terakhir ini? Untuk program jangka panjang yang sudah menghabiskan dana sampai puluhan triliun. Saya yakin mestinya sudah ada kajian kelayakan program di awal. Kalau tiba-tiba berubah begini, saya jadi sangsi dengan keseriusan program pendidikan ini."
"Sebenarnya logis juga, tapi kenapa nggak dari awal memfokuskan memberi beasiswa untuk studi-studi yang kita masih kekurangan tenaga dalam negeri, seperti dokter dan guru atau dosen. Kalau udah tahu di dalam negeri belum ada lapangan kerjanya, ya gausah ngasih beasiswa di studi tersebut terlalu banyak. Dikontrol dari awal studi apa saja yang bisa diberikan beasiswa LPDP, dirasionalkan kuotanya berdasarkan kebutuhan dalam negeri."
LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) adalah lembaga yang dikelola oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan beasiswa kepada warga negara Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Dana LPDP berasal dari berbagai sumber yang bertujuan untuk mendukung pendidikan tinggi di Indonesia. Sumber utama dana LPDP adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan khusus untuk pendidikan.
Selain itu, LPDP juga menerima sumbangan dari pihak swasta seperti perusahaan dan individu yang peduli dengan pengembangan pendidikan di Indonesia. Dana yang terkumpul kemudian dikelola secara profesional, dan hasil investasinya juga digunakan untuk membiayai beasiswa. Dengan demikian, dana LPDP terus bertambah dan dapat menjangkau lebih banyak calon penerima beasiswa setiap tahunnya.
Beasiswa LPDP tidak hanya mencakup biaya kuliah, tetapi juga mencakup biaya hidup, biaya perjalanan, dan biaya lainnya yang diperlukan selama masa studi. Selain itu, penerima beasiswa LPDP juga diwajibkan untuk kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya dan berkontribusi pada pembangunan negara.
Masyarakat dan netizen yang berkomentar juga banyak menyoroti beasiswa yang tidak tepat sasaran. Bahkan penerimanya yang sudah telanjur nyaman di luar negeri memang rata-rata enggan kembali ke tanah air karena sudah mapan dan melihat bahwa Indonesia tidak memiliki peluang untuk kehidupan mereka tetap sejahtera. Tidak sedikit dari mereka yang juga justru memilih pindah kewarganegaraan.
"Kalau stay di luar negeri, mengembangkan diri gapapa, Pak. Siapa tahu bisa menginspirasi dan membuka network buat warga Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri. Asal paspornya dipermanenkan agar tidak eligible untuk pindah kewarganegaraan. Karena kalau sudah mendapat fasilitas pembiayaan lalu pindah citizenship, pastinya jadi nirmanfaat buat negara dan bangsa."
"Kalau ga mau pulang, ya jangan pakai beasiswa LPDP. Ibaratnya kalian pinjam uang di bank. Di perjanjiannya, harus kembali bulan depan, tapi pas mau balikin malah nolak dengan alasan di bank lain ga harus balikin dalam satu bulan. Memang betul kebijakan mengabdi 2n+1 perlu dikaji ulang, bahkan beasiswa LPDP secara keseluruhan pun perlu dikaji ulang. Tapi itu hal lain, bukan berarti itu bisa jadi alasan ga pulang padahal udah tertera di kontraknya."
Meskipun ada pihak kontra yang jelas-jelas menentang alumni penerima beasiswa LPDP yang diperbolehkan tidak pulang ke tanah air dan dianggap melanggar ketentuan beasiswa sendiri, ada juga pihak-pihak yang setuju apabila pernyataan ini resmi diputuskan.
"Setuju sih. Biarkan mereka berkarya di luar negeri. Nanti hasil karyanya buat Indonesia. Itu yang dimaksud beliau jiwanya merah putih. Seperti B.J. Habibie. Beliau berkarya di Jerman, tetapi jiwanya tetap merah putih. Berkarya di luar, hasil karyanya untuk Indonesia."
"Coba kalian hilangkan perspektif 'pulang' sebagai kontribusi. Soalnya kalau awardee pulang tapi ga jelas aktivitasnya, itu sama saja dengan loss of investment. Lebih baik awardee mengglobal, jadi diaspora Indonesia. Toh ujung-ujungnya jadi keuntungan buat Indonesia, baik berupa koneksi, riset, dan aset. Cina dan India sudah lebih dulu melakukannya. Please hilangkan mindset zaman kolonial kalau kontribusi itu harus hadir secara fisik di dalam negeri."
"Setuju! Banyak lulusan luar yang balik ke Indonesia akhirnya nggak kepake karena overqualified."
"Balik juga kalau di dalam negeri lokernya syarat nabi, LPDP-nya jadi useless dong. Mendingan stay di luar negeri, berkarya di luar, kalau sudah berilmu dan berpengalaman, pasti ada juga kok yang balik jadi tenaga pengajar atau tenaga ahli bahkan ada yang jadi menteri."
Seorang netizen menyampaikan juga perspektif positif dari pernyataan tersebut. Bahwa mereka yang belajar di luar negeri dapat memberikan kontribusi lain, seperti membangun koneksi dan jembatan Indonesia dengan dunia Internasional, Indonesia dapat perhatian yang lebih, reputasi dan koneksi yang luas dapat membuka peluang kerja sama internasional, investor, dan lain-lain. Jika pun mereka tidak kembali, mereka bisa menjadi agen Indonesia di luar negeri.
Penting untuk diingat kembali bahwa tujuan utama dari program beasiswa LPDP adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus selalu mengacu pada tujuan tersebut. Sebagai tambahan, perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap kebijakan yang ada untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan efektif.