Di usia 20-25 tahun, banyak dari kita mulai merasa hidup berjalan begitu cepat tetapi tetap terasa berat. Mengatur waktu, keuangan, dan rencana masa depan bukan lagi sekadar angan-angan, semuanya harus benar-benar dijalani.
Ketika pertanyaan seputar hidup, karier, dan masa depan datang bertubi-tubi, kita bingung harus mulai dari mana. Fase ini dikenal sebagai quarter life crisis, dan bahkan bisa mulai muncul sejak usia 18 tahun.
Di tengah rasa kewalahan itu, Indonesia bergerak menuju bonus demografi 2045, di mana sebagian besar penduduk berada pada usia produktif. Namun kenyataannya, banyak anak muda justru belum bisa benar-benar produktif karena terbebani oleh tanggung jawab keluarga.
Tuntutan finansial dan emosional sering datang bersamaan, sampai akhirnya tanpa disadari kita menjadi bagian dari sandwich generation yaitu generasi yang menanggung beban hidup diri sendiri sekaligus keluarga.
Sandwich Generation: Di Tengah Tanggung Jawab, Harapan, dan Tekanan Batin
Istilah sandwich generation pertama kali diperkenalkan Dorothy A. Miller pada tahun 1981 untuk menggambarkan seseorang yang sudah atau belum berkeluarga tetapi tetap harus memikirkan kebutuhan keluarga lainnya, baik secara emosional maupun finansial.
Menurut Psikolog Klinis, Analisa Widyaningrum, melalui YouTube Analisa Channel (4/6/2021), fenomena ini banyak terjadi pada mereka yang berada di usia produktif tetapi masih tinggal bersama keluarga besar.
Dalam satu rumah terdapat banyak anggota keluarga, dan hal ini sering membuat seseorang tidak mampu menyusun prioritas hidup dengan lebih baik, baik dari segi ekonomi maupun psikologis.
Tak jarang kondisi tersebut mendorong munculnya kecemasan, stres, hingga perasaan tertekan.
Analisa menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi beban yang membentuk tekanan pada sandwich generation.
1. Emotional Burden
Secara emosional harus memikirkan orang tua, tetapi secara emosional juga memikirkan anak atau anggota keluarga lainnya. Kondisi ini membuat mereka bingung menentukan mana yang harus diprioritaskan.
2. Time Dependent Burden
Sulit membagi waktu karena harus memilih, misalnya mendampingi anak terlebih dahulu atau membantu orang tua. Keduanya sama-sama membutuhkan perhatian.
3. Developmental Burden
Tanggung jawab keluarga sering membuat mereka merasa tidak bisa mengembangkan diri di luar. Ketika tujuan pribadi tidak tercapai, muncul perasaan terjatuh dan kehilangan kesempatan.
4. Physical Burden
Kelelahan semakin terasa karena waktu istirahat berkurang. Saat anak tidur, orang tua mengajak bercerita. Ketika orang tua sudah tidur, anak kembali membutuhkan perhatian.
5. Social Burden
Mereka kehilangan waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebaya atau lingkungan. Hal ini memunculkan konflik batin yang seolah tidak pernah selesai.
Tantangan-tantangan inilah yang membuat banyak orang dalam sandwich generation merasa berada di tengah pusaran masalah yang sulit dihindari.
Cara Bertahan Saat Menjadi Sandwich Generation
Untuk kamu yang sedang berada di posisi ini, Analisa membagikan beberapa langkah yang dapat membantu.
1. Berdamai dengan Diri Sendiri
Bisa jadi rezeki keluarga lewat kita karena kita dipercaya memikul tanggung jawab lebih besar. Menerima keadaan bukan berarti menyerah atau berhenti berusaha, tetapi mengakui bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus kita hadapi dengan lapang.
2. Membuat Batasan dan Prioritas
Membantu keluarga itu merupakan perbuatan mulia, tetapi ada batasnya. Perencanaan keuangan menjadi kunci agar kita bisa menetapkan prioritas dengan jelas. Kapan membantu orang lain dan kapan harus fokus pada kebutuhan yang menjadi tanggung jawab kita sendiri.
3. Perbaiki Cara Komunikasi
Penting untuk mengomunikasikan keadaan kepada pasangan, rekan kerja, atau anggota keluarga agar mereka bisa memahami apa yang sedang kita alami.
Sebelum menyampaikan kepada orang lain, kita berkomunikasi dulu kepada diri sendiri mengenai apa yang kita rasakan dan butuhkan.
“Bisa jadi apa yang kita peroleh saat ini adalah bagian dari doa orang-orang yang kita perjuangkan setiap harinya,” tutur Analisa.
Menjalani peran sebagai sandwich generation bukan sesuatu yang mudah. Namun, dengan menerima keadaan, membuat batasan, dan memperbaiki komunikasi, kita tetap bisa merawat diri sekaligus menjalankan peran untuk keluarga.
Perjalanan ini memang berat, tetapi kamu tetap berhak untuk beristirahat, merasa cukup, dan meraih kehidupan yang bahagia.