Komunitas Hijabers di Era Postmodern

Ardi Mandiri | Ardi Mandiri
Komunitas Hijabers di Era Postmodern
Zaida

Perkembangan zaman yang begitu cepat dari masyarakat agrikultur menuju masyarakat industri hingga menjadi masyarakat informasi memang tak dapat dihindari, seiring dengan itu terjadi perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat. Munculnya masyarakat informasi adalah salah satu dasar terwujudnya postmodernism.

Postmodernism menguraikan lahirnya suatu tatanan sosial di mana media massa dan budaya popular sebagai pembentuk tatanan sosial masyarakat dan mendominasi masyarakat kini. Manusia postmodern lebih menyukai gerakan berbasis komunitas yang sesuai dengan pilihan pribadi untuk memperjuangkan kepentingannya.

Pada era ini masyarakat cenderung membentuk suatu komunitas yang bertujuan untuk mengenal dan memperkuat jati dirinya dalam masyarakat dan terbentuk atas dasar pemikiran, hobi, perasaan dan cita-cita yang sama.

Salah satu komunitas yang popular adalah komunitas jilbab kontemporer atau sering disebut hijabers. Dalam beberapa tahun ini komunitas ini berkembang dan menjadi besar serta membuat sebuah tren baru dalam berkerudung bagi muslimah di Indonesia.

Pengaruh media dan perkembangan mode dunia mempengaruhi gaya para hijabers. Perempuan muslim yang tetap menutup aurat namun stylish dan fashionable menjadi faktor saling mendorong berkembangnya fenomena atau tren hijabers hingga saat ini.

Pergeseran nilai pemakaian jilbab masa kini telah bergeser dari sebuah manifestasi perilaku menjalankan tuntunan agama menuju mode atau fashion. Dalam kaitannya dengan budaya populer dan industri budaya, dinilai terjadi sebuah pergeseran dalam pemberlakuan nilai-nilai agama Islam masa kini terutama dalam perkembangan komunitas Hijabers.

Melihat fenomena komunitas jilbab kontemporer, perlu dijelaskan kepada masyarakat bahwa persepsi dan pemakaian jilbab telah mengalami pergeseran. Karena ada upaya untuk mengaktualkan identitas islam itu melalui berbagai  tradisi seperti cara berpakaian, penggunaan bahasa dan gaya hidup. Pergeseran ini terjadi karena komunitas jilbab kontemporer lebih menekan pada komersialisasi dan entertaining semata dengan melupakan sisi religius dalam sebuah hijab.

Postmodernisme menguraikan lahirnya suatu tatanan sosial baru dimana kekuatan media massa dan budaya populer mengatur dan membentuk segala macam hubungan sosial. Media mengontruksikan rasa kita akan realitas sosial. Lahirnya media massa modern seiring semakin meningkatnya komersialisasi budaya dan hiburan telah menimbulkan berbagai permasalahan, kepentingan, sekaligus perdebatan.

Dalam hubungan era komunikasi massa modern serta kaitannya dengan budaya populer, atas kehendak media pula gaya hijabers ini menjadi gaya nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut budaya popular untuk fashion. Budaya pop untuk pakaian perempuan berjilbab yang dibawa oleh Hijabers dan digemborkan oleh media massa tentunya memberikan pergeseran makna akan bagaimana gaya busana muslimah atau perempuan berjilbab dahulu dan kini.

Masyarakat postmodern mencari sendiri kebenaran mereka dan mendasari pilihan mereka beragama atas dasar sebuah pilihan mana ajaran yang mendatangkan perasaan nyaman. Hal ini menjadi dasar mengapa mudah sekali terjadi pergeseran nilai dan pemaknaan religiusitas dalam Hijab. 

Dalam perkembangannya, komunitas Hijabers banyak berkembang di wilayah kota besar dan telah dapat dikategorikan sebagai masyarakat postmodern. Sehingga perkembangan komunitas Hijabers juga berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat yang mengarah pada masyarakat postmodern dan spiritualitas postmodern ini yang menjadi dasar kuat apa yang mereka lakukan.

Pergeseran esensi dalam berhijab, bagaimana tinjuan sosiologis komunitas hijabers dari gaya hidup dan identitasnya ditengah masyarakat serta peran spritualitas postmodern yang menjadi kekuatan personal dalam perkembangan fenomena komunitas Hijabers, dalam konteks interdisiplin ilmu framework kajian budaya, konteks perubahan sosial, hubungan industri budaya kapitalis, budaya populer, konsumerime dan masyarakat postmodernisme secara bersama-sama saling menguatkan satu sama lain melanggengkan perkembangan fenomena komunitas Hijabers.

Dengan adanya media massa, sosial media, menjadi faktor yang saling menguatkan satu sama lain. Pergeseran nilai religiusitas, pertarungan makna, serta budaya konsumtif menjadi konsekuensi hal ini.

Kesimpulannya, dengan berkembangnya komunitas hijabers diseluruh dunia memberikan berbagai dampak. Adapun dampak positifnya seperti dengan dibentuknya sebuah komunitas tersebut, pemakaian hijab sebagai penutup tubuh para perempuan muslim semakin banyak dan tren dimana-mana. Sebagai media dakwah, dengan pemakaian jilbab yang lebih menarik maka semakin banyak kaum muslim yang tertarik mengikuti kegiatan-kegiatan islami.

Serta dengan dibentuknya Komunitas Hijab sebagai upaya mempererat tali silaturrahmi antar sesama pengguna hijab. Tetapi komunitas hijabers sendiri juga memberi dampak negatif, seperti mengurangi esensi dari penggunaan hijab yang sesungguhnya, dipandang sebagai salah satu produk kapitalisme (digunakan sebagai ajang bisnis), serta menimbulkan kesenjangan sosial mengingat jenis-jenis hijab yang ada tidak dapat dijangkau oleh semua kalangan (sosial) dan sebagainya.

Dikirim oleh Eva Yuni, Semarang

Anda memiliki foto atau artikel menarik. Silakan kirim ke yoursay@suara.com

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak