Waspada, Kepribadian Introvert Rentan Derita Depresi

Tri Apriyani
Waspada, Kepribadian Introvert Rentan Derita Depresi
Ilustrasi orang pendiam, introvert, tertutup. (Shutterstock)

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2016 angka bunuh diri di Indonesia diperkirakan 3,4 kasus per 100.000 penduduk dimana salah satu penyebabnya adalah gangguan mental seperti depresi.

Depresi (major depressive disorder) adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan, perasaan sedih, murung, suka menyendiri, tidak berminat dalam berbagai aktivitas, sehingga kualitas hidupnya menurun secara signifikan.

Direktur Eksekutif Aliansi Nasional Penyakit Mental (NAMI), Mary Giliberti, menyatakan, ada 1 dari 5 remaja yang menderita gangguan mental tetapi hanya kurang dari setengahnya yang memutuskan untuk mencari bantuan dan selebihnya memilih untuk menyimpan masalah ini sendiri.

Orang yang depresi biasanya cenderung memiliki kepribadian intorvert yang umumnya lebih suka menyendiri daripada berinteraksi dengan banyak orang serta banyak memikirkan sesuatu secara mendalam. Jika seseorang terlalu tenggelam dalam pikirannya, inilah yang mungkin memicu pikiran atau perasaan putus asa, seperti orang-orang yang mengalami depresi.

Introvert sendiri berasal dari bahasa Latin, dari kata intro yang berarti inward atau batin dan vertere yang berarti turn around atau berputar balik Ini menggambarkan seseorang yang cenderung berbalik ke dalam secara mental.

Secara psikologis, individu yang introvert akan tidak menyukai orang banyak dan sangat nyaman untuk menyendiri. Jika Anda berada dalam percakapan atau kondisi di mana Anda harus menyampaikan pendapat, ia akan cenderung untuk menghindari dan malah memilih untuk diabaikan.

Pakar kesehatan sebenarnya mengatakan jika orang dengan kepribadian introvert sebenarnya lebih mudah untuk menetralkan rasa diabaikan oleh orang lain. Namun, di sisi lain juga cenderung lebih mudah mengalami depresi karena merasa hidupnya hampa serta tidak memiliki dukungan dari orang lain.

Seseorang dengan kepribadian introvert dikenal sebagai kepribadian yang tertutup karena mereka cenderung memendam apa yang mereka rasakan serta sulit untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan kepada orang lain.

Hal ini disebabkan karena seseorang dengan kepribadian introvert cenderung memikirkan sesuatu hal secara berlebihan, mereka cemas akan respon yang diberikan si pendengar tidak sesuai dengan harapan mereka, sehingga mereka lebih memilih untuk menyelesaikan segala sesuatu seorang diri.

Padahal apabila masalah yang dihadapi kian menumpuk dan tak terselesaikan dengan baik, ditambah dengan tingkat kecemasan akan sesuatu yang semakin tinggi membuat seorang dengan kepribadian ini sangat rentan terkena penyakit depresi.

Seperti kisah yang dibagikan seorang ibu muda, Gina Nelwa, melalui media sosialnya ia mengaku bahwa sebagai seorang yang memiliki sisi introvert ia cenderung tidak ingin berbagi hal-hal yang menurutnya sedih yang membuatnya tenggelam dalam rasa kesepian dan kekosongan. Perasaan depresi, merasa selalu salah, tertolak, sepi dan sendiri dimulai saat ia kehilangan ibunya yang terus membuatnya hidup dengan rasa gelisah, panik, kekosongan dan kesepian.

Ia mengatakan juga pernah mengalami masa dimana ingin berbagi cerita ke orang lain namun takut hanya akan menimbulkan rasa dihakimi dan di-bully sehingga membuatnya menjadi sungkan untuk berbagi dan mengambil jalan sendiri untuk mengakhiri semuanya.

Cara yang ia lakukan untuk mengatasi depresi yang dideritanya dimulai dengan menyadari bahwa yang “sakit” adalah dirinya sendiri. Kemudian ia memilih untuk melakukan kegiatan positif seperti menulis serta mulai terbuka kepada teman yang dekat dengannya. Ia percaya bahwa itu adalah salah satu cara untuk menyembuhkan depresinya.

Jika tidak segera ditangani, depresi bisa berdampak serius pada hidup penderitanya. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi dari segi non-medis:

1. Terbuka terhadap diri sendiri

Menyadari dan menerima bahwa ia menderita depresi karena depresi bukanlah aib melainkan penyakit yang harus segera disembuhkan.

2. Terbuka dengan orang sekitar

Support system yang berasal dari lingkungan sekitar seperti keluarga ataupun teman dekat juga merupakan hal penting sehingga terbuka dengan orang sekitar dirasa perlu dilakukan untuk mengatasi depresi.

3. Lakukan kegiatan positif

Lakukan kegiatan positif yang disukai seperti misalnya menulis jurnal ataupun buku harian, membaca buku, memasak, dan lainnya. Melakukan hal yang kita sukai juga dapat meningkatkan hormon endorfin yang membuat kita merasa lebih senang serta meningkatkan mood.

4. Olahraga yang teratur

dr. Michael Craig Miller, asisten profesor psikiatri di Harvard Medical School mengafirmasi bahwa olahraga bisa menjadi alternatif jitu pada orang dengan gangguan depresi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh jumlah endorfin dan dopamin yang akan meningkat saat melakukan kegiatan berolahraga.

Kedua hormon tersebut mampu membawa perubahan suasana hati (mood) ke arah yang lebih baik dan perasaan nyaman (overall wellbeing) serta meredakan rasa sakit.

5. Mengatur pola makan

Penelitian yang diterbitkan dalam World Journal of Psychology, makanan mungkin memainkan peran dalam pengobatan dan pencegahan gangguan berbasis otak, terutama depresi. Laporan tersebut mencakup 12 nutrisi penting untuk pencegahan dan pengobatan gangguan depresi, salah satunya selenium dan magnesium.

Makanan yang mengandung selenium dan magnesium tinggi seperti kacang-kacangan, gandum, ikan tuna, cokelat, dan kerang sangat bagus untuk menyembuhan depresi.

6. Meningkatkan kualitas tidur

Jika kurang tidur gejala depresi dapat memburuk dan meguasai isi pikiran, untuk itu penderita depresi sangat disarankan untuk memiliki waktu istirahat yang cukup serta berkualitas. Disarankan untuk mulai membuat perubahan gaya hidup. Tidur di waktu yang sama setiap malam, dan bangun di waktu yang sama.

Masalah depresi bukanlah hal sepele. Siapapun kapapun dan dimanapun seseorang mungkin menderita depresi, sebaiknya tidak malu untuk berbagi dan mencari pertolongan karena depresi tidak dapat sembuh dengan sendirinya, melainkan kita yang harus mendukung proses penyembuhannya.

Pengirim: Ratana Yasodhara Perdana / Mahasiswa London School Of Public Relations  Jakarta
E-mail: [email protected] 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak