Konsep dalam menjalani hubungan romantik semakin beragam sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat peradaban itu sendiri. FWB (Friend with Benefits) dan open relationship adalah konsep yang relatif banyak diminati bergantung dari konteks budaya dan lokalitas suatu komunitas. Lalu, apa itu FWB dan open relationship? Apa keuntungan dan risikonya?
FWB (Friend with Benefits)
Menurut Brides, FWB atau friends with benefits merujuk pada hubungan fisik yang terjalin dua orang secara intim, tetapi tidak saling terikat komitmen apa pun satu sama lain. Orang yang terlibat FWB menikmati momen kebersamaan dengan pasangannya dalam sebuah hubungan non-romantis. Dalam Master Class, hubungan FWB dapat memberikan “fasilitas” untuk melakukan eksplorasi seksual dan keintiman tanpa perlu mengalami tekanan berupa komitmen.
Meski begitu, dalam Psychology Today, FWB bisa jadi bermasalah ketika hubungan ini tidak dibangun secara organik. Ketika membicarakan FWB, elemen friends harus dibangun terlebih dahulu untuk mendapat benefit–yang umumnya merujuk pada hubungan seks. Oleh karenanya, agar hubungan FWB dapat berjalan, kedua belah pihak harus saling mengenal satu sama lain, memahami siapa diri masing-masing, serta mengerti perasaan apa yang ditimbulkan dari dinamika emosional dan seksual yang terjadi.
Selain itu, salah satu artikel dalam Alodokter juga mengingatkan beberapa resiko yang dapat terjadi dalam hubungan FWB, di antaranya hubungan yang hanya sementara, perasaan suka tak berbalas, serta risiko penyakit menular seksual.
Open Relationship
Berbeda dengan FWB yang cenderung pada kepentingan seksual semata, tanpa adanya unsur perasaan satu sama lain. Open relationship justru melibatkan perasaan dan tidak sebatas pada hubungan seksual semata, tetapi terlibat dalam hubungan asmara yang lebih serius dan memprioritaskan satu sama lain. Namun, jika pasangan FWB banyak disepekatai hanya memiliki satu pasangan, dalam open relationship justru dapat dicampuri oleh pihak ketiga atau keempat alias non-monogami.
Open relationship didefiniskan dalam WebMD sebagai istilah yang merujuk pada hubungan yang terdiri atas lebih dari 1 pasangan romantis atau seksual pada waktu bersamaan. Kedua pihak setuju bahwa hubungan mereka tidak eksklusif atau non-monogami.
Karena salah satu atau kedua belah pihak sama-sama dapat melakukan aktivitas romantis atau seksual di luar hubungan yang sudah terbangun, maka persetujuan menjadi kunci dalam open relationship. Nama lain dari open relationship adalah consensual non-monogamy atau dalam bahasa Indonesia berarti “hubungan non-monogami atas saling persetujuan.”
Terlibat suatu open relationship bisa menjadi sangat menantang, apalagi membicarakannya dengan pasangan yang sudah terikat pernikahan. Perbedaan prinsip religius atau kepercayaan keluarga menjadikan open relationship sebagai hubungan kontroversial. Bila menginginkan terjadinya open relationship, kuncinya adalah membangun pengertian dengan pasangan secara jujur dan penuh kesabaran.
Pasangan bisa saja marah, sedih, atau cemburu dengan gagasan ini. Berikan mereka waktu dan ruang untuk memikirkan serta mempertanyakan keputusan akan open relationship. Meski begitu, perlu diingat bahwa open relationship tetap tidak bisa diterima semua orang begitu saja. Sebelum terlibat terlalu jauh, ada beberapa hal yang perlu dicermati sebelum open relationship berubah menjadi masalah:
- Salah satu atau kedua belah pihak mulai cemburu atau merasa tidak nyaman
- Salah satu pihak tidak sepakat dengan open relationship
- Ikatan pernikahan menjadi tegang dan tidak bahagia
- Salah satu pihak menjadi tidak jujur
- Melewati batas kewajaran
Demikianlah sepintas tentang FWB dan open relationship. Seseorang yang mudah baper (terbawa perasaan) apalagi mudah jatuh cinta, sebaiknya menghindari kedua hubungan ini, terlebih FWB. Namun, apa pun bentuk hubungan yang kamu jalani dan percayai, ingatlah bahwa hubungan tidak semata-mata tentang dirimu sendiri. Selain terpaku pada keuntungan yang didapat, pertimbangkan pula potensi risiko bisa terjadi padamu dan pasanganmu. Sebab dalam hubungan tidak melibatkan hanya satu pihak, maka konsensual semua pihak terlibat harus menjadi paling utama.