Mengenal Chinmoku: Budaya Diam Masyarakat Jepang

Ayu Nabila | Anike Dwi Febriyanti
Mengenal Chinmoku: Budaya Diam Masyarakat Jepang
Gray rocks on body of water during daytime (Pixabay/Free-Photos)

Tahukah kalian bahwa sebenarnya orang Jepang tidak terbiasa untuk menunjukkan perasaan maupun eskpresi mereka secara terang-terangan. Masyarakat Jepang lebih memilih untuk menyembunyikan perasaan mereka, atau mengungkapkannya dengan penggunaan kalimat yang kurang jelas dan berbelit. Masyarakat Jepang cenderung menutupi atau menyembunyikan hal yang ingin disampaikan dengan kata-kata ambigu yang disebut dengan konsep Aimai. Selain keambiguitasan, Ada juga, loh, gaya komunikasi lain yang terkadang sulit dipahami oleh orang asing bahkan masyarakat Jepang sendiri, yakni Chinmoku

Apa itu Chinmoku?

Chinmoku merupakan suatu bentuk komunikasi isyarat melalui gerak tubuh, ekspresi wajah, dan postur tubuh. Bentuk komunikasi ini disebut juga dengan Bahasa diam (silent language). Kapan chinmoku ini digunakan oleh orang Jepang?

Diam atau hening ini terjadi dalam situasi komunikasi antar lawan bicara, lalu orang Jepang menanggapi dengan cara diam (tidak memiliki hal yang ingin dikatakan). Ini bukan berarti mereka tidak ingin mengatakan hal yang mereka pikirkan. Mereka lebih memilih untuk diam karena diam di sini dianggap menunjukkan perhatian kepada lawan bicara.

Perhatian yang dimaksud adalah menghargai perasaan lawan bicara atas situasi dan apa yang ia bicarakan. Bisa juga ditafsirkan bahwa mereka ragu dan mencoba memikirkan cara untuk berkomunikasi tanpa mengungkapkan dengan jujur apa yang mereka pikirkan. Keheningan semacam ini dikenal sebagai enryo-sasshi, yaitu cadangan dan pengekangan. 

Sejarah Chinmoku 

Alasan konsep Chinmoku ini masih terus ada di kehidupan masyarakat Jepang hingga sekarang ini karena adanya 2 faktor. Pertama faktor sejarah, Ajaran Zen Budhism (aliran budha) yang populer berasal dari Cina berpengaruh dalam perkembangan konsep komunikasi “diam” dalam masyarakat Jepang.

Ajaran Zen Budhism ini menitikberatkan pada latihan meditasi, ketenangan, dan mengosongkan pikiran seseorang. Hal ini dirancang untuk memberikan pemahaman bahwa kebenaran tidak hanya bisa diucapkan melalui komunikasi verbal, namun juga bisa didapat dalam keheningan. 

Kedua faktor Kesadaran Kelompok dalam kehidupan masyarakat Jepang. Meskipun kebanyakan orang Jepang hidup individualis, dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang mereka selalu mendahulukan kepentingan kelompok. Konsep Chinmoku dalam hal ini sangat penting karena diam yang dilakukan akan menunjukkan kesan baik, rasa sopan terhadap anggota kelompok lain.

Bisa dikatakan bahwa orang jepang selalu menjaga image mereka dihadapan orang lain. Sebaliknya, apabila terdapat seseorang yang memutuskan untuk memperlihatkan sesuatu yang berlebihan, misalnya pengetahuan maupun cara berbicaranya  akan memberikan kesan yang buruk terhadap orang lain di Jepang.

Masyarakat Jepang juga memiliki konsep senioritas yang tinggi, sehingga akan dianggap tidak sopan untuk seorang bawahan menentang atasannya. Oleh karena itu, lebih baik untuk menggunakan Chinmoku di saat situasi ini.  

Fungsi Chinmoku 

Masih ingat dengan konsep Aimai yang memiliki arti ambiguitas diatas? Masyarakat Jepang yang tidak mengekspresikan secara terang-terangan apa yang mereka pikirkan dan mereka hanya mengamati gerak tubuh dan ekspresi wajah lawan bicara ketika berkomunikasi untuk memahami satu sama lain.

Chinmoku atau Keheningan ini membantu menghindari dari menyakiti maupun menyinggung orang lain serta membentuk rasa keharmonisan. 

Sebenarnya orang Jepang sendiri terkadang kesulitan untuk memahami fungsi chinmoku itu sendiri karena memiliki banyak makna tergantung dari situasi. Karena ketika berkomunikasi dan lawan bicara diam, pembicara akan menerka, menebak apa yang sedang dipikirkan si lawan bicaranya.

Banyak makna yang bisa ditafsirkan Ketika seseorang diam, seperti pertimbangan atau simpati, kesopanan, persetujuan, kesabaran, rasa malu, kebencian, dan apatis (ketidakpedulian).

Sisi Negatif Chinmoku 

Sisi negatif dari chinmoku ini seringkali menyebabkan kesalahpahaman kepada orang lain. Salah satunya disebabkan karena tidak semua orang jepang bisa memahami situasi, ekspresi dan gestur seseorang. Sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mencoba memahami dan saling mengerti atas situasi mereka. 

Selain itu, Konsep chinmoku dapat disalah artikan sebagai rasa tidak peduli. Misalnya  Ketika ada seseorang yang sedang di situasi yang bermasalah, mereka akan cenderung diam dan mengabaikan orang lain karena merasa takut ikut campur dalam urusan mereka. 

Pandangan Orang Asing tentang Chinmoku

Perbedaan latar belakang budaya menyebabkan masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi budaya negara lain. Terutama bagi orang asing yang sedang mempelajari budaya Jepang. Agar tetap saling mengerti diperlukan pemahaman akan pola pikir masyarakat Jepang itu sendiri.

Di Indonesia sendiri tidak memiliki konsep diam seperti di Jepang yang dapat diartikan sebagai rasa sopan dan harmonisasi. Sebaliknya, dalam gaya komunikasi di Indonesia, diam dianggap tidak sopan karena terkesan tidak menghargai lawan bicara. 

Dapat disimpulkan bahwa masyarakat jepang memiliki karakteristik unik dalam berkomunikasi. Penggunaan gaya komunikasi yang berbeda dengan pemilihan kata  yang tidak berterus terang agar terkesan sopan dan tidak menyinggung.

Selain itu hal ini tetap dilakukan untuk menjaga rasa keharmonisan dan minimnya konflik dalam suatu hubungan karena pada dasarnya masyarakat jepang menyukai kedamaian dan rasa harmonisasi yang tinggi. Sebagai orang indonesia tentu kita akan sedikit kesulitan untuk memahami chinmoku karena situasi, topik, dan lawan bicara sangat berpengaruh dalam konsep diam ini. 

Refrensi: 

Roger J. Davies and Osamu Ikeno (ed). 2002. The Japanese Mind. US: Tutle Publishing.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak