Topik mengenai patriarki dan budaya standardisasi sering viral dan jadi kontroversi. Meski sudah banyak orang yang berpikiran terbuka, nyatanya, masih ada manusia yang menghakimi salah satu gender karena dianggap tidak sesuai dengan standar mereka. Ada dua perilaku yang disebut sebagai toxic femininity dan toxic masculinity.
Pengertian keduanya, sama-sama tentang standardisasi gender. Namun bedanya, toxic femininity tertuju pada wanita seperti tak perlu berpendidikan tinggi karena ujung-ujungnya ke dapur, sedangkan toxic masculinity mengharuskan pria untuk terlihat macho dan tak boleh cengeng. Tentu keduanya mengakibatkan banyak dampak buruk dan merusak hubungan sosial antar gender.
Berikut adalah dampak buruk dari toxic femininity dan toxic masculinity. Simak baik-baik, ya!
BACA JUGA: 4 Jenis Stres Akibat Ekspektasi Diri Sendiri, Berhenti Membandingkan Nasib!
1. Kesehatan Mental
Laki-laki digambarkan sebagai sosok yang sangar, sikap tegas dan fisik yang kekar. Sehingga apabila ada pria yang mengekspresikan kesedihannya dan menangis, maka ia dianggap bukan sebagai pria sejati. Bahkan dianggap banci jika menggunakan skincare demi kebersihan diri.
Hal yang sama juga dialami oleh wanita karir dan berpendidikan tinggi yang dianggap menyalahi kodrat dan menginjak harga diri pria. Keduanya akan mengalami kecemasan dan stres karena tuntutan ekspektasi orang-orang di sekitarnya.
2. Meragukan Kemampuan Diri Sendiri
Pria dan wanita yang mengalami perilaku toxic ini sulit untuk menjadi diri mereka sendiri. Hal itu di picu oleh orang sekitar yang meragukan kemampuan mereka akibat stigma masyarakat tentang pria harus begini dan wanita harus begitu.
Pria harus terpaksa keras pada dirinya sendiri karena takut dianggap tidak jantan bila menunjukkan kelemahannya. Begitu pula dengan wanita yang punya potensi namun meragukan kemampuannya tersebut karena tumbuh dilingkungan toxic.
BACA JUGA: Sering Diikuti Orang Tidak Dikenal? Dua Tips Ini Mungkin Bisa Membantumu di Situasi Tidak Terduga
3. Menghambat Perkembangan Diri
Akibat standardisasi di mana wanita hanya akan berakhir di dapur, para wanita mengurungkan niatnya dan membunuh mimpi-mimpinya. Tak hanya itu, wanita yang sudah punya gelar dan jabatan tinggi pun bisa merasa insecure karena dianggap jauh dari jodoh. Pria yang memilih untuk biasa saja dan merasa tidak perlu jadi superior terhadap lingkungan pun terbebani pikirannya.
Akibatnya, segala bentuk celah untuk mengembangkan diri atau menjadi diri sendiri pun terbuang sia-sia karena berpikir lebih baik memenuhi ekspektasi orang lain daripada dikucilkan.
Itulah dampak negatif dari perilaku toxic femininity dan toxic masculinity yang dapat menghancurkan diri seseorang. Baik pria maupun wanita, keduanya punya hak serta kebebasan untuk jadi diri sendiri tanpa membuat salah satunya merasa dihakimi.
Ketahuilah bahwa tak seharusnya pria atau wanita dijadikan ajang persaingan mengenai siapa yang di atas dan di bawah. Keduanya harus saling mendampingi dan merangkul satu sama lain.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS