Laundry Majapahit: Tradisi Jadi Modal Ekonomi Kreatif Baru

Hikmawan Firdaus | Thedora Telaubun
Laundry Majapahit: Tradisi Jadi Modal Ekonomi Kreatif Baru
Suasana di Laundry Majapahit (TikTok/@yatimajapahit)

Di tengah dominasi mesin cuci otomatis dan layanan laundry instan, Laundry Majapahit hadir dengan konsep yang justru berlawanan arah: mencuci manual dengan papan gilas di rooftop. Bukan hanya soal pakaian bersih, tapi pengalaman sosial yang hangat dan autentik.

Dilansir Suara.com (21/10/2025), daya tarik Laundry Majapahit bukan hanya pada harga murahnya sebesar Rp2.000 per kilogram dengan sabun gratis, melainkan juga sensasi “kembali ke masa lalu”. Pelanggan mencuci sendiri, duduk lesehan, bercanda, dan bahkan saling membantu saat menggilas pakaian. 

Dari Nostalgia ke Viralitas

Konsep tradisional ini justru menjadi magnet bagi kreator konten. Seorang selebgram yang berkunjung mengaku “kaget setengah mati” ketika diminta mencuci sendiri. Ia awalnya mengira Laundry Majapahit seperti laundry modern biasa. Namun setelah mencoba, ia merasa pengalaman itu unik dan menyenangkan: sebuah “wisata nostalgia” di tengah hiruk-pikuk kehidupan digital.

Papan gilas, ember warna-warni, dan lantai basah kini menjadi bagian dari branding experience yang kuat. Di media sosial, unggahan dari para pengunjung membuat Laundry Majapahit viral dan memantik rasa penasaran publik.

Suasana di Laundry Majapahit terasa akrab. Para pelanggan duduk lesehan sambil mencuci, bercakap ringan, dan sesekali saling membantu. Yati, sang pemilik, ingin tempatnya bukan sekadar tempat mencuci pakaian, melainkan ruang bagi orang untuk berinteraksi dan melepas penat.

Fenomena Laundry Majapahit memperlihatkan bagaimana tradisi lokal dapat diolah menjadi kekuatan ekonomi kreatif. Dalam dunia bisnis modern, konsumen kini tak hanya membeli produk atau jasa, tapi juga pengalaman dan cerita yang menyertainya.

Kegiatan ini adalah contoh nyata dari experience economy, di mana nilai utama ada pada sensasi dan makna. Inovasi tak selalu berarti teknologi tinggi. Justru yang autentik seperti ini punya daya tarik budaya yang kuat.

Laundry Majapahit pun menjadi bukti bahwa warisan lokal bisa dikemas ulang menjadi nilai ekonomi baru. Tradisi yang dulu dianggap kuno kini tampil sebagai simbol kreativitas dan kebanggaan lokal.

Menjaga Ruh Tradisi di Tengah Komersialisasi

Pemilik Laundry Majapahit, Yati (TikTok/ @yatimajapahit)
Pemilik Laundry Majapahit, Yati (TikTok/ @yatimajapahit)

Meski kini ramai dan dikenal luas, Yati menyadari tantangan terbesarnya adalah menjaga keaslian konsep. 

Fenomena Laundry Majapahit sejalan dengan arah kebijakan Kemenparekraf yang mendorong pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya. Di tengah urbanisasi dan homogenisasi gaya hidup, usaha seperti ini menghadirkan warna baru: sederhana tapi bermakna.

Dari papan gilas yang dulu menjadi simbol kerja berat, kini lahir sebuah brand lokal yang menginspirasi. Laundry Majapahit membuktikan bahwa sesuatu yang tradisional bisa menjadi tren masa kini bila dikemas dengan visi kreatif dan sentuhan komunitas.

Tradisi bukan sekadar masa lalu. Di tangan orang-orang kreatif, ia bisa menjadi modal untuk masa depan: sekaligus pengingat bahwa inovasi kadang lahir dari hal paling sederhana.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak