7 Teknik Jepang untuk Atasi Overthinking yang Bisa Kamu Coba

Bimo Aria Fundrika | e. kusuma .n
7 Teknik Jepang untuk Atasi Overthinking yang Bisa Kamu Coba
Ilustrasi pekerja dengan ponsel. [envanto]

Overthinking sering datang tanpa permisi. Pikiran berputar, skenario terburuk diputar ulang, dan hati jadi lelah sebelum hari benar-benar dimulai. Di tengah tekanan hidup modern yang serba cepat, banyak orang mencari cara untuk menenangkan pikiran tanpa harus merasa “rusak”.

Menariknya, budaya Jepang punya sejumlah filosofi hidup sederhana yang dipercaya bisa membantu mengelola pikiran berlebih dan kecemasan. Bukan teknik instan, tapi pendekatan yang mengajarkan penerimaan, kesadaran, dan keseimbangan hidup.

Berikut tujuh teknik Jepang yang dipercaya bisa membantu menghentikan overthinking. Semua ada caranya, jangan sampai terus terjebak suara berisik di pikiran sendiri.

1. Kaizen: Perbaikan Kecil Lebih Baik daripada Perfeksionisme

Ilustrasi overthinking (Freepik/DCstudio)
Ilustrasi overthinking (Freepik/DCstudio)

Kaizen berarti perbaikan kecil yang dilakukan secara konsisten. Filosofi ini mengajarkan perubahan besar tidak harus datang dari langkah besar. Menurunkan target hingga terasa lebih mudah direalisasikan akan jauh lebih baik.

Overthinking sering muncul karena kita ingin semuanya sempurna sekaligus. Kaizen justru menurunkan tekanan itu. Fokus pada satu langkah kecil hari ini yang konsisten, bukan pada intensitas agar otak belajar aman dulu.

2. Ikigai Filter: Apakah Ini Benar-Benar Penting?

Ikigai sering diartikan sebagai alasan untuk bangun di pagi hari. Dalam konteks overthinking, konsep ini bisa dijadikan filter. Saat pikiran mulai berlarian, tanyakan apakah semua pikiran ini benar-benar penting atau cuma berisik.

Sebab tidak semua hal harus dan layak dipikirkan terlalu dalam. Beberapa bahkan hanya akan menguras energi hingga kita harus memilah mana yang penting dan mana yang bisa dilepaskan.

3. Shikata Ga Nai: Menerima Hal yang Tidak Bisa Diubah

Shikata ga nai berarti “tidak bisa dihindari” atau “memang begitulah adanya”. Bukan sikap pasrah, melainkan penerimaan realistis setelah memisahkan mana yang bisa dan tidak bisa kita kontrol.

Banyak overthinking lahir dari keinginan mengontrol hal-hal di luar kendali. Filosofi ini mengajak kita berhenti melawan kenyataan dan fokus pada apa yang masih bisa dilakukan.

Menerima bukan berarti menyerah, tapi berhenti menyiksa diri dengan kemungkinan yang tak bisa diubah. Hentikan overthinking yang yang tidak produktif karena energi mental kita terbatas.

4. Kanso: Menyederhanakan Pikiran

Kanso merupakan prinsip kesederhanaan yang dalam konteks overthinking mengarah pada menyederhanakan pikiran. Dalam hidup yang penuh distraksi, pikiran kita memang sering terlalu ramai.

Menerapkan kanso jadi pilihan langkah terbaik yang bisa dimulai dari hal kecil, seperti menyederhanakan jadwal, mengurangi distraksi digital, atau menulis pikiran yang berantakan lalu memilahnya.

Terlalu banyak pikiran hanya akan memicu stres. Kurangi opsi agar semakin sederhana hidup kita dan semakin sedikit ruang bagi overthinking untuk berkembang.

5. Ma: Memberi Jeda untuk Bernapas

Ma adalah konsep tentang ruang dan jeda yang sangat penting dalam musik, seni, bahkan percakapan. Dalam overthinking, kita sering tidak memberi jeda pada diri sendiri dan terlalu cepat merespons.

Teknik ini mengajarkan bahwa diam sejenak bukan kemunduran. Istirahat, hening, dan waktu tanpa stimulasi justru membantu pikiran kembali seimbang agar logika kembali berperan. Kadang, solusi terbaik bukan berpikir lebih keras, tapi berhenti sebentar.

6. Hara Hachi Bu: Cukup Itu Lebih Sehat

Hara hachi bu berarti makan sampai 80% kenyang. Prinsip ini bisa diterapkan secara mental melalui pemahaman berhenti sebelum penuh. Bisa juga diartikan agar kita tidak berpikir sampai kelelahan.

Jangan memaksa diri memikirkan semuanya sampai “penuh” dan cukup pahami seperlunya. Terlalu banyak menganalisis justru membuat pikiran sesak. Belajar berhenti sebelum kelelahan adalah bentuk self-care yang sering dilupakan.

7. Shinrin-yoku: Terapi Alam untuk Pikiran yang Lelah

Shinrin-yoku atau forest bathing adalah praktik menghabiskan waktu di alam. Bukan olahraga berat, tapi hadir penuh di tengah alam agar otak kembali pada “mode tenang”.

Berjalan di taman, mendengar suara daun, atau menghirup udara segar membantu menurunkan stres dan menenangkan sistem saraf. Alam memberi ruang bagi pikiran untuk melambat tanpa perlu usaha besar.

Kenapa Teknik Jepang Relevan untuk Hentikan Overthinking?

Karena sebagian besar teknik ini tidak berfokus pada “menghilangkan pikiran”, melainkan mengubah cara kita berhubungan dengan pikiran. Overthinking tidak dilawan, tapi dipahami dan diarahkan.

Pendekatan ini terasa relevan di era sekarang, saat banyak orang lelah dituntut selalu kuat, produktif, dan sempurna. Ingat, overthinking bukan tanda kelemahan, tapi sinyal bahwa pikiran butuh perhatian.

Tujuh teknik Jepang tadi menawarkan cara sederhana untuk hidup lebih sadar dan tenang. Bukan untuk menghapus pikiran sepenuhnya, tapi membantu kita tidak tenggelam di dalamnya. Kadang, hidup tidak butuh solusi besar, cukup langkah kecil yang konsisten.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak