Penularan Virus Corona Melalui Angin, Benarkah?

Tri Apriyani | Yopi Ilhamsyah
Penularan Virus Corona Melalui Angin, Benarkah?
Ilustrasi corona dan peta Indonesia

Beredar kabar melalui pesan teks WhatsApp beberapa waktu lalu yang menyebutkan terdapat indikasi angin utara (angin yang bertiup dari utara menuju selatan Indonesia) yang berhembus selama tiga hari di bulan April menularkan virus Corona. Berita ini kemudian dibantah oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sehingga kabar ini termasuk pemberitaan hoaks. Namun, ada baiknya kita cermati kembali karakteristik virus Corona ini terkait kondisi udara.

Studi World Health Organization (WHO), virus Corona atau disebut juga SARS-CoV-2 dan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) untuk penyakit yang ditimbulkannya, tidak menyebar melalui media udara.

Virus ini menyebar melalui cairan dalam bentuk droplet (percikan) yang dikeluarkan lewat batuk, bersin maupun ketika sedang berbicara. Maka dari itu dianjurkan untuk selalu menggunakan masker dan tetap menjaga jarak 1-2 meter dengan orang di sekitar kita guna menghindari penularan virus ini.

Saat bersin atau batuk, dikhawatirkan droplet akan menempel pada media di sekitar orang yang tertular virus Corona. Oleh karenanya dianjurkan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer dan melakukan pembersihan lewat penyemprotan desinfektan pada media yang sering disentuh manusia seperti meja, pegangan tangan di kendaraan umum, pegangan pintu dan tangga serta eskalator, tombol elevator dan lain-lain.

Melansir CNN Indonesia, dalam sebuah penelitian baru-baru ini oleh Lydia Bourouiba dari Massachusetts Institute of Technology Amerika Serikat menyebutkan bahwa droplet tersebut mampu menempuh jarak sejauh 7 hingga 8 meter.

Hal ini berdasarkan pengalamannya selama bertahun-tahun meneliti dinamika pernafasan meliputi batuk dan bersin. Peneliti Bourouiba juga menyarankan agar WHO melakukan revisi terhadap rekomendasi jaga jarak yang telah ditetapkan sejauh ini yaitu 1 hingga 2 meter.

Di samping masyarakat tentunya, beliau mengkhawatirkan tenaga medis yang kerap berhubungan dengan pasien dalam jarak dekat. Mengutip sebuah artikel dalam Jurnal American Medical Association, beliau mengatakan kalau droplet ini dapat mencapai kecepatan 10 hingga 30 meter per detik sementara masker bedah yang digunakan tenaga medis tidak dipersiapkan untuk kondisi ini.

Dalam penelitiannya, batuk dan bersin tersusun atas droplet dan muatan tetes yang dapat memikat udara di sekitarnya. Kombinasi ini mengandung patogen dari berbagai ukuran yang sekali keluar dapat menjangkau 7 hingga 8 meter.

Namun demikian, seorang Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, Anthony Fauci menyebut kondisi tersebut hanya terjadi jika seseorang batuk atau bersin dengan sangat kuat.

Penulis berasumsi jika droplet ini mampu “terbang” sejauh 8 meter maka pengaruh gravitasi menjadi kecil sehingga droplet mampu dibawa oleh udara dan diterbangkan oleh angin. Melansir dari kantor berita Agence France-Presse (AFP), studi terbaru tim peneliti Tiongkok dari Akademi Ilmu Kedokteran Militer, Beijing yang dimuat dalam Jurnal Emerging Infectious Disease pada 10 April menemukan bahwa virus Corona dapat menyebar sejauh 4 meter. Studi mereka berdasarkan pengujian sampel udara dan permukaan dari ruang-ruang perawatan pasien terinfeksi Corona di salah satu rumah sakit di Wuhan.

Hasilnya, virus Corona paling banyak ditemukan di lantai rumah sakit. Menurut peneliti, hal ini dikarenakan oleh aliran udara dan pengaruh gravitasi sehingga droplet yang mengandung virus Corona mampu menyebar hingga sejauh 4 meter di sekitar lantai bangsal dalam ruang-ruang perawatan. Oleh karenanya, mereka menyarankan agar jarak aman physical distancing ditinjau kembali.    

Kendati demikian, WHO sebagai organisasi resmi yang memonitor perkembangan pandemi Covid-19 berbasis riset-riset ilmiah masih belum mengeluarkan informasi terbaru terkait keberadaan virus ini di udara. 

Sementara itu, angin utara yang dimaksud dalam pemberitaan yang mengandung hoaks ini adalah angin muson yang bertiup secara musiman. Angin ini berada dalam keadaan mantap baik kekuatan dan arahnya pada rentang Desember hingga Februari dengan puncak pada Januari serta Juni hingga mencapai puncaknya pada Agustus.

Periode Desember-Februari, angin utara berhembus di permukaan dari benua Asia menuju Australia. Demikian sebaliknya, disebut angin selatan mengacu pergerakan udara dari benua Australia menuju Asia yang bertiup pada Juni hingga Agustus. Pergerakan angin ini dibangkitkan oleh tekanan udara dampak dari perbedaan suhu antara benua Asia dan Australia.

Sementara Maret hingga Mei, wilayah Indonesia secara umum berada pada pergantian musim (pancaroba). Pada musim ini, sirkulasi angin secara horisontal melemah, hal ini dikarenakan oleh berkurangnya selisih tekanan udara antara Asia dan Australia. Kondisi ini disebabkan oleh rentang perbedaan suhu antara Asia dan Australia yang tidak begitu besar, merujuk musim semi dan gugur yang dialami Asia dan Australia.

Melemahnya sirkulasi muson menjadikan gerakan angin menjadi tidak lagi dominan di permukaan sehingga bertiup dalam arah yang tidak beraturan. Pemanasan permukaan yang intens selama pancaroba menjadikan lapisan udara atas menjadi labil berdampak turunnya tekanan di angkasa. Angin yang tidak menentu di permukaan selanjutnya bertiup dalam arah vertikal mendorong munculnya angin puting beliung dalam musim pancaroba ini.

Angin utara yang disinyalir membawa wabah Covid-19 adalah keliru karena pada musim peralihan ini (Maret-Mei) angin utara sudah tidak lagi berhembus. Sebagai informasi, angin musiman berhembus selama 3 bulanan, jadi tidak berlangsung selama tiga hari seperti kabar hoaks yang beredar di kalangan masyarakat.

Alih-alih sirkulasi permukaan, pada periode ini kita justru berhati-hati dengan aliran udara vertikal dari langit ke permukaan berwujud angin puting beliung yang kerap terjadi di tengah cuaca yang tidak menentu dalam musim pancaroba. Kendati demikian, tetap waspada ya.         

Oleh: Dr. Yopi Ilhamsyah, Laboratorium Meteorologi Laut, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak