Global Bond Terlama Sepanjang Sejarah: Menguntungkan atau Malapetaka?

Tri Apriyani | salsabila rossa aprilia
Global Bond Terlama Sepanjang Sejarah: Menguntungkan atau Malapetaka?
Ilustrasi global bonds (Investopedia)

Sejak tanggal 13 April 2020 lalu, Presiden Negara Republik Indonesia, Joko Widodo telah menetapkan Coronavirus Disease sebagai Bencana Nasional yang melanda negara Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.

Di balik kompleksnya bencana nasional tersebut, Joko Widodo bersama Kementerian Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) terlama sepanjang sejarah Indonesia.

Hal ini menjadikan Indonesia menjadi pencetak rekor sepanjang sejarah dengan mengeluarkan global bond dengan jangka waktu pinjaman 50 tahun. Total global bond tersebut mencapai US$ 4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu seri RI1030, RI 1050, dan RI0470.

Seri RI1030 memiliki jangka waktu pinjaman terdekat yaitu selama 10,5 tahun dan akan berjatuh tempo pada 15 Oktober 2030 mendatang. Seri pertama ini berjumlah US$ 1,65 miliar dengan bunga kupon global sebesar 3,9%.

Seri kedua yaitu RI1050 dengan jangka waktu pinjaman selama 30,5 tahun dan berjatuh tempo pada tanggal 15 Oktober 2050.

Nominal yang diterbitkan sejumlah US$ 1,65 miliar dengan yield atau bunga pinjaman sebesar 4,25%. Seri ketiga adalah RI0470 dengan jangka waktu pinjaman selama 50 tahun yang berjatuh tempo pada 15 April tahun 2070 sebesar US$ 1 miliar dengan tingkat yield 4,5%.

Surat Berharga Negara (SBN) tersebut dinilai melalui dua sisi dalam sektor perokonomian. Yang pertama adalah penerbitan surat berharga negara ini dinilai dapat menjadi bencana baru bagi Indonesia setelah adanya bencana nasional Covid-19. Hal ini dikarenakan ramalan tentang Indonesia yang akan terbelit utang global berbunga tinggi.

Di samping surat yang dikeluarkan memiliki jangka waktu pinjaman yang lama, kondisi kurs rupiah yang melemah juga menjadi latar belakang surat ini dapat menjadi bencana baru. Tercatat, kurs rupiah pada saat ini mencapai rekor Rp16.000 per USD.

Apabila terhitung, maka surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah setara dengan nilai Rp68,6 triliun. Hal ini dapat menjadi perangkap bagi Indonesia terhadap bunga yang dikeluarkan manager fund global.

Namun, Kementerian Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, menilai penerbitan Surat Berharga Negara atau yang disingkat menjadi SBN ini dengan pernyataan lain. Saat surat ini diterbitkan, Sri Mulyani dengan bangga mengumumkan tujuan penerbitan global bond ini untuk investasi negara Indonesia.

Hal ini dikarenakan SBN yang diterbitkan dinilai menjadi langkah yang tepat untuk menjaga pengelolaan APBN agar tidak membludak sekaligus menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia, termasuk biaya untuk upaya penanganan dan pemulihan Covid-19.

Selain itu, kondisi pasar keuangan global saat ini mendukung akan penerbitan surat berharga negara ini. Hal ini dikarenakan yield atau kupon global bond ini diklaim lebih murah karena kondisi pasar global yang belum stabil dan masih dapat berubah.

Selain itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai bahwa penerbitan Surat Berharga Negara yang berupa global bond sebesar US$4,3 miliar tersebut adalah sebuah keberhasilan bagi sektor keuangan Indonesia. Gubernur BI tersebut menilai bahwa penerbitan ini dapat menjadi manfaat bagi pemerintah untuk membiayai defisit fiscal di Indonesia.

Dengan ketersediaan dana dari global bond untuk menutup defisit, maka jumlah surat utang negara (SUN) atau surat berharga syariah negara (SBSN) yang selama ini jadi andalan dapat diminimalkan. Namun, Gubernur BI ini juga memberikan penilaian bahwa penerbitan surat berharga yang terlalu besar dan jangka waktu pinjaman yang lama ini dapat menganggu atau menghambat likuiditas lembaga keuangan, termasuk Bank Indonesia itu sendiri.

Hal ini dikarenakan BI memiliki tugas dalam menjaga inflasi yang dapat dilakukan dengan mengelola SUN dan SBSN. Apabila instrument tersebut diminimalkan, maka ditakutkan dapat menjadi jebakan bagi Indonesia sendiri.

Terlepas dari penilaian positif dan negatif dari penerbitan global bond tersebut, Kementerian Keuangan, Sri Mulyani, menuturkan bahwa penerbitan ini telah diikuti oleh perhitungan-perhitungan rinci dan pemahaman penuh mengenai kebijakan instrument inflasi di Indonesia.

Hal ini ditandai dengan adanya kesepakatan antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani dengan lembaga keuangan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan keuangan pemerintah dengan memaksimalkan terlebih dahulu sumber-sumber dana besar yang ada seperti dari lembaga multinasional, global bond. Selanjutnya baru SUN dan SBSN.

 

Oleh: Salsabila Rossa Aprilia / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak