Tarik Ulur Penundaan Liga 1, Haruskah Dibatalkan?

Tri Apriyani | Albertus Sindoro
Tarik Ulur Penundaan Liga 1, Haruskah Dibatalkan?
Logo Liga 1 2020.

Penangguhan Liga 1 resmi diperpanjang. Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh ketua PSSI, Mochamad Iriawan pada konferensi pers di hari Selasa, 29 September 2020.

Dalam konferensi pers tersebut, Mochamad Iriawan atau yang kerap disapa Iwan Bule berharap perpanjangan penundaan hanya terjadi selama satu bulan. Jika diperpanjang lagi, mungkin rencana pelaksanaan musim extraordinary akan berantakan.

Sesuai rencana, lanjutan musim 2020 akan dilangsungkan mulai 1 Oktober 2020 hingga 28 Februari 2021. Dalam kurun waktu kurang lebih 4 bulan, sisa pertandingan akan dilaksanakan tiap akhir pekan tanpa ada jeda kompetisi di tengah musim.

Mungkinkah liga berjalan dalam waktu 4 bulan?

Jika waktu empat bulan digunakan untuk menjalankan musim extraordinary, maka berdasarkan hitungannya, penundaan restart liga hanya boleh terjadi selama kurang lebih sebulan. Andaikata liga dimulai kembali tidak di bulan November, tentu akan menjadi masalah baru.

Mengapa hanya boleh ditunda sebulan? Sebab, di bulan April, kita sudah memasuki bulan Ramadhan.

Selain itu, perlu diingat bahwa situasi politik, yakni Pilkada 2020 di bulan Desember bisa saja dapat jadwal, karena berkaca dari pengalaman, kompetisi di Indonesia diliburkan saat musim pemilihan umum, seperti yang terjadi di Pemilu 2019.

Dua hal di atas menjadi perhatian khusus direktur PT. LIB (operator Liga 1), Achmad Hadian Lukita. Dalam satu kesempatan, ia mengutarkan bahwa Liga Indonesia dapat terpengaruh oleh situasi baik sosial maupun politik nasional. Namun dari dua hal di atas, masih ada hal paling penting yang bisa menjadi masalah di tengah kompetisi, yaitu mengenai wabah Covid-19 belum reda.

Kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Siapa saja bisa terjangkit, seperti yang dialami oleh skuat Persebaya beberapa hari yang lalu. Jika ada banyak pemain yang terjangkit, bukan tidak mungkin pertandingan harus dibatalkan dan digelar di hari lain yang justru mengacaukan jadwal.

Mengapa tidak diberhentikan saja?

Barangkali kita berpikir, daripada menunggu kelanjutan yang tidak pasti, mengapa tidak dihapuskan saja musim 2020? Memang ide tersebut terkesan baik, namun bagaimana kejelasan terkait nasib hasil juara musim 2020?

Harus diingat, kompetisi domestik berpengaruh terhadap kompetisi konfederasi, yakni level AFC. Kalau ditunda, siapa yang akan mewakili Indonesia di kompetisi AFC musim depan? Selain itu, bagaimana hal-hal lain diatasi, seperti hak siar? Lalu masih ada tentang sponsor liga dan perkara gaji yang mungkin dapat berpengaruh jika musim ini ditiadakan.

Perkara di atas cukup pelik, namun kenyataan di lapangan juga pelik. Kita tidak tahu apakah kompetisi benar-benar dapat berjalan di bulan November. Ketidaktahuan tersebut akan berdampak tidak hanya pada mental pemain namun juga finansial yang harus ditanggung klub. Klub harus selalu siap sedia dengan melakukan latihan tanpa tahu kapan akan bertanding.

Dari kegiatan latihan dan persiapan, tentulah diperlukan biaya operasional yang kita tidak tahu jumlah persisnya, namun sangat berdampak pada pengeluaran klub. Apalagi, pemasukan klub pasti menurun di tahun ini.

Jadi, harus bagaimana?

Lantas tindakan apa yang harus diambil? Apakah liga harus tetap jalan? Kalau melihat data Covid-19, nampaknya wabah belum akan berakhir hingga akhir tahun. Apalagi dalam beberapa minggu terakhir, peningkatan kasus masih terjadi secara masif dan kita sendiri belum tahu kapan kasus ini akan berakhir.

Idealnya sebuah kompetisi dapat berjalan kalau jumlah kasus Covid-19 sudah bisa ditangani dengan baik. Hal tersebut jelas menguntungkan baik bagi pemain, operator liga bahkan pemegang kepentingan tempat pertandingan tersebut berlangsung. Kemungkinan besar liga dapat berjalan dengan lancar.

Membicarakan isu terkait kelanjutan Liga Indonesia memang perlu memperhatikan beberapa aspek. Namun jika melihat kondisi riil di lapangan, nampaknya sulit untuk melanjutkan kompetisi.

Mungkin akan ada sanksi oleh AFC, entah apapun itu sanksinya, karena liga tidak dapat dijalankan. Namun jika liga dipaksa berjalan juga tidak baik. Apalagi, kepolisian tidak mau memberi jaminan pelaksanaan jika kasus Covid-19 di Indonesia belum reda.

Beberapa klub dan pemain menyayangkan penundaan yang cukup mendadak ini. Sebab, klub seperti Persiraja dan PSM sudah hijrah ke tempat mereka bertanding, yakni Yogyakarta. Penundaan membuat kepindahan mereka sia-sia. Padahal, uang untuk transportasi sudah dikeluarkan.

PSSI dan operator wajib memikirkan hal terburuk yang mungkin dapat terjadi, yakni pembatalan musim. Pihak penyelenggara harus bisa memberi pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang terpengaruh dengan pelaksanaan kompetisi sepakbola di Indonesia.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak