Pandemi Covid-19 bukan hanya berdampak pada kesehatan manusia saja, tetapi telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan negara yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik. Oleh karena itu, Pemerintah telah mengambil strategi kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan dan pemulihan perekonomian.
Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, peningkatan belanja negara dan pembiayaan, pemerintah berusaha melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah harus memiliki strategi dalam pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi.
Dilansir dari dkjn.kemenkeu.go.id Program Pemulihan Ekonomi Nasional ditunjukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Dimulai dari rumah tangga masyarakat yang palng rentan, lalu ke sektor usaha (UMKM). Pelan-pelan roda perekonomian mulai berputar. Dengan adanya program PEN diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi.
Adapun strategi yang dilakukan menurut Kementrian Keuangan dalam pemulihan ekonomi Indonesia diantaranya memperkuat ekonomi dosmetik melalui belanja pemerintah (sektor dan pemda), insentif dunia usaha, dukungan untuk kesehatan, pemberian bantuan tunai bagi msyarakat kurang mampu (perlindungan sosial), dukungan bagi perusahaan terdampak / pembiayaan korporasi, dan subsidi bunga bagi UMKM.
Dilansir dari dkjn.kemenkeu.go.id, menurut Edward UP Nainggolan selaku Kepala Kantor wilayah Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kalimantan Barat, mengatakan salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan bergerak.
Konsumsi sangat terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD. Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier effects yang signifikan.
Dengan implementasi program PEN, maka dapat dipastikan bahwa defisit APBN semakin membesar. Dua faktor utama pemicu hal tersebut, Pertama, COVID-19 berdampak buruk pada berbagai sektor perekonomian sehingga kontraksi ekonomi tahun 2020 tidak dapat dihindari bahkan menyebabkan pertumbuhan PDB yang minus. Kedua, pendapatan negara, khususunya pendapatan perpajakan yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas perekonomian, diperkirakan juga akan mengalami kontraksi, sedangkan di sisi lain belanja pemerintah (salah satunya program PEN) sangat diandalkan dalam memitigasi kontraksi perekonomian yang lebih besar.
Namun demikian, implementasi paket kebijakan PEN harus dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Di satu sisi, tingkat kecepatan penyerapan anggaran PEN perlu dilakukan dengan sesegera mungkin agar dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat. Di sisi lain, proses eksekusi PEN wajib dilakukan secara tepat dan akurat untuk menghindari permasalahan pertanggungjawaban di kemudian hari. Dengan anggaran mencapai Rp.695,2 triliun, serapan anggaran PEN masih di bawah 30% per Agustus 2020.
Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Bank Indonesia (BI) menyebut bahwa ada lima syarat kebijakan untuk memperkuat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Apabila lima syarat tersebut terpenuhi, BI menilai ekonomi Indonesia akan cepat pulih dari dampak pandemi covid-19.
Menurut Gubernur BI, Perry Wijayanto, mengatakan bahwa pertama ialah pembukaan bertahap sejumlah sektor produktif yang dinilai aman, sehingga bisa menggerakan roda ekonomi. Pembukaan ekonomi bisa ditingkatkan sejalan dengan pengembangan vaksin corona disertai disiplin penerapan prtokol kesehatan.
“Vaksin dan disiplin sangat penting agar kesehatan terjaga, mobilitas kembali normal, dan dampak rambatan sektor keuangan dan moneter dapat dicegah”, ucapnya dalam acara Pertemuan Tahunan bank Indonesia 2020, Kamis (3/12).
Syarat kedua ialah pecepatan realisasi stimulus fiskal yang digelontarkan peemrintah senilai RP 695,2 triliun. Per 25 November 2020 lalu, serapannya sebesar Rp 431,54 triliun atau setara dengan 62,1% dari pagu. Ketiga, ialah dorongan pada penyaluran kredit perbankan, karena itu dibutuhkan dorongan pada penawaran dan permintaan kredit perbankan.
Dari sisi penawaran, ia menuturkan juka likuiditas perbankan meningkat, sehingga perbankan memiliki kemampuan menyalurkan kredit. Namun terdapat ganjalan dari sisi suka unga kredit tinggi. Karenanya, Perry meminta agar perbankan menurunkan suka bunga kredit mengingat bank sentral telah memangkas suku bunga acuan ke level 3,57%.
“Sudah saatnya perbankan segera turunkan suku bunga dan salurkan kredit sebagai komitmen besama Pemulihan Ekonomi Nasional,” ucapnya.
Strategi yang keempat ialah stimulus moneter dan makroprudensial. Stimulus yang dikeluarkan selama pandemi, antara lain pelonggaran moneter lewat instrumen kuantitas atau quantitative easing (QE) dengan suntikan dana dan berbagai beban (burden sharing) dengan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dana penanganan covid-19.
Yang terakhir, strategi ke lima yang diperlukan untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional adalah digitalisasi ekonomi dan keuangan. Ia menegaskan BI akan menggunakan seluruh instrumen untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Oleh: Yunita Tri Andina / Mahasiswi Univesitas Negeri Jakarta