PSBB Jawa Bali: Mampukah Meningkatkan Daya Beli Masyarakat?

Tri Apriyani | Trismayarni Elen, SE., M.Si
PSBB Jawa Bali: Mampukah Meningkatkan Daya Beli Masyarakat?
Pekerja melintas di trotoar kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang dilansir dari situs Kementerian PPN/Bappenas, pada saat memimpin Konferensi Pers Akhir Tahun pada tanggal 28 Desember 2020 menyatakan bahwa Hasil perhitungan Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan, akibat pandemi Covid-19, kehilangan daya beli masyarakat akibat Loss of Income sebesar Rp 374,4 triliun, akibat penurunan jam kerja di sektor industri dan pariwisata. Pandemi Covid-19 juga menyebabkan tingkat utilisasi industri turun hingga 55,3 persen dari titik sebelumnya, yakni 76,3 persen.

Jika dilihat dari perhitungan tersebut diprediksi bahwa kehilangan daya beli masyarakat Indonesia bisa tembus ke angka 1000 triliun. Sangat jelas terasa penurunan aktifitas dunia bisnis Indonesia terutama yang berhubungan langsung dengan sektor riil yang sebagian besar dari konsumsi.

Meskipun beberapa sumber menyebutkan bahwa tren belanja online/daring meningkat tajam di tahun 2020. Namun, belum ada data resmi yang akurat berapa besar dampak penjualan online untuk mendongkrak daya beli dan pertumbuhan ekonomi. Karena kenyataannya pertumbuhan ekonomi Indonesia justru “nyungsep” ke krisis ekonomi pada kuartal II tahun 2020, bahkan kuartal ke III resmi resesi ekonomi. Bagaimana dengan prediksi 2021?

Beratnya Pemulihan Ekonomi Tahun 2021

Pemulihan ekonomi masih akan terasa berat di tahun 2021, karena beberapa hal melatarbelakangi, diantaranya pertama simpang siurnya efektifitas vaksin yang sudah ada di Indonesia. Kekhawatiran demi kekhawatiran akan kualitas vaksin yang dirasakan masyarakat termasuk dari sisi tenaga kesehatan, akan semakin menambah tekanan bagi pemulihan ekonomi terutama karena dampak kesehatan yang belum pulih.

Sehingga vaksin yang akan mulai didistribusikan pemerintah di tahun 2021 belum tentu akan serta merta memulihkan kondisi ekonomi Indonesia, apalagi masih banyak masyarakat Indonesia yang belum yakin dengan vaksin yang ada saat ini.

Kedua Selain itu aturan yang akan berlaku tanggal 11 Januari yaitu PSBB Jawa dan Bali akan semakin memukul mundur daya beli masyarakat karena gairah aktifitas bisnis yang mulai bangkit di akhir tahun 2020 mendadak lesu kembali terutama di sektor pariwisata. Mengingat destinisasi wisata di wilayah Jawa Bali masih menjadi destinasi prioritas turis domestik.

Meskipun menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, melansir antaraNews.com, di tahun 2021, masih ada tekanan terhadap daya beli masyarakat, tapi berharap moderat, dan bisa mengendor. Melihat sektor industri manufaktur dan pariwisata itu bisa lebih cepat pulih pelan-pelan sambil sembari menegakkan prokes.

Dengan aturan PSBB Jawa Bali ini maka masih sulit untuk menaikan daya beli khususnya di kuartal I tahun 2021. Oleh karena itu sama dengan di pertengahan tahun 2020 yang lalu, bahwa pemilik uang akan tetap melakukan aksi “tahan uang” dan tidak akan membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang berlebihan. Terutama sektor pariwisata yang akan juga berdampak pada bisnis kuliner (makanan dan minuman) yang berada di tempat-tempat wisata tersebut.

Seperti yang kita ketahui bersama, sejak maraknya media sosial, maka pengguna akun media sosial lebih suka memposting aktifitas kuliner mereka. Dari yang benar-benar untuk makan atau hanya sekedar untuk ajang kumpul-kumpul dengan keluarga atau teman-teman.

Dan pusat-pusat belanja juga mal, bergeser fungsinya yang semula lebih kearah menjual barang-barang fashion dan perlengkapan rumah tangga dan pribadi sehari-hari, menjadi tempat-tempat kuliner yang tidak pernah sepi pengunjung.

Pusat-pusat belanja dan mal bisa dikatakan tempat wisata kuliner yang sangat strategis bagi pecinta eksistensi media sosial. Karena selain lokasi yang berada di tengah kota juga di dekat lokasi perkantoran.

Perkuat Destinasi Wisata Bagi Turis Domestik

Mungkin saat ini bukan saat yang tepat melirik bisnis atau aktifias ekonomi yang bersinggungan dengan dunia internasional. Sementara pemerintah bisa saja menutup akses masuk ke Indonesia bagi penerbangan internasional tidak hanya sekedar 1-2 minggu tapi bisa hingga 3 bulan, untuk menghindari masuknya penyakit-penyakit yang lebih berbahaya dari jenis lain covid19 yang sudah bermutasi mendekati Indonesia.

Karena bagaimana pun perekonomian Indonesia justru ditopang dari belanja domestik, begitu pula dari sektor pariwisata yang sangat erat kaitannya dengan bisnis kuliner. Wisatawan domestik kita jauh lebih tinggi dibanding internasional.

Oleh sebab itu kita berharap masuk bulan Februari masyarakat perlahan beradaptasi dengan pemulihan kesehatan dan ekonomi, pemerintah bisa saja menggiatkan ekonomi dari pariwisata yang sekaligus akan menaikan bisnis makanan dan minuman negara kita.

Seperti yang telah dinyatakan Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (Apkulindo) bahwa tren makanan tradisional akan meningkat signifikan di tahun 2021. Ini menandakan kemungkinan fast food menjadi makanan yang tidak terlalu diminati bagi sebagian besar masyarakat kita. Sehingga menggiatkan kreatifitas akan pengembangan kuliner tradisional harus terus diusahakan.

Menaikan daya beli dari belanja domestik bisa ditingkatkan pemerintah dari sektor pariwisata, dengan memberi kesan optimis bagi pelaku usaha bisa dengan jalan dari kementerian kesehatan menggandeng dokter-dokter dan para tenaga ahli di bidang kesehatan yang memilih jalan pengobatan tradisional dan juga alternatif.

Karena jika kita menamati data hingga 7 Januari 2021 bahwa jumlah kasus positif covid19 adalah 797.723; jumlah yang berhasil sembuh 659.437  dan sekitar 114.760 masih berstatus dalam penyembuhan, maka berarti 82% terkonfirmasi positif bisa disembuhkan. Data ini menandakan peran obat juga dari sisi vitamin dan supplemen sangat tinggi.

Indonesia terkenal dengan tanaman obat yang beraneka ragam dan sudah sangat diyakini oleh sebagian besar masyarakat kita dibanding pengobatan dengan cara medis.

Pengobatan tradisional dan alternatif yang dipilih sebagian besar masyarakat kita ini harusnya menjadi kekuatan pemerintah untuk meningkatkan optimis masyarakat kita untuk perlahan bangkit dibanding menakut-nakuti masyarakat kita dengan sanksi denda untuk masyarakat yang masih ragu dengan vaksin.

Pemerintah bisa saja mempersilahkan masyarakat kita yang ingin dan yakin untuk memilih jalan vaksin dan jika masih ada rasa khawatir bisa dengan mempertebal imun dengan memberi informasi yang banyak kepada masyarakat kita tentang sumber-sumber alami peningkat imunitas.

Karena pada akhirnya, kesehatan jasmani itu akan terdongkrak dengan sendirinya jika jiwa dan pikirannya bisa tenang tanpa rasa takut dengan sanksi sehingga mampu berfikir dengan positif dan logis. Bagaimanapun polemik tentang vaksin yang masih muncul di benak sebagian besar masyarakat kita akan tetap berlangsung hingga tahun 2021, sampai masyarakat kita bisa melihat sendiri dampak dan pengaruhnya dari pemberian vaksin. Apakah dampak pemberian vaksin akan baik ataukah sebaliknya bagi tubuh.

Oleh: Trismayarni Elen S.E., M.Si / Praktisi dan Akademisi Akuntan

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak