Presiden Perancis, Emmanuel Macron, menganggap sinis rencana pemerintah Rusia yang dikemukakan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, tentang referendum empat wilayah di Ukraina Timur, yaitu Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson yang disampaikan pada Selasa, (20/9/2022). Menurutnya, rencana yang merupakan bagian kesuksesan Rusia untuk memenangkan Perang Rusia-Ukraina tersebut dapat disamakan dengan pertunjukkan parodi.
Reuters melansir, Macron berpendapat, proposal referendum untuk wilayah Ukraina Timur adalah bentuk provokasi tambahan pemerintah Rusia terhadap kemenangan tentara Ukraina yang berhasil merebut kota Izyum dan Kupiansk di negara bagian Kharkiv, Ukraina Tenggara, pada Sabtu, (10/9/2022) lalu.
“Jika gagasan Putin (Vladimir Putin) mengenai referendum terhadap wilayah Donbas tidak dikemas dengan suasana tragis dan nada bicara yang kesal, maka itu akan menjadi sebuah rencana yang lucu. Menurut saya, rencana Rusia tersebut hanyalah sebuah pertunjukkan parodi. Rencana ini hanyalah salah satu bentuk sinisme para pejabat tinggi Rusia yang tidak akan didengar oleh komunitas internasional sampai kapan pun,” kata Macron dalam konferensi pers di Markas Besar PBB, New York City, New York, AS, pada Selasa (20/9/2022).
Pesan satire dan keras Macron terhadap Putin tersebut bertolak belakang dengan pernyataan yang pernah dilontarkan olehnya di forum resmi kenegaraan. Tiga pekan sebelumnya, Macron membela tindakannya yang melakukan upaya diplomatik melalui telekonferensi dengan Putin yang berlangsung pada Jum’at (19/8/2022) bulan lalu.
Mengutip dari Politico, keputusan Macron yang tetap membuka jalur komunikasi dengan Putin mendapat kecaman dari beberapa anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization (NATO)), terutama yang ada di Eropa Timur, di mana mereka mempertanyakan maksud dan tujuan di balik komunikasi dirinya dengan Putin. Para kepala negara anggota NATO menyindir tindakan Macron tersebut sebagai langkah mewujudkan moralitas yang menyimpang (mistaken morality) dan menaruh kecurigaan bahwa Macron ingin membuat sebuah kesepakatan tersembunyi dengan Rusia.
Menanggapi sindiran para koleganya di NATO, Macron berujar, dirinya membuka komunikasi dengan Putin hanya untuk membicarakan tentang keamanan fasilitas nuklir Zaporizhzhia di kota Enerhodar yang pada saat itu belum diserang oleh Angkatan Udara Rusia. Macron mempertanyakan keputusan para kepala negara Barat yang memutus jalur komunikasi dengan kepala negara Rusia berusia 69 tahun dari Partai All-Russia People’s Front tersebut.
“Pekerjaan seorang diplomat adalah berbicara dengan semua orang, terutama terhadap mereka yang berbeda pandangan dengan kita (negara Barat). Apa kalian (para diplomat Perancis) rela kalau Turki merebut predikat sebagai satu-satunya negara kuat di Eropa, bahkan dunia yang bersedia untuk berbicara dengan Rusia? Kita tidak boleh menyerah terhadap segala bentuk penafsiran keliru dari orang-orang yang ingin melemahkan upaya diplomatik kita,” ujar Macron dalam rapat kebijakan luar negeri dengan Menteri Luar Negeri Perancis, Catherine Colonna, beserta para diplomat Perancis di Istana Elysée di Paris, Perancis, pada Kamis, (1/9/2022) waktu setempat.
Meski begitu, Macron berujar, tindakan Rusia yang melancarkan invasi ke Ukraina merupakan tindakan imperialis perang yang tidak dapat dimaafkan. Bahkan, Macron menegaskan, Rusia tidak boleh dibiarkan untuk memenangkan perang.
“Rusia tidak boleh memenangkan perang. Kita (pemerintah Perancis) ingin melakukan segala kerja diplomatik yang dapat mengarah pada dua hal, entah itu kemenangan mutlak bagi Ukraina atau perdamaian bersyarat yang dapat diterima dan dipenuhi oleh pemerintah Ukraina,” ujar Macron.